Sabtu, 01 Mei 2010

Premanisme Agama

Berikut ini adalah berita dari Liputan 6.com edisi Sabtu, 1 Mei 2010 yang berjudul “FPI Bubarkan Seminar Waria di Depok”.


Liputan6.com, Depok: Puluhan orang yang tergabung dalam Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Pembela Islam (LPI) mendatangi Hotel Bumi Wiyata di Jalan Margonda Raya, Beji, Depok, Jawa Barat, Jumat (30/4). Sekalipun polisi mencoba menghadang, massa yang hendak membubarkan acara para waria (wanita pria) ini tetap menerobos ke hotel. Di sebuah ruangan tempat berlangsungnya acara, massa kembali dihadang. Namun, lagi-lagi aparat kepolisian, baik dari Kepolisian Sektor Beji maupun Kepolisian Resor Depok, tak mampu menghalaunya. Sontak, acara yang sedang berlangsung di ruangan tersebut menjadi rusuh.


Massa yang sudah dibakar emosi meminta acara dibubarkan. Bahkan, sejumlah gelas dan piring hancur menjadi sasaran amuk massa. Salah seorang pembicara yang juga perwakilan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Zaenal Abidin, turut menjadi sasaran kemarahan massa saat mencoba menjelaskan materi acara. Salah seorang anggota FPI pun memukulnya. Usai beraksi, massa pun membubarkan diri. Kendati demikian, mereka tetap mengancam akan kembali jika acara tetap berlangsung.


Terkait peristiwa itu, menurut Kepala Polres Depok Komisaris Besar Pol. Saidal Mursalin, pihaknya masih menyelidiki aksi pembubaran paksa oleh FPI. Ia juga mengatakan penyelenggara meminta izin untuk melakukan seminar, namun belum diketahui akan dilakukan kontes waria atau tidak.


Buat menghindari amuk massa yang lebih besar ke Hotel Wiyata, para waria langsung dievakuasi polisi dengan menggunakan bus yang dikawal. Sedangkan sejumlah personel Polres Depok masih berjaga-jaga.


============

Di atas merupakan salah satu contoh gamblang betapa kaum mayoritas dengan semena-mena melakukan tindak kekerasan terhadap kaum minoritas. Kaum mayoritas menganggap diri lebih kuat, baik, dan benar karena jumlahnya lebih banyak. Sikap triumfalistik yang didukung oleh tindak kekerasan tersebut merupakan premanisme yang dibalut oleh baju agama. Ya, premanisme agama. Premanisme yang disulut dan dibakar oleh ideologi dan kepercayaan tertentu. Ideologi dan kepercayaan yang dangkal dan sempit karena sama sekali menyingkirkan budaya kritisisme, namun sebaliknya mengedepankan budaya jagoan – yang lebih banyak dan lebih kuatlah yang berkuasa dan bisa bertindak seenaknya.


Premanisme agama adalah contoh bahwa agama telah sungguh-sungguh mengalami degradasi. Artinya, agama bukannya membawa orang-orang yang mempercayai dan memeluknya ke arah hidup yang lebih baik, tetapi lebih buruk. Premanisme agama merupakan sikap yang semakin mendorong para penganutnya beragama secara fundamentalistik. Premanisme agama sama sekali tidak memberikan kesempatan pada diskusi dan dialog di antara banyak pihak melainkan hanya menekankan pandangan tunggal, yakni pandangan kaum mayoritas.


Premanisme agama melahirkan ketidakadilan, penderitaan, dan (seharusnya) perasaan malu. Tentu, mereka yang melakukan premanisme agama tidak akan merasa malu, bahkan sangat bangga terhadap tindakan yang dilakukannya. Mereka merasa benar karena sudah bertindak menurut kepercayaan yang dianutnya. Mereka merasa benar karena jumlah mereka jauh lebih banyak dibandingkan jumlah kelompok orang yang ditindasnya. Mereka hanya berpikir bahwa pandangan merekalah yang benar sedangkan pandangan orang lain salah.


Salah satu sikap bijak yang sebaiknya dilakukan dan dikedepankan oleh para pemimpin agama adalah sikap toleran yang menghargai pandangan orang lain. Seyogianyalah para pemimpin agama mengajak para anggotanya untuk tidak menutup pikiran terhadap beragamnya pandangan di dalam dan mengenai hidup ini. Para penganut agama seharusnya sadar penuh bahwa dunia ini tidak hanya dihidupi oleh satu kelompok. Banyaknya kelompok yang hidup dalam dunia ini sepatutnya dianggap sebagai suatu kekayaan, di mana untuk menyikapinya secara bijaksana adalah dengan hidup berdampingan dalam dialog yang tiada henti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.