LONDON, KOMPAS.com — Seorang agen real estat Inggris, yang dipenjara gara-gara sebuah "kecupan di pipi" di Dubai, mengutuk kemunafikan undang-undang kesopanan Uni Emirat Arab. Hal itu ia kemukakan saat menceritakan bagaimana dia terkunci dengan pembunuh dan pelacur di sebuah penjara
Charlotte Adams (26), yang dideportasi Jumat pekan lalu setelah mendekam 23 hari di balik jeruji besi karena "berbuat tidak senonoh", mengemukakan kisah horornya ketika seorang wanita lokal menyatakan ia telah secara terbuka mencium dan menyentuh Ayman Najafi, seorang teman Inggris-nya, di sebuah restoran di Dubai November tahun lalu.
Adams, dari Pulau Mersea, Essex, Inggris, yang secara teratur mengunjungi Dubai untuk urusan bisnis, mengaku "menggoda" Najafi tetapi mengatakan, ia tidak melakukan apa pun kecuali memberinya "sebuah kecupan di pipi". Dalam wawancara pertamanya sejak bebas, ia berkata, "Ini melegakan. Saya tidak memikirkan hal lain selama beberapa bulan terakhir. Saya suka (
Dia mengecam Vince Acors dan Michelle Palmer, pasangan Inggris yang dipenjara tahun 2008 karena berhubungan seks di pantai
Ia bebas pada pukul 07.00, Jumat, dan langsung dibawa ke bandara. Ia dilarang masuk kembali ke
=============
Setidaknya ada dua tanggapan yang bisa diberikan terhadap berita di atas. Pertama, peraturan tersebut memang berlaku di negara yang hukumnya berlandaskan hukum Islam. Bagi saya cukup mengejutkan karena Adams menganggap bahwa hukuman yang diberlakukan kepadanya tidaklah adil karena ia merasa tidak melakukan tindakan senonoh. Ia mengaku jika dirinya tidak melakukan hal yang dianggap "tidak senonoh" menurut hukum Uni Emirat Arab, apalagi jika dibandingkan dengan sepasang (laki-laki dan perempuan) asal Inggris yang melakukan hubungan seks di tempat umum (tepi pantai di Dubai). Bukankah Adams sendiri mengaku telah "menggoda" Najafi walaupun mungkin saja pada saat itu ia tidak berada di bawah pengaruh alkohol. Namun, Adams melakukannya di salah satu sebuah restoran di Dubai. Bukankah restoran termasuk salah satu tempat umum?
Tanggapan kedua adalah bahwa protes atau kekecewaan Adams tidaklah beralasan dengan mengatakan bahwa ia tidak melakukannya di tengah keramaian. Meskipun saat itu restoran tersebut sedang tidak ramai oleh pengunjung, tetapi tetap saja restoran termasuk tempat umum. Ditambah, kekecewaan Adams tidak berdasar karena ia terbukti melakukannya di sebuah negara Islam yang telah jelas-jelas melandaskan semua hukumnya pada hukum Islam. Oleh karena itu, akibat tindakannya, maka berdasarkan hukum Islam, Adams memang patut dihukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.