Selasa, 31 Agustus 2010

Terlalu Bersemangat

Di satu pihak, memperingati sesuatu hanya dengan berdasar pada legenda setempat atau tradisi yang dipelihara secara turun-temurun merupakan suatu hal yang cukup aneh, apalagi yang diperingati adalah peristiwa kecelakaan yang terjadi 119 tahun lalu. Anehnya lagi banyak orang yang melakukan tradisi peringatan tersebut bukannya memperingati peristiwa nahas tersebut melainkan berusaha mendengarkan kembali suara peluit kereta dan jeritan penumpang ketika kereta yang ditumpanginya jatuh ke jurang. Semuanya ini dilakukan hanya dengan berdasar pada legenda setempat yang mengatakan bahwa setiap tahun pada tanggal dan jam yang sama ketika tragedi tersebut terjadi, orang dapat mendengarkan kembali suara kecelakaan termasuk suara peluit kereta dan jeritan penumpang. 

Di pihak lainnya, ketika orang-orang "memperingati" suatu peristiwa yang terjadi di tempat yang berbahaya, seperti tragedi kereta yang jatuh dari jembatan kereta api ke jurang tersebut, maka sudah seharusnya mereka memperhatikan keselamatan dirinya. Jika keselamatan tidak diperhatikan, maka hal nahas seperti "nasib" kereta yang jatuh ke jurang tersebut pun bisa terjadi pada orang-orang yang memperingati "peristiwa" tersebut. Seperti yang dialami oleh salah seorang yang hendak mendengarkan kembali suara peluit kereta dan jeritan penumpang, bukannya memperoleh apa yang dikehendakinya, ia malah menjadi korban kecerobohannya karena tidak memperhatikan keselamatannya. Laki-laki yang terlalu bersemangat itu pun meninggal akibat dilindas oleh kereta api yang tidak disangka-sangka melintas pada jam tersebut.

Apa yang dilakukan sekelompok orang tersebut sangatlah janggal karena mereka mendatangi tempat terjadinya tragedi bukan untuk memperingati tragedi itu sendiri, tetapi mendatangi tempat tersebut dengan harapan bisa mendengar suara kecelakaan seperti yang terjadi 119 tahun lalu. Itu pun mereka lakukan berdasarkan legenda setempat. Ketika suatu peristiwa sudah terjadi begitu lampau (dhi. 119 tahun lalu), maka sangat mungkin cerita atau mitos yang beredar pun semakin dramatis dari tahun ke tahun. Artinya, semakin tua cerita itu maka kemungkinan cerita itu mengalami perkembangan pun semakin kuat. Hal inilah yang tidak disadari oleh banyak orang sehingga mereka pun terjebak pada cerita-cerita yang lebih banyak "bumbu penyedapnya" ketimbang intinya dari peristiwa itu sendiri.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Ketika Alam Fantasi Dibawa ke dalam Alam Nyata

Tidak jarang orang percaya jika hal yang dilihat dalam mimpi akan mewujudnyata dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, banyak orang percaya mimpi dapat mengubah "nasib" atau jalan hidup manusia. Mimpi dianggap sebagai gambaran nyata yang akan terjadi juga di alam  nyata sekalipun awalnya hanya terjadi di alam fantasi. Hal inilah yang sepertinya dialami oleh salah seorang pesinetron Marshanda ketika ia memutuskan mengenakan jilbab karena mimpi yang dialaminya. Melalui mimpi mengenai kiamat yang dialaminya selama lima hari beruturut-turut ia percaya jika ia sedang diingatkan untuk semakin mendekatkan diri pada yang kuasa. Sepertinya seorang Marshanda percaya jika mimpi kiamat yang dialaminya merupakan pertanda yang akan terjadi di masa mendatang, oleh karenanya ia mendekatkan diri pada penciptanya.

Apakah apa yang terjadi atau dilihat di dalam mimpi sungguh-sungguh akan terjadi di dalam alam nyata? Bisa ya, bisa tidak. Jika ya, orang tidak bisa serta-merta menyimpulkan bahwa mimpi bisa sungguh-sungguh terjadi dalam alam nyata. Bagaimana jika tidak terjadi? Inilah yang seringkali orang lupakan atau singkirkan, yakni kemungkinan (bahkan lebih sering!) jika apa yang orang alami atau lihat di dalam mimpi tidak terjadi dalam alam nyata, bahkan tidak jarang apa yang terjadi di alam nyata berbalik 180 derajat dengan apa yang terjadi dalam alam fantasi. 

Dengan demikian, bagaimana menjelaskan jika yang dialami atau dilihat dalam mimpi juga dialami atau dilihat dalam alam nyata? Banyak orang mengatakan bahwa mereka mengalami dan melihat sesuatu dalam alam nyata setelah peristiwa itu terjadi kemudian dikaitkan dengan mimpi yang pernah dialaminya. Ini berarti bahwa awalnya mereka tidak mengatakan atau mengaku mengalami mimpi tertentu, namun ketika sesuatu dialami dalam hidupnya mereka pun menyatakan jika beberapa waktu lalu pernah mengalami mimpi yang  kemudian terjadi juga dalam kehidupannya. Dengan demikian, mereka menghubungkan peristiwa yang dialami dalam dunia nyata dengan mimpi yang pernah dialami. 

Hal sebaliknya juga tidak jarang dilakukan orang, di mana awalnya mereka memang mengakui mengalami mimpi tertentu kemudian mimpi tersebut mewujudnyata dalam hidupnya. Jika ini yang terjadi maka sesungguhnya yang dilakukan orang tersebut adalah "membenarkan" bahwa yang dialami dalam mimpinya sesuai dengan yang terjadi dalam kehidupannya. Artinya, orang yang melakukan hal ini sudah begitu yakin jika mimpi yang dialaminya akan sungguh-sungguh terjadi di dalam alam nyata, dan ketika hal tersebut terjadi maka ia pun menyatakan dan semakin percaya jika mimpi akan terjadi kelak dalam alam nyata.

Seperti telah disinggung sepintas di atas, bagaimana seandainya apa dimimpikan tidak terjadi dalam alam nyata alias kehidupan ini? Sesungguhnya kenyataan inilah yang jauh lebih sering terjadi ketimbang mimpi yang mewujudnyata dalam alam nyata. Sayangnya, mereka yang percaya jika mimpi juga terjadi dalam alam nyata menyingkirkan kenyataan bahwa mimpi lebih sering tidak terjadi dalam hidup ini. Mereka tidak mau menerima kenyataan bahwa sesungguhnya mimpi yang terjadi dalam dunia nyata tidak lebih dari sekadar ketidaksengajaan yang harus diakui sangat jarang terjadi. Mimpi, bagi mereka yang percaya jika mimpi itu akan terjadi di kemudian hari, tidak sadar atau tidak mau menerima penjelasan bahwa sesungguhnya mimpi hanyalah proyeksi ke masa depan yang muncul karena dirangsang oleh berbagai ingatan yang diperoleh dari berbagai hal, baik yang pernah dibaca, disaksikan, didengar, maupun dialami manusia. 

Kembali pada mimpi kiamat yang dialami Marshanda maka terlihat dengan begitu gamblang pola ingatan yang dimilikinya, di mana dalam mimpinya ia melihat kiamat seperti yang ditampilkan melalui film Armageddon beberapa tahun silam. Jelas, tayangan film tersebut tersimpan dalam memori otaknya, dan ketika ada peristiwa tertentu terjadi dalam hidupnya maka ingatan akan film tersebut muncul dalam mimpinya. Kita tidak mengetahui persis peristiwa tertentu apa yang dialami/terjadi baru-baru ini, namun kemungkinan besarnya adalah momen bulan Ramadan yang tengah dilakoninya merupakan hal yang sangat masuk akal. 

Peristiwa tertentu yang dialami seseorang merupakan pemicu paling efektif untuk membangkitkan/memunculkan ingatan seseorang terjadi sesuatu yang pernah dibaca, disaksikan, didengar,  bahkan dialaminya. Inilah yang sepertinya dialami oleh seorang Marshanda sehingga ingatannya terhadap film Armageddon pun tampil dalam mimpinya. Oleh Marshanda hal yang dilihat dalam mimpinya tersebut tidak dianggap angin lalu atau didiamkan melainkan olehnya diberikan muatan makna relijius yang dipercayanya sebagai peringatan terhadap dirinya sehingga ia pun mengenakan jilbab. 

Hal yang harus diperhatikan mengenai fenomena mimpi adalah bahwa orang harus sadar dan menerima kenyataan sesungguhnya ada dua kemungkinan, yakni: baik mimpi tersebut terjadi dalam alam nyata maupun tidak terjadi dalam dunia nyata, dan hal kedualah yang lebih sering terjadi dibandingkan yang pertama. Ketika mimpi terjadi dalam alam nyata sesungguhnya tidak lebih dari sekadar ketidaksengajaan yang sangat jarang, namun ketika mimpi tidak terjadi dalam alam nyata banyak orang tidak peduli dengan memberikan banyak alasan. 

Apakah mimpi bisa mengubah "nasib" atau jalan hidup seseorang? Biarlah orang-orang yang percaya pada "kekuatan" mimpi yang menjawab pertanyaan tersebut. Apakah mimpi bisa mengubah sikap atau gaya hidup seseorang? Melihat pada "kasus" Marshanda, maka jawaban yang bisa diberikan adalah positif, "ya."

Jumat, 27 Agustus 2010

Pencideraan terhadap Kemanusiaan

Tindakan kekerasan kembali terjadi di benua Afrika dan kali ini merenggut korban, bukan saja para pegawai pemerintahan tetapi juga rakyat sipil. Tindakan brutal tersebut dilakukan oleh sekelompok fundamentalis Islam dan terjadi ketika umat Muslim sedunia menjalankan ibadah puasa. Mungkin banyak orang mengecam bahwa tindakan keji tersebut merupakan pencideraan terhadap agama tertentu (dhi. Islam) karena dilakukan pada saat bulan Ramadan, bahkan  bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap agama Islam. Tentu, kecaman seperti itu sangatlah wajar apalagi jika dilakukan oleh umat Muslim sendiri. Namun, sudah seharusnyalah jika bukan hanya umat Muslim yang mengecam bahkan mengutuk tindakan brutal tersebut karena sesungguhnya tindakan tersebut bukan hanya menghina dan mencidera umat agama tertentu melainkan juga menghina dan mencidera umat manusia secara lebih luas. 

Ketika suatu tindakan kekerasan merenggut korban manusia, entah korban beragama ataupun bahkan tidak beragama, maka tindakan tersebut sudah seharusnya dikecam oleh seluruh umat manusia. Sekalipun tindak kekerasan yang terjadi tidak melenyapkan nyawa manusia, namun tetap saja tindakan tersebut harus dikcecam bahkan dikutuk karena telah menghina dan mencidera manusia sebagai makhluk hidup. Inilah salah satu tindakan yang tergolong tidak humanis, bahkan sangat tidak humanis.

Semua tindakan yang melibatkan manusia sebagai makhluk hidup sudah sepatutnya tidak dipandang secara sempit, hanya dengan mengaitkan pada ideologi, kepercayaan (agama), atau prinsip tertentu yang dimiliki orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, ketika suatu tindakan atau peristiwa dialami manusia maka tanggung jawab manusia lainnya untuk peduli terhadap hal tersebut. Artinya, nilai kemanusiaanlah yang dikedepankan, diutamakan, dan dijunjung tinggi melampaui ideologi, agama, dan/atau prinsip seseorang. Oleh karena itulah nilai kemanusiaan, seperti penghargaan terhadap nyawa seseorang harus yang lebih dipentingkan dan dihargai daripada kepercayaannya. Dengan demikian, siapa dan apa kepercayaan yang dianut seseorang menjadi tidak begitu relevan karena siapapun dia dan apapun kepercayaan yang dipeluknya, orang tersebut adalah manusia. Itulah yang pertama dan terutama.

Kamis, 26 Agustus 2010

Spiritual = (Ke)tenang(an)?

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Bali, akan membahas  pariwisata spiritual sekaligus meluruskan konsep "wisata spiritual" yang selama ini disalahartikan dengan menganggap wisatawan diajak bersembahyang. Yang dimaksud dengan "wisata spiritual" yakni menonjolkan ketenangan sehingga wisatawan bisa menikmati suasana spiritual. Salah satu konsep yang akan dilaksanakan dalam "wisata spiritual" tersebut yakni meniadakan cafe sekaligus meningkatkan fasilitas restoran sehingga wisatawan betah.

Apakah upaya "pelurusan" yang dilakukan PHRI Karangasem, Bali, sudah tepat dengan mengartikan kata "spiritual" sebagai ketenangan. Apakah "spiritual" menunjuk pada suasana atau keadaan yang tenang? Apakah "spiritual" sama dengan (ke)tenang(an)? Setelah mengecek melalui internet Kamus Besar Bahasa Indonesia, Oxford Dictionary, dan Merriam-Webster Dictionary ternyata kata "spiritual" tidak menunjuk ketenangan atau keadaan yang tenang. Pengertian "spiritual" sama sekali tidak sama dengan yang dimaksud oleh PHRI Karangasem, Bali, karena tidak sama sekali tidak menyejajarkan "spiritual" dengan kata "tenang" atau "ketenangan." Dengan mengacu pada ketiga kamus tersebut berarti pengertian yang digunakan PHRI Karangasem, Bali, terhadap penggunaan kata "spiritual" berbeda dari pengertian menurut ketiga kamus tadi.

Ada satu hal yang secara sejajar dikemukakan oleh ketiga kamus tadi bahwa "spiritual" berkaitan dengan roh dan menunjuk pada sesuatu yang tidak memiliki raga/fisik. Artinya, "spiritual" menunjuk pada dunia roh, yakni sesuatu yang tidak bertubuh. Jika PHRI Karangasem, Bali, pada satu sisi dalam program "wisata spiritual"-nya hendak meniadakan cafe namun pada sisi lain tetap mempertahankan, maka dengan mengacu pada pengertian "spiritual" menurut ketiga kamus tadi, sesungguhnya PHRI Karangasem, Bali, telah bertindak tidak tepat sekaligus tidak konsisten. Tidak tepat, karena "spiritual" sama sekali tidak berhubungan dengan ada atau tiadanya sebuah tempat/bangunan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa "spiritual" tidak terbatas pada bentuk fisik dari suatu hal. Oleh karena itulah rencana meniadakan cafe sebagai salah satu bentuk langkah "spiritual" tidaklah nyambung karena "spiritual" tidak membatasi diri pada bangunan

Selain tidak tepat, rencana PHRI Karangasem, Bali, meniadakan cafe tidaklah konsisten karena seandainya pun cafe hendak ditiadakan karena tidak sesuai dengan "semangat spiritual," maka seharusnya restoran pun ditiadakan karena berbentuk bangunan. Namun, terlepas dari cafe dan restoran yang berbentuk bangunan, upaya pelurusan pengertian "spiritual" yang dilakukan PHRI Karangasem, Bali, ternyata tidak sama dengan pengertian yang dimiliki ketiga kamus yang telah digunakan tadi. Ini artinya bahwa PHRI Karangasem, Bali, memiliki pengertian yang berbeda dari ketiga kamus tersebut yang berdampak pada sikap yang berbeda pula. Harus disadari penuh bahwa pengertian membawa orang pada sikap yang berdasar pada pengertian yang dimilikinya. Artinya, pengertian bermuara pada sikap.

Hantu Genderuwo

Seorang warga Desa Wates, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, mengaku jika dada suaminya dilukai oleh "makhluk" yang oleh warga sekitar diyakini sebagai hantu genderuwo. Ketika peristiwa itu terjadi ia sedang tidur dengan suaminya di ruangan yang sama dan ketika tiba-tiba terbangun ia melihat sesosok besar menyerupai manusia sedang berjalan ke luar kamarnya. Ketika dibangunkan oleh Jumaasih - nama ibu tersebut - ternyata suaminya (Setulam) sudah dalam keadaan pingsan. Peristiwa tersebut dipercaya oleh warga karena hantu genderuwo itu hendak mengambil hati Setulam untuk menambah kesaktiannya sehingga meninggalkan luka sepanjang lima sentimeter akibat kuku "makhluk" tersebut. 

Apakah memang benar ada "makhluk" yang tidak jelas "identitas"-nya yang berusaha mengambil hati manusia akibatnya ia melukai korbannya? Bagaimana menjelaskan hal tersebut? Jika ya, mengapa ada "makhluk" yang berusaha mengambil hati manusia? Untuk menambah kesaktiannya? Jawaban yang sangat tidak memuaskan karena begitu pendek dan sederhana. Jika jawabannya tidak, maka perlu diberikan penjelasannya. Inilah yang menjadi fokus tulisan ini. 

Beberapa waktu lalu pernah diangkat tulisan mengenai Pisau Ockham. Nah, berita di atas coba dijelaskan dengan menerapkan Pisau Ockham. Dengan menggunakan Pisau Ockham maka berita mengenai apa atau siapa yang telah melukai laki-laki malang tersebut akan lebih jelas  dan nyata ketimbang menggunakan penjelasan mistik seperti yang dipercaya oleh warga Desa Wates. Pisau Ockham selalu berusaha mencari dan memberikan penjelasan yang rasionalistik terhadap berbagai hal, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan supernatural dan paranormal. Beberapa kemungkinan rasionalistik bisa dikemukakan terhadap peristiwa tersebut: 

Kemungkinan pertama adalah bahwa laki-laki malang tersebut ketika tidur tanpa sengaja  telah melukai oleh dirinya sendiri. Namun berdasar pada luka yang di dadanya yang sepanjang lima sentimeter dengan didukung oleh keterangan medis, maka menjadi tidak mungkin jika laki-laki tersebut melukai dirinya sendiri hanya dengan kukunya. 

Kemungkinan kedua adalah bahwa laki-laki malang tersebut telah dilukai oleh istrinya sendiri, entah sengaja ataupun tidak sengaja. Namun, kemungkinan kedua ini lumayan kecil tingkat kemungkinannya karena melibatkan istri laki-laki tersebut walaupun sama sekali menyingkirkan adanya kemungkinan hal tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan kemungkinan ketiga. 

Kemungkinan ketiga adalah bahwa laki-laki malang tersebut telah dilukai oleh penjahat yang masuk ke dalam rumahnya ketika ia dan istrinya sedang tidur. Namun, ketika ia sedang melakukan perbuatan jahatnya tanpa diduga istri laki-laki itu terbangun sehingga penjahat itu menghentikan perbuatannya dan kabur. 

Setidaknya ada tiga kemungkinan rasionalistik yang bisa dikemukakan dengan bantuan Pisau Ockham, dan kemungkinan yang paling masuk akal dari ketiganya adalah kemungkinan yang ketiga, di mana laki-laki itu telah dilukai oleh penjahat. Harus diingat bahwa Pisau Ockham berusaha memberikan penjelasan yang paling masuk akal dengan menyingkirkan berbagai hal yang berkaitan dengan mistik. "Semangat" Pisau Ockham adalah memberikan sebanyak mungkin kemungkinan yang masuk akal, jelas, dan nyata. Oleh karena itu, semua penjelasan paranormal dan supernatural bisa dijelaskan dengan Pisau Ockham dengan mengajukan sebanyak mungkin kemungkinan yang masuk akal ketimbang penjelasan paranormal dan supernatural yang selalu simplisistik, seringkali tidak jelas, dan tidak konsisten. 

Dengan demikian, tidak seperti berbagai penjelasan paranormal dan supernatural yang selalu begitu menyederhanakan perkara, seringkali tidak jelas, dan tidak konsisten serta hanya mengemukakan satu kemungkinan, sebaliknya, Pisau Ockham akan sangat membantu dengan memberikan penjelasan yang tidak menyederhanakan perkara, berusaha konsisten pada peristiwa yang terjadi, dan mengajukan kemungkinan rasionalistik sebanyak mungkin. Jika penjelasan paranormal dan supernatural ketat pada hal-hal mistik dan gaib, sementara Pisau Ockham akan berusaha memberikan penjelasan yang tidak mistik atau gaib dengan mengajukan berbagai kemungkinan yang berlawanan dengan hal-hal mistik atau gaib karena sesungguhnya hal-hal mistik atau gaib bisa dijelaskan secara nalar.

Hantu Perempuan Berwajah Mirip Kucing

Fenomena "penampakan" hantu kembali muncul dan kali ini menggegerkan warga Dusun Krajan, Semedusari, Kecamatan Lekok, Pasuruan (Jatim). Menurut pengakuan warga yang pernah berjumpa/melihat wujud hantu (berjenis kelamin) perempuan itu wajahnya mirip kucing mengenakan pakaian serba hitam dan tinggi besar. Namun warga mengaku di malam yang berbeda melihat "makhluk" yang sama namun kali ini mengenakan baju ala ninja bahkan ada yang mengaku terlibat kontak fisik (perkelahian) dengan makhluk itu hingga luka-luka.

Beberapa pertanyaan segera muncul ketika membaca berita tersebut:

1. Bagaimana warga yang mengaku pernah melihat "makhluk" itu bisa mengatakan jika ia (berjenis kelamin) perempuan? Apa dasarnya? Wajahnya? Ataukah karena rambutnya yang  panjang? Sayangnya keterangan untuk semua pertanyaan tersebut tidak tersedia.

2. Jika "makhluk" tersebut perempuan, namun mengapa dikatakan juga jika wajahnya mirip kucing? Jadi sesungguhnya "makhluk" apakah yang telah dilihat oleh warga itu? Ini adalah yang aneh karena warga sepertinya tidak yakin sosok apa atau siapakah yang telah mereka lihat?

3. Jika dikatakan pada malam yang lain "makhluk" tersebut berpakaian ala ninja ini artinya bagian wajah bahkan mungkin kepalanya tertutup sehingga hanya menyisakan bagian kedua matanya yang terbuka, namun bagaimana bisa warga tetap bisa mengenali dan mengatakan bahwa ia adalah "makhluk" yang sama dengan yang pernah mereka lihat sebelumnya (hantu perempuan yang wajahnya mirip kucing)? Padahal sebagian besar wajah "makhluk" tersebut tertutup.

4. Jika ada warga yang mengaku pernah terlibat perkelahian dengan "makhluk" itu, namun mengapa orang tersebut tidak bisa mengetahui "identitas" yang sesungguhnya dari "makhluk" itu? Masakan ketika terjadi perkelahian penutup wajah makhluk itu sama sekali tidak koyak atau tersingkap sehingga orang itu bisa melihat wajahnya? Apalagi jika dikatakan terjadi perkelahian, ini artinya telah terjadi kontak fisik yang serius sehingga orang yang terlibat kontak fisik dengan "makhluK" itu seharusnya bisa mengidentifikasi dengan siapa atau apakah ia  telah terlibat kontak fisik. 

Berkaitan dengan pengakuan adanya warga yang terlibat perkelahian dengan "makhluk" aneh tersebut hingga mengalami luka, bisa jadi orang yang bersangkutan melebih-lebihkan peristiwa yang dialaminya. Sangat mungkin sebenarnya yang dialami orang itu adalah perkelahian dengan manusia. Jadi, ia bukannya terlibat perkelahian dengan "makhluk" seperti diakuinya melainkan hanya berkelahi dengan manusia. 

Hal yang sangat janggal adalah sikap warga menanggapi fenomena munculnya "makhluk" aneh itu, yakni dengan meningkatkan pengamanan di wilayah mereka. Sangat janggal karena sejauh yang saya ketahui berdasarkan kepercayaan banyak orang jika hantu atau apapun namanya itu yang termasuk ke dalam "kategori" makhluk halus tidak berfisik, oleh karenanya dinamakan "makhluk halus." Namun warga meningkatkan pengamanan seperti sedang menghadapi ancaman sosok yang memiliki fisik, seperti: manusia atau binatang. Jika yang dihadapi warga termasuk ke dalam kategori "makhluk halus," bukankah artinya yang dilakukan warga (meningkatkan keamanan) sebagai tindakan yang sia-sia karena toh "makhluk" tersebut tetap bisa menerobos pengamanan warga. Mengapa? karena ia tidak memiliki fisik sedangkan yang dilakukan warga adalah pengamanan fisik.

Banyaknya warga yang mempercayai mengenai berita adanya "makhluk" yang sesungguhnya tidak jelas tersebut sangatlah memprihatinkan karena ada warga yang takut ke luar rumah pada malam hari. Mereka takut terhadap pada sesuatu yang tidak jelas. Setidaknya, mereka percaya pada suatu hal yang "identitas"-nya bahkan keberadaannya belum jelas karena hanya mendengarnya dari pengakuan orang lain. Pengakuan yang sekalipun diutarakan banyak orang, namun tidaklah begitu jelas itulah yang mudah diterima dan dipercaya banyak orang serta diyakini sebagai kebenaran. 

Pengakuan, pengalaman, dan kepercayaan banyak banyak orang tidak serta-merta menjadikan hal-hal tersebut sebagai kebenaran karena kebenaran bukan terletak pada ketiga hal tersebut melainkan terletak pada seberapa kuat nalar digunakan dalam menganalisis ketiga itu. Mengapa nalar? karena hanya nalar manusialah yang menjadi tolok ukur dalam menilai banyak hal, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan fenomena mistik yang diakui, dialami, dan dipercaya. Nalar merupakan ujung tombak dan benteng terakhir dalam pikiran manusia karena jika bukan nalar yang digunakan manusia, maka akibatnya adalah seperti yang dialami warga dalam berita di atas yang percaya terhadap informasi yang beredar dari mulut ke mulut bahkan ada yang takut ke luar rumah pada malam hari. Oleh karena itu, percaya dan takut pada sesuatu yang tidak jelas dengan hanya berdasar pada pengakuan, pengalaman, dan kepercayaan orang lain, khususnya yang berkaitan dengan hal-hal mistik sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan sekaligus  ironis di tengah perkembangan dan kemajuan pemikiran manusia modern masa kini.

Rabu, 25 Agustus 2010

Sealiran Kok Ricuh?

Kok bisa-bisanya sesama manusia terlibat dalam kericuhan, terlebih kericuhan tersebut melibatkan mereka yang memiliki kepercayaan yang sama? Bukankah seharusnya mereka yang beriman sama itu malah saling dukung, bantu, bahkan mencintai, namun kenyataannya malah terlibat dalam kericuhan. Tentu, sikap seperti ini (seharusnya) sungguh-sungguh memalukan mereka yang mengaku dan mendaku beragama dan percaya kepada Tuhan. Selain itu, sikap ricuh di antara orang-orang sealiran tersebut akan semakin membuat mereka yang antipati terhadap agama dan orang-orang yang beragama semakin tidak menyukai agama dan orang-orangnya.

Mungkin orang akan berdalih bahwa yang seharusnya dikritisi bukanlah agamanya, melainkan orang-orang yang melakukan tindakan tidak terpuji itu. Secara sepintas dalih ini sepertinya tepat, namun jika dilihat secara lebih tajam dan jernih tidaklah demikian. Artinya, bukan saja orang-orang beragama yang melakukan tindakan memalukan, seperti: membuat onar atau kericuhan yang harus dikritisi melainkan dasar kepercayaan (agama) yang selama ini dianut orang-orang tersebut juga patut dikritisi karena ternyata agama yang mereka anut tidak mampu "menahan" mereka dari amarah akibatnya mereka berbuat ricuh dengan sesamanya yang seiman. 

Jika agama, seperti yang dipeluk dan diyakini oleh begitu banyak orang hingga saat ini dianggap bisa membawa para penganutnya pada ketenteraman, kedamaian, dan kesejukan, namun mengapa nyatanya kericuhan dengan umat seiman bisa terjadi? Belum lagi ditambah dengan kericuhan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh umat beragama/kepercayaan yang lain. Mungkin juga orang akan berkilah bahwa yang melakukan tindakan-tindakan tercela seperti itu adalah orang-orang yang belum memahami dan menjalankan agama dengan benar. Artinya, mereka merupakan oknum-oknum dan tidak bisa dianggap mewakili keseluruhan bahkan sebagian besar umat beragama. Tentu, argumen ini jika dilihat secara sepintas juga tepat, namun tetaplah lemah. Artinya, tetap, oknum-oknum tersebut juga adalah orang-orang beragama. Terlepas mereka belum memahami dan menjalankan agama mereka dengan benar dan sungguh-sungguh merupakan hal lain, namun yang pasti, mereka pun termasuk ke dalam orang-orang beragama, apalagi peristiwa itu melibatkan orang-orang yang seiman.

Jika umat beragama tidak mampu mengejawantahkan teori-teori nan indah yang terdapat dalam agama mereka masing-masing, ini artinya bahwa agama yang mereka anut tidak mampu mendorong mereka mewujudkan ajaran-ajaran agamanya. Sesungguhnya suatu ajaran yang benar bukan ditentukan oleh seberapa banyak orang mempercayai dan menganutnya, tetapi seberapa kuat ajaran itu telah mendorong atau menginspirasi, bukan saja mereka yang mempercayai dan menganutnya melainkan juga mereka yang tidak memeluk ajaran itu. Apakah ada seorang yang sungguh-sungguh mempercayai dan menganut agamanya namun tergerak atau terinspirasi oleh agama lain? Mungkin contoh terdekat adalah  Mahatma Gandhi, seorang Hindu sejati yang, bukan saja mengaggumi sosok Yesus Kristus, sesembahan umat Nasrani, namun juga tergerak dan terinspirasi oleh ajaran-ajaran Yesus. Namun harus diingat, Gandhi sama sekali tidak tergerak dan terinspirasi oleh agama Kristen, tetapi tergerak dan terinspirasi oleh ajaran-ajaran Yesus karena ia (Gandhi) sendiri menyatakan bahwa banyak orang Kristen yang malah tidak menjalankan ajaran Yesus.

Senin, 23 Agustus 2010

Sangat Memalukan!

Sangat disayangkan sebuah pernyataan ganjil dikemukakan oleh salah seorang pemimpin masyarakat ketika ia menyatakan bahwa wartawan merupakan profesi yang berdosa. Selain tidak didukung oleh penjelasan yang lebih lanjut, walikota Banjarmasin itu, berusaha berkilah dengan menyatakan bahwa perkataan tersebut bukanlah berasal dari mulutnya melainkan dari ormas Islam setempat. Tidak cukup melakukan kesalahan yang pertama, ia melakukan kesalahan yang kedua yakni berusaha berbohong. Suatu tindakan yang sangat disayangkan dan memalukan. 

Terlepas jika ia memberikan penjelasan mengenai alasan ia menyatakan wartawan merupakan profesi yang berdosa, tetap saja, pernyataan seorang walikota seperti itu sama sekali tidak mencerminkan suatu tindakan yang menghargai profesi orang lain. Terlebih, apakah "berdosanya" jika seorang berprofesi sebagai wartawan? Apakah karena profesi wartawan selalu lekat (lebih tepatnya mengalami stigmatisasi) dengan berita-berita yang tidak akurat bahkan salah sehingga cenderung dianggap menyebarkan gosip atau fitnah? Kalaupun ya, tidak ada seorang makhluk pun yang berhak "menghakimi" profesi tersebut dan menstigmatisasinya sebagai "profesi berdosa" karena ia bukanlah Tuhan. Sekalipun ia adalah Tuhan, mengapa ia (Tuhan) bukan sejak awalnya menghalangi atau tidak menciptakan  profesi tersebut dengan "kemahakuasaannya" sehingga banyak orang tidak akan menjadi wartawan? 

Pernyataan yang sangat merendahkan sebuah profesi sangatlah disayangkan dan memalukan, apalagi pernyataan itu berasal dari mulut seorang pemimpin masyarakat dan dilakukan bukan sekali serta di hadapan banyak orang. Bisa dibayangkan pengaruh ucapan tersebut terhadap, baik mereka yang ketika itu mendengarkan pernyataan tersebut secara langsung maupun mereka yang berprofesi sebagai wartawan. Pertama, mereka yang mendengarkan secara langsung jika tidak "diperlengkapi" dengan pikiran yang kritis atau mudah percaya dan mengikuti pernyataan pemimpinnya tentu akan berpikiran serupa sehingga membenci orang-orang yang berprofesi sebagai wartawan. Kedua, mereka yang berprofesi wartawan tak pelak lagi menjadi sangat tersinggung karena telah direndahkan atau dilecehkan seakan-akan profesi mereka tidak baik alias tidak halal padahal banyak dari mereka yang menjalankan profesinya itu dengan sebaik mungkin. Terlepas banyaknya wartawan yang mungkin tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan tidak baik, namun sekali lagi, tidak ada seorang pun yang berhak merendahkan profesi yang menjadi tumpuan "dapur" orang lain tersebut.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Mirip Aja Tuh...

Selain kepribadian seseorang bisa "dibaca" melalui horoskop, seperti dipercaya banyak orang, ternyata kepribadian seseorang juga bisa "dilihat" melalui bentuk bibir. Setidaknya itulah yang dinyatakan oleh Poppy King, seorang pembuat lipstik. Lucunya, hal tersebut bukan dikatakan oleh seorang psikolog atau orang yang memiliki kompetensi di bidang kepribadian melainkan oleh seorang pembuat lipstik. Namun ia sama sekali tidak menjelaskan bagaimana hubungan antara bentuk bibir seseorang dengan kepribadian orang yang bersangkutan, dan contoh yang digunakan adalah bibir para figur publik. Mengapa ia tidak menggunakan bentuk-bentuk bibir tertentu tanpa melibatkan bibir para figur publik? Bagaimana ia bisa mengetahui kepribadian  para figur publik yang bibirnya digunakan sebagai contoh? Penjelasan mengenai kepribadian para figur publik itu pun sangat umum karena umumnya para figur publik memiliki kepribadian seperti yang dijelaskan King. 

Setelah memperhatikan bentuk bibir para figur publik yang dijadikan contoh semuanya terlihat mirip saja alias nyaris tidak ada perbedaan yang berarti. Dan satu hal yang pasti, semua bentuk bibir para figur publik yang digunakan sebagai contoh itu, bagi saya, terlihat menarik. Tentu, "analisis" yang dibuat oleh King tidak perlu dianggap serius karena dia bukanlah seorang yang memiliki keahlian di bidang psikologi atau kepribadian melainkan seorang pembuat lipstik. Oleh karena itu, yang dilakukannya adalah berupaya agar jualannya, yakni lipstik, bisa laris manis di pasaran, seperti manisnya paras para figur publik yang digunakannya sebagai contoh.

Kamis, 19 Agustus 2010

Ketika Tradisi & Cerita Bersatu

Ketika objek yang berasal dari atau berada dekat suatu tempat yang dianggap banyak orang suci (tempat beribadah khususnya yang berusia sangat tua) atau keramat (kuburan atau pohon besar yang tua), tidak jarang objek tersebut diyakini memiliki keistimewaan atau khasiat, seperti: menyembuhkan penyakit atau setidaknya membawa rezeki bagi orang-orang yang menyentuh atau membawa pulang bagian dari objek itu. Ini artinya bahwa objek tersebut bukan dianggap sebagai objek yang biasa-biasa saja seperti objek serupa lainnya karena ia berasal dari atau berada dekat dengan tempat-tempat seperti tadi. Salah satu contohnya adalah air sumur yang berada di sebuah Masjid di kota Surabaya yang dipercaya banyak orang memiliki khasiat dan  dapat membawa berkah bagi orang yang mengambilnya sebagai wudhu. Oleh karena Masjid tersebut merupakan Masjid tertua di kota Surabaya - dibangun tahun 1421 - serta banyak orang yakin sekalipun musim kemarau panjang sumur tersebut tetap mengeluarkan air, maka air yang berasal dari sumur tua tersebut dipercaya berkhasiat dan membawa berkah. 

Ada ratusan, bahkan mungkin ribuan sumur yang tersebar di seluruh Indonesia, belum lagi sumber atau tempat-tempat yang menampung air yang ada di Indonesia, namun hanya beberapa  (tidak semua) sumber air yang dianggap istimewa, dan salah satunya air yang berasal dari sebuah sumur yang berada di sebuah Masjid di Surabaya. Mengapa tidak semua air atau sumber air dianggap istimewa? Karena tidak semua air dan sumber air berasal dari atau berada di sebuah tempat yang istimewa. Tidak semua sumur berada di suatu tempat yang dianggap keramat karena usianya yang sangat tua. Tidak semua air berasal dari sebuah tempat yang dianggap suci oleh banyak orang yang meyakininya karena sebagian besar sumur tidak berada di dalam bangunan peribadahan apalagi usia bangunan tersebut sangat tua. Oleh karena itulah hanya sedikit air dan sumber air (dhi. sumur) yang dianggap istimewa, seperti air sumur yang berada di sebuah Masjid di Surabaya walaupun air di sumur tersebut berasal dari tanah seperti air di sumur-sumur lainnya.


Rupanya tempat (dhi. bangunan peribadahan) dan tradisi yang tua (dhi. usia sebuah bangunan; kapan bangunan tersebut didirikan) memainkan peranan yang sangat vital dalam perkembangan suatu keyakinan. Hal ini tentu ditopang pula oleh berbagai cerita yang berkembang di masyarakat mengenai objek yang diyakini memiliki keistimewaan tertentu. Ketika sebuah tradisi dan (banyak) cerita bersatu, maka pada saat itulah sebuah keyakinan dianggap sebagai kebenaran oleh mereka yang mempercayainya.

Batu Ajaib

Fenomena "batu ajaib" yang diyakini banyak orang bisa menyembuhkan penyakit muncul di Desa Sungaikayu, Kecamatan Kapuasbarat. "Batu ajaib" tersebut dimiliki oleh Berti setelah berdasarkan pengakuannya, pada suatu malam ia ditemui secara misterius oleh seorang kakek yang memberikannya batu tersebut. "Keajaiban" yang dimiliki batu tersebut menyebar di antara warga melalui mulut ke mulut. Artinya, salah seorang warga menceritakan mengenai keampuhan "batu ajaib" tersebut setelah, katanya, ia mengalami sendiri kesembuhan karena disembuhkan oleh batu itu. 

Berita yang menyebar dari mulut ke mulut tidak seharusnya segera atau mudah dipercaya karena bisa saja: 

Pertama, berita tersebut dibuat/berasal dari mulut orang terdekat dengan pemiliki batu tersebut sehingga kemungkinan ia membuat/mengarang cerita demi menarik perhatian orang banyak sangatlah mungkin terjadi. 

Atau, kedua, mungkin orang yang pertama kali disembuhkan ketika proses penyembuhan itu terjadi melihat atau diberitahu bahwa ada "batu ajaib" yang berada di sekitar atau bahkan telah digunakan untuk menyembuhkan penyakitnya. Artinya, awalnya orang itu tidak menyadari jika kesembuhan yang dialaminya merupakan suatu kebetulan, namun setelah diberitahu bahwa ketika itu ada "batu ajaib" barulah ia mempercayainya. 

Atau, ketiga, si pemilik batu tersebut sengaja telah merekayasa sebuah cerita sehingga banyak orang mempercayai jika batu yang dimilikinya bukanlah sekadar batu biasa seperti batu-batu lainnya. Bagaimana caranya? Oleh karena itulah ia mengatakan  bahwa pada suatu malam seorang kakek secara misterius telah memberikannya batu itu dan batu itu telah membuat tangannya keram. Cerita yang lumayan menarik bukan? Setidaknya, membuat banyak orang menjadi penasaran ketika mendengar cerita tersebut. Perhatikan saja ia menggunakan kata-kata, seperti: "misterius," "suatu malam," dan "membuat tangannya keram." Tentu hal yang serupa tidak akan terjadi jika si pemilik batu hanya mengatakan bahwa ia secara tidak sengaja telah menemukan sebuah batu di pinggir jalan pada siang hari dan batu itu tidak mengakibatkan apa-apa pada dirinya. Tentu, ia "harus" menambahkan jika "batu ajaib" tersebut telah membuat tangannya keram. Dengan demikian, cerita orang tersebut "terasa" menarik dan membuat penasaran, setidaknya bagi orang-orang yang memang menyukai hal-hal yang bernuansa misterius dan mistis. 

Bagaimana menguji kebenaran "batu ajaib" tersebut? Diperlukan beberapa orang (lebih dari tiga orang) yang saling tidak kenal, masing-masing dengan penyakit yang sama. Kemudian mereka dibawa kepada batu yang diyakini "ajaib" tersebut, tentu, sebelumnya kepada mereka tidak diberitahu hendak dibawa ke mana. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap kelompok kedua, namun kali ini mereka memiliki penyakit yang berlainan. Setelah semuanya dilakukan barulah dilakukan pemantauan secara berkala, apakah penyakit mereka sungguh-sungguh telah lenyap selamanya atau hanya hilang beberapa saat (jam atau beberapa hari) akibat sugesti yang muncul karena "batu ajaib." Jika semua orang tadi mengalami kesembuhan, berarti itu memang "ajaib," namun jika hanya beberapa orang atau sebagian kecil yang sembuh, jelas, beberapa orang yang mengalami kesembuhan itu bisa jadi karena memiliki daya sugesti yang lebih kuat dibandingkan orang-orang yang tidak mengalami kesembuhan. 

Bagaimana jika sebagian besar orang tadi mengalami kesembuhan, dan hanya sebagian kecil yang tidak mengalami kesembuhan? Hal ini belum bisa dijadikan patokan bahwa batu itu "ajaib" sehingga bisa menyembuhkan sebagian besar orang tadi. Dengan demikian, yang pertanyaan yang harus dijawab adalah: Mengapa sebagian kecil orang (tetap ada beberapa orang) tidak sembuh sedangkan sebagian besarnya sembuh padahal batu tersebut diyakini bisa menyembuhkan (semua) penyakit? Jika terhadap pertanyaan itu tidak ada jawabannya, maka jelas, batu yang diyakini "ajaib" itu sesungguhnya hanyalah batu biasa karena orang-orang yang mengalami kesembuhan tidak lebih dari sekadar suatu kebetulan atau akibat sugesti yang dimiliki karena toh ada beberapa orang tidak mengalami kesembuhan walaupun telah "berobat" pada "batu ajaib" tadi.

Rabu, 18 Agustus 2010

Pilih Kasih

Jika peristiwa jatuhnya pesawat di Pulau San Andres, Kolombia, dianggap sebagai suatu "keajaiban" karena mengacu pada kondisi pesawat yang hancur, tentu hal tersebut tidak akan berlaku bagi keluarga, Amar Fernandez de Barreto, seorang nenek berusia 70 tahun, satu-satunya penumpang pesawat yang meninggal dalam peristiwa naas tersebut. Peristiwa mengerikan namun "ajaib" itu keluar dari mulut Gubernur San Andres Pedro Gallardo yang menegaskan: "Hanya tangan Tuhan yang mencegah jatuhnya korban tewas. Kita harus berterima kasih kepada Tuhan." 

Jika tangan Tuhan memang "ajaib" dan mampu mencegah jatuhnya korban tewas, mengapa tidak sekalian saja ia menyelamatkan pesawat itu sehingga tidak sampai jatuh sama sekali? Mengapa ia membiarkan pesawat itu jatuh, apapun penyebabnya, dan membiarkan seorang nenek meninggal sekalipun akibat serangan jantung? Apakah ia (Tuhan) adalah sosok yang pilih kasih? Masih menganggap peristiwa jatuhnya pesawat itu merupakan "keajaiban"? Jika ya, coba katakan hal itu pada keluarga yang ditinggalkan oleh nenek yang telah meninggal.

Salah Nih Ye...

Awalnya jasa paranormal digunakan untuk mencari dan menemukan seorang anak perempuan yang hilang sejak 31 Juli 2010, namun secara tidak sengaja malah menemukan tubuh seorang perempuan dibungkus plastik di sebuah areal taman rekreasi di Sydney. Anehnya, penemuan tubuh seorang perempuan yang tidak sengaja itu malah diklaim oleh Kepala Inspektur Detektif Pamela Young sebagai sesuatu yang menarik karena dianggap terjadi karena bantuan paranormal tersebut yang dipercaya mampu menggunakan kekuatan inderanya. Padahal tujuan utama digunakannya paranormal adalah untuk menemukan seorang anak yang hilang setelah terakhir kali dilihat bersama ibunya pada 31 Juli 2010. Ditemukannya jasad seorang perempuan itu bukanlah karena jasa paranormal tersebut akibat terjadi secara tidak sengaja. Dengan demikian, tidak ada yang menarik apalagi istimewa dari peristiwa ditemukannya jasad perempuan di areal taman rekreasi itu karena bukan kali itu saja ditemukan jasad manusia. Artinya, di belahan bumi lainnya pada saat yang sama dan/atau saat yang berlainan sudah sangat sering ditemukan jasad secara tidak sengaja dan peristiwa seperti itu masih akan terus terjadi. Namun bedanya, kali ini penemuan tidak sengaja tersebut melibatkan paranormal.

Jangan sampai orang mudah tertipu oleh, entah yang dinamakan paranormal ataupun peramal, karena sekalipun hal yang diramalkan oleh mereka terjadi, itu tidak lebih dari sekadar suatu kebetulan yang sama sekali tidak disengaja. Artinya, bisa saja hal yang diramalkan terjadi, namun itu tidak berarti bahwa peramal tersebut bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Yang dilakukan oleh peramal sesungguhnya hanyalah melihat berbagai kemungkinan yang akan terjadi dengan mengacu pada peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Jika itu yang dilakukan itu artinya ia bukan meramal melainkan menghitung probabilitas yang akan terjadi. 

Oleh karena itu, orang harus jeli dengan segala perhitungan atau analisis yang biasa dilakukan paranormal atau peramal karena orang-orang seperti itu pasti mengumpulkan data melalui pertanyaan-pertanyaan sebelum melakukan perhitungan dan analisis. Ketika perhitungan dan analisis tersebut dihasilkan, maka sesungguhnya yang terjadi tidak lebih dari sekadar kemungkinan-kemungkinan masuk akal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh orang lain. Dengan demikian, perhitungan dan analisis yang dilakukan mereka sama sekali tidak istimewa, walaupun bagi banyak orang ya, dan menarik.

Kembali pada kasus paranormal yang awalnya bertugas mencari dan menemukan seorang anak yang hilang, jangan lupa, ia sudah salah ramal karena bukan anak tersebut yang ditemukan melainkan perempuan yang sudah meninggal. Ini artinya paranormal itu sudah gagal dalam misinya menemukan Keisha, anak perempuan yang hilang tersebut.

Selasa, 17 Agustus 2010

Pengakuan yang Aneh

Banyak orang mengaku telah melihat "penampakan" atau menyaksikan peristiwa yang sebenarnya tidak tidak begitu jelas menurut penglihatannya, namun tidak sedikit dari mereka yang sangat yakin dengan penglihatan yang dialaminya. Berbagai "penampakan" yang diyakini oleh banyak orang, seperti: kilatan cahaya yang terjadi di langit pada malam hari yang diyakini sebagai UFO atau pesawat luar angkasa yang di dalamnya ada aliens atau bayangan yang menyerupai sosok/figur tertentu yang dipercaya sebagai hantu atau Bigfoot. Dari semua kesaksian yang pernah diberikan sebagian besar - kalau tidak mau dikatakan semuanya - tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat, seperti: penjelasan yang jernih dan argumen yang konsisten. Hal ini belum ditambah oleh bukti-bukti fisik jika "penampakan" atau peristiwa tersebut terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga orang (-orang) yang menyaksikannya dapat mengabadikan peristiwa tersebut dengan kamera. Namun, sebagian besar dari peristiwa tersebut terjadi begitu singkat/cepat, entah objek yang langsung menghilang (dalam peristiwa "penampakan" UFO) ataupun orang yang melihat langsung ngacir karena takut (dalam fenomena hantu).

Hal terakhir inilah yang dialami oleh Jake Bestwick (12 tahun) ketika ia mengaku telah melihat hantu berjubah hitam saat berada di rumah sakit. Berdasarkan pengakuan yang diberikan oleh Bestwick, si hantu berjubah hitam tersebut secara tiba-tiba muncul di hadapannya dan di antara mereka hanya terbentang jarak sekitar 20 cm. Ini artinya, Bestwick melihat hantu itu dari jarak yang sangat dekat, hanya berjarak sejengkal jari-jari orang dewasa. Kemunculan hantu tersebut, menurut pengakuannya lebih lanjut, hanya terjadi beberapa detik alias sangat cepat sebelum hantu itu menghilang. 

Sayangnya, dalam berita tersebut tidak ada keterangan lanjutan mengenai Bestwick sendiri, seperti:

1. Apakah ia berada di rumah sakit tersebut sebagai pasien atau bukan.

 Jika ia merupakan pasien maka kemungkinan besar ia mengalami delusinasi, entah akibat obat-obatan yang dikonsumsi ataupun penyakit yang dideritanya. Orang perlu menyadari bahkan penyakit biasa sekalipun, seperti: demam tinggi, bisa mengakibatkan orang yang menderitanya mengalami delusinasi apalagi penyakit akut, seperti: kanker atau tumor. Jika Bestwick ternyata merupakan pasien di rumah sakit tersebut maka jelas, perlu diketahui keterangan lanjutan lainnya mengenai penyakit apa yang dideritanya serta obat-obatan yang dikonsumsinya sebelum "penglihatan" hantu itu dialaminya karena kedua hal tersebut bisa menjelaskan fenomena "penampakan" hantu yang dialaminya. 

2. Peristiwa itu terjadi pada saat ruangan gelap atau terang.

 Jika pada saat itu ruangan dalam keadaan gelap hanya dengan penerangan yang sangat minim maka bisa jadi apa yang telah dilihat Bestwick tidak lain dari bayangan orang lewat di depan/samping kamarnya atau juga bayangan gorden yang tertiup oleh penghangat/pendingin ruangan. Namun, jika pada saat itu ruangan dalam keadaan sebaliknya, terang, atau setidaknya, memiliki pencahayaan yang cukup, maka pengakuan Bestwick bahwa ia telah melihat sosok yang dianggapnya sebagai hantu berjubah hitam menjadi sangat janggal karena saat itu ruangan di mana ia berada memiliki cahaya yang cukup.

3. Ketika peristiwa itu ia sedang dalam keadaan tidur (mata tertutup) atau terjaga (mata terbuka).

Jika ketika peristiwa itu Bestwick dalam keadaan tidur (mata tertutup), maka sangat mungkin "penglihatan" yang dialaminya tidak lebih dari sekadar "penglihatan" yang diperolehnya ketika ia dalam keadaan tidur. Artinya, "penglihatan" itu tidak terjadi dalam dunia nyata melainkan semata-mata proyeksi hasil kerja otaknya ketika tubuh dalam keadaan tidur. Hal ini bisa juga terjadi karena "bantuan" obat-obatan yang dikonsumsinya sehingga pada saat tidur ia mengalami penglihatan yang begitu gamblang sehingga dianggapnya sebagai pengalaman yang terjadi di dunia nyata padahal hanya terjadi dalam dunia fantasi alias tidak nyata. Jika ketika itu ia  berada dalam keadaan terjaga (mata tertutup), maka bisa jadi obat-obatan yang dikonsumsinya (jika ia berstatus sebagai pasien) memberikan stimulus terhadap otaknya sehingga ia menganggap telah melihat sesuatu berwarna hitam yang kemudian disimpulkan sebagai hantu berjubah hitam. 

Jika ketiga keterangan di atas menyertai pengakuan Bestwick, maka orang dapat menganalisis apa yang sesungguhnya telah dialami oleh Bestwick, apakah ia memang telah sungguh-sungguh melihat "makhluk halus" yang disebutnya sebagai hantu dengan jubah hitam ataukah ia hanya mengalami fenomena yang dinamakan dengan delusinasi akibat penyakit yang dideritanya serta obat-obatan yang dikonsumsinya. Jika berita mengenai "penglihatan" yang dialami Bestwick itu disertai oleh keterangan yang lebih memadai, maka pernyataan terakhirnya: "Kutahu apa yang kulihat adalah hantu" padahal ia sendiri tidak tahu atau setidaknya kurang yakin mengenai apa yang dilihat/dialaminya, menjadi sama sekali tidak relevan karena bagaimana bisa seseorang tidak tahu apa sesungguhnya yang  telah dilihat/dialaminya, namun (tetap) menjelaskan apa yang dilihat/dialaminya. Pernyataan ini tidak ada bedanya dengan pernyataan: Saya tidak tahu apa saya lihat/alami kemarin, namun yang pasti apa yang saya lihat/alami itu benar. 

Sebaiknya perlu terus diingatkan agar orang tidak mudah lupa bahwa pengalaman seseorang tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai dan menyimpulkan kebenaran suatu hal karena sifatnya yang sangat subjektif. Artinya, pengalaman seseorang selalu bergantung pada konteks dunia yang lebih luas dan kompleks, belum lagi ditambah oleh kerja otak masing-masing orang dengan segala keragaman dan kerumitannya.

Sungguh-sungguh Tidak Manusiawi

Beberapa hari yang lalu warga Kecamatan Kuala Behe, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dihebohkan oleh adanya bayi yang menurut mereka tidak normal karena kedua bola matanya besar serta hidung dan mulutnya lebar. Oleh karena ketidaknormalan tersebut beberapa warga menganggapnya sebagai "bayi hantu" akibat wajahnya yang mengerikan. Apakah yang sesungguhnya terjadi sehingga bayi malang tersebut dianggap sebagai "bayi hantu"? 

Melalui berita tersebut segera dapat dikatakan bahwa karena wajah bayi tersebut tidak normal maka ia dianggap sebagai "bayi hantu" akibat bentuk bola mata, hidung, dan mulutnya yang tidak seperti bayi umumnya. Apakah "ukuran pada umumnya" tersebut bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai seseorang terlebih bayi? Sama sekali tidak. Banyak orang melakukan kesalahan karena menggunakan "jumlah" atau frasa "pada umumnya" sebagai ukuran untuk memutuskan kebenaran suatu hal dan menilai normal atau tidak normalnya suatu hal. Artinya, jika banyak orang mengatakan suatu hal sebagai kebenaran maka hal tersebut dianggap sebagai suatu yang benar. Atau, jika suatu yang baru muncul padahal sebelumnya belum pernah ada/dilihat maka hal baru tersebut dianggap sebagai hal yang tidak normal apalagi berkaitan dengan bentuk/wujud yang mengerikan. Oleh karena itu, ketika ada bayi yang wajahnya mengerikan menurut ukuran banyak orang karena sebelumnya mereka belum pernah melihat bayi yang berwajah seperti itu maka banyak orang menilai bayi itu tidak normal. Penilaian yang sangat dangkal dan simplisistis.

Belum selesai sampai di situ, ternyata bayi "tidak normal" tersebut dianggap sebagai "bayi hantu." Bagaimana hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi karena ketika si bayi masih berada di dalam kandungan, sang ayah pernah bermimpi berjumpa dengan hantu dan hantu itu mengajak bertukar anak yang disetujui oleh si ayah bayi tersebut. Alhasil, bayi yang dilahirkan oleh si ibu pun berwajah seperti hantu. Ternyata cerita yang sama sekali tidak lucu tersebut dipercaya oleh banyak orang. Jika cerita tersebut berasal dari pasangan yang memiliki bayi tersebut, betapa tidak manusiawinya mereka karena mencari-cari alasan untuk membenarkan bahwa wajah "tidak normal" yang dimiliki bayi mereka tidak lain karena si bayi telah ditukar dengan bayi hantu. Jika itu yang terjadi maka bisa dikatakan jika orangtua si bayi malu dengan keberadaan bayinya karena memiliki wajah yang "tidak normal" menurut ukuran umum sehingga mereka pun menolak kehadiran bayi tersebut dengan berusaha membuat cerita untuk menutupi rasa malu mereka sebagai orangtua. Jika cerita tersebut berasal dari masyarakat, betapa kejamnya mereka yang tega mengukur dan menilai wujud seseorang menggunakan tolok ukur "pada umumnya" yang akhirnya menyimpulkan bayi tersebut "tidak normal." 

Terlepas dari siapa yang pertama kali mengukur dan menilai serta mengatakan bayi malang tersebut "tidak normal" bahkan menganggapnya sebagai "bayi hantu," sesungguhnya orang tersebut telah menggunakan tolok ukur yang salah dalam menilai wujud seseorang. Sekali lagi, "jumlah" sama sekali tidak berarti suatu hal itu benar. Ukuran "pada umumnya" sama sekali tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai normal atau tidak normalnya suatu hal. Artinya, "jumlah" tidak menentukan normal atau tidak normalnya sesuatu. Terlebih, tolok ukur itu dikenakan untuk mengukur dan menilai wujud atau rupa manusia (dhi. bayi). Di atas dari hal tersebut, menyebut wajah seorang bayi mengerikan karena dianggap "tidak normal" sungguh-ungguh tidak manusiawi ditambah dengan menyebutnya sebagai "bayi hantu." Tindakan yang sangat memprihatinkan sekaligus tidak terpuji.

Sama Sekali Tidak Perlu

Penangkapan tiga Pegawai Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia oleh Tentara Diraja Malaysia pada hari Minggu, 15 Agustus 2010, telah membuat geram banyak pihak termasuk sejumlah pemuda di Kutai Timur, Kalimantan Timur, karena penangkapan tersebut dilakukan di wilayah perairan Indonesia. Akibatnya, para pemuda Kutai Timur yang tergabung di dalam Angkatan Muda Demokrat Indonesia (AMDI) menyatakan sikap akan berada di garda depan jika Indonesia dan Malaysia terlibat bentrok fisik. Bahkan Syeh Maulana, Ketua Umum AMDI menyatakan bahwa hanya melalui perang-lah martabat bangsa Indonesia bisa ditegakan. Suatu pernyataan sikap yang sangat patriotis. Namun yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah pernyataan sikap demikian memang diperlukan untuk menanggapi peristiwa penangkapan tiga pegawai KKP Indonesia tersebut?

Pada satu sisi sebuah pernyataan sikap merupakan hal yang baik sejauh pernyataan tersebut tidak mengandung unsur-unsur kekerasan apalagi perang. Pernyataan sikap sendiri tidak lebih dari suatu bentuk "perang" urat syaraf yang sesungguhnya tidak diperlukan sama sekali. Biasanya "perang" urat syaraf terjadi/dilakukan sebelum sebuah ajang pertandingan olahraga, seperti biasa terjadi di tinju dan sepak bola. Namun bedanya, "perang" urat syaraf yang terjadi di dunia olahraga dilakukan karena kepentingan liputan media massa dan mungkin juga untuk mempengaruhi pasar taruhan serta pertandingan itu sendiri pasti akan terjadi (sudah dijadwalkan). "Perang" urat syaraf juga dilakukan dengan beberapa tujuan psikologis tertentu, misalnya: memberikan semangat atau keyakinan pada pihak yang melancarkan "perang" urat syaraf, mencoba mengganggu konsentrasi persiapan lawan, dan/atau berusaha memperoleh perhatian dan simpati khalayak ramai melalui liputan media massa. Hal yang perlu diperhatikan mengenai "perang" urat syaraf dalam dunia olahraga adalah bahwa tidak melibatkan tindak kekerasan apalagi perang melainkan lebih pada upaya menjatuhkan mental lawan melalui kata-kata yang menganggap remeh. Namun sekali lagi, "perang" urat syaraf dalam olahraga tidak lebih dari sekadar permainan kata-kata yang tujuannya menarik perhatian orang banyak dan/atau media massa.

Namun, ketika "perang" urat syaraf dilakukan oleh sekelompok kecil orang terhadap sebuahhnegara, apakah yang hendak dicapai melalui tindakan tersebut? Terlebih jika "perang" urat syaraf tersebut dilakukan karena kekurangtegasan yang dimiliki oleh pemerintah di mana kelompok tersebut berada. Dengan demikian, seharusnya pernyataan sikap seperti yang dilakukan para pemuda Kutai Timur yang tergabung di dalam AMDI sama sekali tidak diperlukan karena: Pertama, mengedepankan dan bernuansakan kekerasan bahkan perang. Kedua, menunjukkan watak para pemuda Kutai Timur dalam AMDI yang keras bahkan terkesan haus darah dan perang. Ketiga, pernyataan sikap bersedia berada di garda depan dalam perang sama sekali tidak berhubungan dengan penegakan martabat bangsa. Keempat, sudah menjadi tugas pemerintah Indonesia untuk bertindak tegas, cepat, dan cermat.

Dengan demikian, apakah perlu bagi manusia menyatakan sikapnya terhadap setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya? Tentu ya. Namun, pernyataan sikap tersebut sudah seyogianya tidak mengandung unsur kekerasan apalagi bernuansa perang seperti yang dilakukan oleh para pemuda Kutai Timur yang berada dalam AMDI. Jika memang perlu dilakukan pernyataan sikap  untuk menanggapi peristiwa yang terjadi, maka aksi penandatanganan petisi atau aksi demonstrasi merupakan cara-cara yang jauh lebih umawa karena pada akhirnya tetap pemerintah-lah yang akan bertindak apalagi yang terjadi merupakan urusan dua negara.

Senin, 16 Agustus 2010

Pornografi Kekerasan

Ketika suatu aksi atau peristiwa terjadi begitu nyata atau gamblang dengan disaksikan khalayak ramai (terjadi di hadapan banyak orang), entah aksi/peristiwa tersebut melibatkan hubungan seksual ataupun kekerasan, maka hal tersebut diperhitungkan sebagai pornografi. Banyak orang beranggapan jika pornografi hanya sebatas tindakan hubungan seksual. Namun sesungguhnya setiap aksi yang terjadi begitu nyata atau gamblang disebut dengan pornografi. Oleh karena itu, ketika suatu aksi/peristiwa kekerasan yang terjadi dengan sangat gamblang dengan disaksikan banyak orang apalagi sengaja dilakukan di tengah khalayak ramai, maka hal tersebut bisa disebut sebagai pornografi kekerasan. Peristiwa inilah yang terjadi di wilayah utara Afganistan (propinsi Kunduz) ketika kelompok Taliban membunuh sepasang kekasih di tengah pasar karena mereka dianggap telah melakukan maksiat.

Sebelum aksi pornografi kekerasan tersebut dilaksanakan kelompok Taliban tersebut mengumumkan akan diadakan "penghukuman" tersebut melalui corong Masjid sehingga masyarakat sekitar dapat menyaksikan aksi mengerikan itu. Bahkan khalayak diperbolehkan untuk turut serta dalam eksekusi rajam tersebut. Mengapa aksi pornografi kekerasan seperti itu dilakukan di muka umum dengan disaksikan banyak orang (dhi. terjadi di tengah pasar) bahkan memperbolehkan orang banyak itu terlibat? Setidaknya ada tiga alasan: Pertama, aksi tersebut hendak memberikan pesan dan kesan mengerikan kepada orang banyak sehingga mereka takut terhadap kelompok yang melakukan aksi kekerasan itu. Kedua, aksi tersebut bisa memberikan rasa superioritas (unggul) bagi kelompok yang melakukannya terhadap orang-orang yang menyaksikannya. Ketiga, orang-orang yang terlibat (dhi. turut dalam aksi menghukum dengan merajam) akan beranggapan bahwa apa yang dilakukan kelompok tersebut benar dan si terhukum memang salah sehingga mereka layak dihukum mati.

Jelas, aksi main hakim sendiri yang didasarkan pada hukum agama tertentu merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena hal tersebut tidak melalui proses pengadilan yang layaknya diterima oleh manusia. Main hakim sendiri meski didasarkan pada hukum agama tertentu menunjukkan jika para pelakunya; satu: tidak memiliki penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dua: cenderung berperilaku layaknya hewan dan bukannya manusia. Terlebih, aksi tersebut tergolong ke dalam pornografi kekerasan karena terjadi dengan begitu gamblang dengan disaksikan banyak orang karena dilakukan di tengah keramaian serta memperbolehkan para penonton untuk turut mengambil bagian dalam aksi sangat keji tersebut. Dan betapa mengerikannya karena aksi tersebut didasarkan pada semangat agama!

Tidak Setuju!

Meski saya termasuk orang yang enggan melakukan demonstrasi dengan alasan malas berpanas ria di bawah terik matahari atau tidak mau "takut" diguyur air hujan jika hujan, namun saya berpikir bahwa demonstrasi termasuk salah satu cara mengekspresikan pendapat yang cukup efektif seperti halnya melalui tulisan. Oleh karena itu, saya tidak setuju dengan Menteri Pendidikan Nasional RI, Muhammad Nuh, yang meminta agar para guru tidak berdemonstrasi. Ia menganggap aksi demonstrasi sebagai cara yang "tidak mulia dalam berekspresi." Ia menambahkan bahwa guru sebagai profesi yang mulia sebaiknya tidak melakukan aksi demonstrasi melainkan hendaknya menunjukkan keahlian atau prestasinya. Terhadap pernyataan bahwa guru sebaiknya menunjukkan keahlian atau prestasinya adalah hal yang baik. Artinya, saya sangat setuju bahwa guru memang sudah seharusnya menunjukkan keahlian dan ketrampilan di bidangnya masing-masing. Namun, himbauan atau larangan bapak Menteri agar guru tidak berdemonstrasi, tidak bisa diterima alias saya tolak.

Tidak ada yang berhak membatasi apalagi melarang orang atau sekelompok orang yang hendak mengekspresikan pendapat atau pandangannya di muka umum. Selama cara berekspresi yang hendak ditampilkan sesuai dengan hukum yang berlaku (khusus mengenai demonstrasi: sebelum melakukan aksi sudah harus melapor ke polisi) dan tidak mengganggu ketertiban dan kenyamanan umum. Tentu, mengenai hal yang terakhir merupakan kewajiban aparat keamanan untuk mengaturnya. Oleh karena itu, aksi demonstrasi sebagai salah satu cara untuk mengungkapkan pendapat merupakan hak warga negara Indonesia dan tidak melanggar hukum karena sesungguhnya malah dilindungi oleh hukum. 

Terlepas dari latar belakang dilakukannya berbagai aksi demonstrasi yang pernah dilakukan oleh begitu banyak orang di seluruh penjuru dunia, entah dengan alasan yang mungkin bagi orang lain terdengar sepele ataupun alasan yang serius, sudah merupakan hak setiap warga negara untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara apapun termasuk dengan berdemonstrasi. Dan sebaliknya, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap para demonstran ketika mereka melakukan aksinya. 

Dengan demikian, ketika para guru melakukan aksi demonstrasi pastilah sesuatu yang melatarbelakangi aksi tersebut serta ada tujuan yang hendak dicapai melalui demonstrasi itu. Oleh karena itu, pernyataan Muhammad Nuh "jangan khawatir guru pasti akan tetap ada yang mengurusi, lha orang gurunya ada masa nggak ada yang urusi" tidak lebih dari sekadar pernyataan yang hendak memberikan harapan kepada guru-guru karena kenyataannya  tidak jarang para guru malah tidak menerima apa yang menjadi haknya. Jika itu yang terjadi maka tidak perlu heran jika para guru pun turun ke jalan dan melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut haknya karena mereka menganggap pemerintah (dhi. Kementrian Pendidikan Nasional) tidak berbuat apa-apa atau lambat dalam bertindak.

Minggu, 15 Agustus 2010

Frustrasi > Delusinasi

Sepertinya hal yang dialami seorang laki-laki Taiwan yang mengaku telah menikah dengan dewi (dari) kayangan adalah akibat frustrasi tidak kunjung menemukan pasangan (perempuan) yang tepat di dunia nyata. Oleh karena itu, ia mengaku telah menikah dengan Dewi Kayangan dan peristiwa tersebut terjadi dalam dunia mimpi ketika ia tidur. Laki-laki tersebut tidak mampu membedakan antara peristiwa yang tidak nyata alias terjadi dalam dunia mimpi dan peristiwa nyata yang terjadi dalam dunia. Akibatnya, peristiwa yang sebenarnya hanya terjadi di dalam mimpi tersebut diyakininya berlaku juga dalam dunia nyata. 

Laki-laki Taiwan tersebut begitu yakin jika perempuan yang dinikahinya dalam mimpi merupakan perempuan nyata sehingga ia mengadakan upacara pernikahan lengkap dengan penandatanganan surat nikah dan penyerahan cincin kepada "istri"-nya. Selain hal janggal dan memprihatinkan tersebut ada hal lucu terkait dengan pernikahan "kayangan" itu, yakni laki-laki tersebut selalu berdoa kepada Dewi Teratai yang dipercaya selalu melindunginya dari segala penyakit dan kecelakaan. Ternyata selain berstatus sebagai "istri", perempuan itu dianggap sebagai pelindung karena ia adalah seorang dewi. Jika demikian, tentu, laki-laki Taiwan tersebut merupakan laki-laki paling beruntung di dunia karena bukan saja ia memiliki seorang istri namun juga seorang pelindung dalam pengertian yang sesungguhnya karena ia menikah dengan seorang dewi.

Berita di atas merupakan salah satu contoh delusinasi ketika seseorang tidak mampu "membebaskan" diri dari "perangkap" ilusi yang dialaminya. Orang yang mengalami delusi tidak mampu membedakan antara hal/peristiwa tidak nyata dan hal/peristiwa tidak nyata. Dalam kasus di atas orang dapat segera menemukan bahwa sesungguhnya yang dialami laki-laki itu adalah peristiwa yang sebenarnya hanya terjadi di dalam dunia yang tidak nyata, di mana ketika tidur ia bermimpi menikah dengan seorang dewi dari kayangan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena laki-laki - usia 40 tahun itu - selalu gagal dalam membina hubungan dengan perempuan. Ketika seseorang seringkali gagal dalam membina hubungan dengan seorang perempuan ditambah oleh keinginannya untuk menikah semakin kuat, maka bisa jadi orang tersebut memimpikan sesuatu seperti yang diidam-idamkannya selama ini. Namun hal yang diidam-idamkannya itu muncul dalam mimpinya dan bukan muncul dalam dunia nyata.

Kamis, 12 Agustus 2010

Pohon Mangga Ditebang > Kesurupan

Fenomena kesurupan massal yang dialami anak-anak sekolah kembali terjadi dan kali ini dialami anak-anak SMP Sunari Loka, Kuta, Bali. Berdasarkan pengakuan dan "keyakinan" salah seorang siswa, kesurupan itu terjadi akibat ditebangnya pohon mangga yang ada di halaman sekolah. Siswa tersebut mengatakan bahwa pohon mangga yang ditebang itu besar dan diyakini banyak orang sebagai pohon angker. 

Setelah membaca keterangan siswa tersebut segera muncul beberapa pertanyaan: Apa hubungan antara pohon yang besar dan peristiwa kesurupan? Apakah pohon besar berarti ada "penunggunya" seperti diyakini cukup banyak orang? Oleh karena keyakinan banyak orang pohon besar memiliki "penunggu" dan ketika pohon tersebut ditebang, maka "penunggunya" marah. Apakah ini artinya "si penunggu" marah akibat tidak lagi memiliki tempat untuk ditungguinya alias tempat tinggal (dhi. pohon besar)? Jika ya, apakah ini berarti "sosok penunggu" tersebut memiliki tempat tinggal fisik layaknya manusia atau makhluk hidup lainnya yang memerlukan rumah atau kandang atau sarang? Jika juga ya, bukankah janggal jika "figur penunggu" yang tidak berupa fisik itu memerlukan sebuah tempat tinggal yang berupa fisik seperti pohon? 

Hal janggal lainnya yang bisa segera ditemukan melalui keterangan siswa tersebut adalah pernyataannya: ". . . pohon itu memang besar dan katanya juga pohon itu angker" (penekanan ditambahkan). Tidak sedikit orang mudah mempercayai kata-kata ataupun keyakinan orang lain walaupun hal tersebut tergolong sebagai hal yang tidak nyata, seperti: pohon angker. Jika pengalaman diri sendiri saja tidak bisa dijadikan tolok ukur mutlak untuk menilai kebenaran dan suatu hal, terlebih pengakuan atau kesaksian orang lain sekalipun hal yang sama diakui atau disaksikan oleh banyak orang. Akibatnya, orang serta-merta mempercayai perkataan orang lain apalagi jika hal itu berkaitan dengan hal-hal gaib atau paranormal ketimbang berusaha mencari jawabannya menggunakan logika dan akal sehatnya. Ini terjadi karena sebagian besar orang keburu atau terlalu malas mencari tahu alasan-alasan nyata yang melatarbelakangi semua peristiwa sehingga mereka dengan mudah menerima alasan-alasan tidak nyata karena alasan-alasan yang tidak nyata tersebut dianggap jauh lebih menarik dan seru dibandingkan alasan-alasan nyata yang didasarkan pada pertimbangan nalar. 

Ketika manusia terlalu malas mencari tahu berbagai alasan nyata yang ada di balik setiap peristiwa hidup dan tidak (mau) berpikir kritis, maka pada saat itulah manusia jatuh pada pemikiran simplisistis dan dengan mudah mempercayai pengakuan atau kesaksian orang lain tanpa mempertimbangkan lagi mengenai kebenaran pengakuan atau kesaksian tersebut. Salah satu contoh nyatanya adalah berita di atas yang mengaitkan fenomena kesurupan  yang dialami anak-anak SMP dengan penebangan pohon mangga besar yang diyakini beberapa (banyak) orang angker.

Makam & Pengrusakan

Sebagian besar orang sangat menghormati makam atau kuburan bahkan memperlakukannya sebagai sesuatu yang keramat karena di tempat itulah terbaring orang-orang yang dikasihinya. Sebagian orang memperhitungkan makam sebagai tempat patut dijaga dan dihormati karena disitulah "tempat peristirahatan terakhir" manusia untuk melanjutkan perjalanan di "dunia selanjutnya" alias alam baka. Oleh karena itu, tidak heran begitu banyak orang sangat peduli terhadap keberadaan makam orang-orang yang dikasihinya sehingga mereka sangat memperhatikan keadaan makam-makam tersebut dengan cara merawat serta menghiasi  dan memperindah makam-makam tersebut. Jangankan merusak makam, menginjak makam atau bertindak ceroboh di sekitar makam, seperti: melontarkan kata-kata kasar (memaki) dan/atau bergosip dianggap hal yang tabu untuk dilakukan karena dipercaya dapat mengganggu "peristirahatan" orang-orang yang telah dimakamkan. Pandangan ini didasarkan pada kepercayaan banyak orang bahwa orang yang telah meninggal dan dimakamkan sebenarnya tidak mati melainkan hanya beristirahat atau tidur sementara, dan makam hanyalah tempat peralihan manusia untuk masuk ke dalam kehidupan selanjutnya. Jadi, banyak orang percaya orang yang telah meninggal sebenarnya masih dapat melihat dan mendengar.

Terlepas dari kepercayaan banyak orang mengenai makam sebagai tempat yang dikeramatkan dan orang yang telah meninggal masih bisa melihat dan mendengar segala hal yang terjadi di dunia nyata, maka tindakan Israel yang menghancurkan puluhan makam di sebuah kuburan Muslim di Jerusalem tengah tidak pelak lagi membuat orang-orang Muslim Palestina di Jerusalem. Ditambah mereka - Muslim Palestina - mempercayai bahwa makam-makam tersebut sudah berusia sangat tua alias kuno. Tentu saja Muslim Palestina yang hidup di Jerusalem menganggap makam-makam itu sudah menjadi bagian dalam perjalanan sejarah kota Jerusalem, di mana mereka pun merupakan warga Jerusalem.

Tindakan sangat tidak terhormat yang telah dilakukan orang-orang Yahudi dengan menghancurkan makam-makam Muslim menjadi salah satu contoh nyata betapa orang bisa bertindak keras karena adanya perbedaan pandangan, prinsip, idealisme, ataupun kepercayaan. Seharusnya ketika orang atau pihak tertentu berbeda pandangan ataupun kepercayaan hal tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan kekerasan yang berujung pada pengrusakan. Perbedaan pandangan atau prinsip sudah sepatutnya tidak dibawa ke dalam ranah fisik yang seringkali berakhir pada tindak kekerasan di mana suara terbanyak menganggap diri lebih benar kemudian menggunakan kekuatannya untuk bertindak secara tidak adil terhadap pihak yang lebih sedikit.

Perusakan makam yang dilakukan orang-orang Yahudi sama sekali salah dan harus dikecam karena melanggar hak asasi orang-orang Muslim Palestina di Jerusalem. Seandainya pun jumlah warga Muslim Palestina di Jerusalem lebih sedikit dibandingkan warga Yahudi, tindakan pihak Yahudi yang telah menghancurkan makam Muslim di Jerusalem tetap tidak dapat dibenarkan karena tidak menghargai keberadaan Muslim Palestina di kota tersebut.

Rabu, 11 Agustus 2010

Udah Males Berbohong Lagi!

Hari pertama puasa langsung disikapi dengan sangat tidak bijaksana oleh banyak PNS di daerah Kulon Progo, DIY, yang terlambat masuk kerja. Namun hal ini "dibela" oleh Kepala Sub Bagian Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Kulon Progo dengan menyatakan bahwa jumlah pegawai PNS di tempat tersebut tidak banyak, jadi para pegawai tersebut bukan terlambat melainkan memang sedikit. Namun demikian, berdasarkan pemantauan sampai agak siang pernyataan barusan sangatlah bertolak belakang dengan kenyataan yang sesungguhnya karena terbukti beberapa pegawai itu memang terlambat masuk kerja. 

Selain sikap tidak profesional yang ditunjukkan oleh beberapa pegawai PNS yang terlambat masuk kerja itu, diperparah oleh upaya menutup-nutupi dengan berbohong yang dilakukan oleh Insa, Kepala Sub Bagian Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Kulon Progo. Selain itu, ada juga upaya berbohong dengan memberikan alasan yang sama sekali tidak masuk akal oleh Arsilah, salah seorang pegawai Bagian Pemerintahan Kulon Progo, dengan mengatakan bahwa sebenarnya para pegawai yang dikatakan terlambat itu sudah masuk kerja namun kebanyakan dari mereka lupa menandatangani daftar kehadiran di tempat kerjanya itu. Masakan lebih dari satu orang (banyak) pegawai yang bisa sampai lupa menandatangani daftar kehadiran padahal hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Bahkan orang malah cenderung tidak (mau) lupa mengenai kehadiran, jadi selalu absen ketika hadir dan cenderung tidak peduli ketika waktu absen untuk pulang. Ditambah, yang lupa menandatangani daftar kehadiran bukan hanya satu orang dan terjadi di hari yang sama. Hal yang sama sekali tidak masuk akal alias sangat janggal.

Inikah cermin para PNS di negeri ini yang telah bersikap sama sekali tidak profesional alias malas-malasan dengan menggunakan alasan sedang berpuasa? Bukankah tujuan berpuasa adalah untuk mengalahkan segala bentuk godaan termasuk kemalasan? Bukankah juga sikap berbohong dilarang dalam setiap agama atau setidaknya selalu didengung-dengungkan oleh orang-orang yang beragama untuk selalu berkata jujur? Namun yang terjadi sama sekali bertolak belakang dengan kenyataan yang sesungguhnya. Ternyata selain sikap yang tidak profesional alias malas ditambah juga oleh upaya untuk menutup-nutupi kesalahan dengan  berbohong. Suatu sikap yang sangat memprihatinkan apalagi terjadi di saat orang-orang (dhi. Muslim) seharusnya memperjuangkan kebenaran dan jujur.

Siapa Mau Ikut Jejak Meksiko?

Setelah Uruguay dan Argentina yang lebih dulu meresmikan pernikahan sesama jenis sekarang giliran Meksiko mengikut jejak kedua negara tetangganya itu. Bahkan Mexico City merupakan ibukota pertama di belahan Amerika Latin yang mengakui pernikahan sejenis, termasuk memberikan hak hukum terhadap pasangan sejenis yang telah menikah untuk memiliki anak (adopsi). Keputusan pemerintah Mexico City yang telah memberikan hak hukum terhadap para pasangan sejenis yang telah menikah untuk mengadopsi anak ternyata telah menjadi pembuka jalan bagi pemerintahan Meksiko untuk melakukan hal yang sama. 

Tentu, tindakan yang telah diambil oleh pemerintah Uruguay, Argentina, dan Meksiko jika dilihat sekitar 10 tahun lalu apalagi 100 tahun yang lalu merupakan suatu mission impossible karena ketika itu budaya masyarakat masih mentabukan, jangankan pernikahan sesama jenis, hubungan sesama jenis pun dianggap sebagai tindakan amoral, maksiat, dan terkutuk. Dan para pelakunya tidak jarang distigmatisasi sebagai pengikut setan/iblis akibat hal yang demikian tidak terdapat dalam kitab suci (dhi. Alkitab) atau bahkan dilarang sama sekali. Namun syukurnya, seiring dengan perjalanan waktu pemikiran orang terus mengalami perkembangan dengan lebih mendasarkan berbagai keputusannya pada nilai-nilai kemanusiaan yang ditempatkan lebih utama dibandingkan nilai-nilai keagamaan yang lebih sering menekan bahkan berusaha menyingkirkan nilai-nilai kemanusiaan itu. 

Apa yang (telah) terjadi di Uruguay dan Argentina kemudian Meksiko - meresmikan pernikahan sesama jenis - sesungguhnya bukanlah suatu mission impossible karena bisa dilakukan meski harus melewati perjuangan yang sangat berat dan berliku. Oleh karena itu, yang dibutuhkan sehingga hal serupa bisa terjadi di lebih banyak negara, termasuk di belahan Asia, adalah para individu yang sudah memiliki pemikiran yang independen. Artinya, masyarakat sudah mampu berpikir mandiri dengan tidak mendasarkan pemikirannya tersebut pada otoritas-otoritas tertentu, seperti: keluarga, pemimpin agama, dan guru/dosen. Ketika hal tersebut bisa terjadi maka pada saat itulah para individu yang menjadi bagian dalam masyarakat bisa disebut sebagai individu yang dewasa.

Dengan demikian, kenyataan yang terjadi di Uruguay, Argentina, dan Meksiko bisa juga terjadi dan berlaku di lebih banyak negara. Meski ketiga negara tersebut disebut sebagai negara-negara Katolik karena sebagian besar warganya beragama Katolik, ternyata nilai-nilai kemanusiaan bisa menempati tempat yang lebih depan dan utama ketimbang keputusan otoritas Vatikan. Jika Uruguay, Argentina, dan Meksiko yang notabene sebagai negara-negara agamis saja bisa melakukan hal yang dulunya dianggap tidak mungkin terjadi, apalagi negara-negara yang tidak mendasarkan hukumnya pada nilai-nilai keagamaan tertentu. 

Selasa, 10 Agustus 2010

Malas

Jika dikatakan salah satu tujuan berpuasa adalah untuk melatih diri melawan berbagai godaan yang berbentuk fisik dan rohani, namun mengapa jam kerja menjadi dikurangi? Bukankah dengan mengurangi jam kerja "seni" berpuasa menjadi berkurang karena manusia tidak bisa lagi mengukur kemampuan dirinya dalam menghadapi dan menahan godaan fisik dan rohani tadi. Ketika jam kerja dikurangi malah yang terlihat adalah sikap malas manusia untuk tetap berjuang keras dalam hidup ini. Bukankah "seni" hidup adalah berjuang dan terus beraktivitas. Namun sepertinya "seni" berpuasa dan hidup seperti itu tidak dimiliki oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Bekasi karena mereka malah mengurani jam kerja PNS Bekasi sehingga para PNS selama bulan puasa pulang sejam lebih awal dari biasanya. 

Alasan yang dijadikan dasar pemulangan lebih awal tersebut adalah karena tidak adanya jam istirahat karena selama bulan puasa para PNS berpuasa sehingga tidak ada yang makan siang. Oleh karena tidak ada yang makan siang maka tidak perlu jam istirahat sehingga jam istirahat tersebut digunakan juga untuk bekerja. Ini adalah alasan yang janggal karena seharusnya walaupun tidak makan siang karena berpuasa manusia tetap membutuhkan istirahat. Manusia tidak mungkin bekerja dari pagi hingga sore hari tanpa di tengah-tengahnya diselingi dengan istirahat. Artinya, kualitas kerja seseorang jika tanpa ada istirahat akan berbeda dibandingkan jika ada istirahat. Setidaknya, konsentrasi orang tersebut akan berkurang jika ia tidak beristirahat. Hal inilah yang seringkali mengakibatkan orang mencari "pelarian" dengan melakukan kegiatan lain (misalnya: bermain game) atau minimal mengobrol saat jam kerja. 

Juga sangat diragukan jika jam istirahat siang yang ditiadakan karena diganti menjadi jam kerja itu sungguh-sungguh digunakan sebagai jam kerja karena manusia selalu memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu di waktu dan tempat yang sudah menjadi kebiasaannya. Artinya, para PNS Bekasi diragukan akan terus bekerja pada waktu yang seharusnya menjadi waktu istirahatnya karena mereka terbiasa (sudah menjadi kebiasaan) untuk beristirahat pada jam itu. Akibatnya, walaupun mereka tidak makan siang karena sedang berpuasa namun melakukan kegiatan lain, seperti mengobrol ketimbang bekerja. 

Oleh karena itu, pemotongan jam kerja alias pemulangan yang lebih awal pada bulan puasa seperti yang ditetapkan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Bekasi terhadap para PNS tidaklah efektif karena cenderung membuat para PNS menjadi malas. Ketika waktu yang seharusnya digunakan sebagai istirahat (bukan makan siang) malah digunakan untuk terus bekerja maka bisa mengakibatkan konsentrasi pekerja tidak maksimal akibat lelah bekerja dari pagi. Manusia perlu dan harus beristirahat ketika bekerja demi hasil yang maksimal. Dengan demikian, memang seharusnya istilah "makan siang" kurang tepat karena maknanya yang sempit. Seharusnya digunakan istilah yang lebih luas, yakni "istirahat siang" karena pada saat itu orang yang bekerja bukan hanya makan, tetapi juga melonggarkan otot-otot yang tegang ketika bekerja. Jadi, meskipun pada saat berpuasa orang tidak makan dan minum, namun orang tetap butuh istirahat ketika bekerja.

Manfaatnya Apa?

Seperti pernah dijanjikan, Menteri Kemenkominfo Tifatul Sembiring, mulai Ramadan ini akan memblokir situs-situs porno sehingga diharapkan lebih dari 90% trafik situs-situs tersebut bisa dikurangi. Pemblokiran situs-situs porno tersebut bukan hanya berlaku pada masa Ramadan melainkan akan terus ditindaklanjuti selepas Ramadan. Upaya pemblokiran terhadap situs-situs yang dianggap porno merupakan wacana yang lucu, jika tidak mau dikatakan konyol, karena sama sekali tidak didukung oleh penjelasan mengenai manfaat yang hendak dicapai dari tindakan pemblokiran terhadap situs-situs porno tersebut. Jika dikatakan - khususnya oleh orang-orang yang mendasarkan pada nilai-nilai agama - pornografi beserta situs-situs porno mendorong orang melakukan tindakan maksiat, seperti: perkosaan dan pelecehan seksual, mengapa tindakan-tindakan amoral tersebut juga masih terjadi di negara-negara yang didasarkan pada nilai-nilai agama (dhi. Islam dan Katolik)? Mengapa tingkat kekerasan seksual di negara-negara Timur Tengah dan banyak dilakukan para petinggi Katolik masih cukup tinggi? 

Selain pemblokiran terhadap situs-situs porno tidak bermanfaat apa-apa dalam kaitannya dengan "moralitas" seseorang karena terbukti di negara-negara yang katanya dibangun dan dilandasi pada nilai-nilai agama tindakan kekerasan seksual tetaplah tinggi, pemblokiran terhadap situs-situs porno menunjukkan kepanikan negara (pemerintah) menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat. Kepanikan pemerintah tersebut terjadi karena ketidakmampuan pemerintah dalam menangani berbagai kasus yang "pornografi" yang terjadi di masyarakat sehingga akhirnya "menyalahkan" situs-situs yang dianggap bernuansa pornografi. Oleh karena pemerintah tidak mampu mendandani berbagai kasus "pornografi" yang terjadi di masyarakat maka pemerintah pun melancarkan "tangan besi"-nya dengan melakukan pemblokiran. 

Ketimbang memblokir situs-situs yang dianggap porno pemerintah seharusnya membekali masyarakat dengan pendidikan yang memadai. Jika pemerintah memang peduli dengan "moral" masyarakatnya dan menganggap bahwa agama bisa dijadikan sebagai tameng untuk melindungi "moral" masyarakat, maka seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah lebih mengedepankan program-program yang ditunjang oleh pengetahuan modern, baik di sekolah, jalan-jalan (iklan), maupun di televisi. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat dibekali oleh berbagai informasi yang lebih sehat dan positif ketimbang pemerintah berlaku seperti rezim yang kerjanya main larang atau ngeblokir. Karena bukankah yang akan terjadi malah begini: Semakin dilarang dan diblokir orang akan semakin penasaran dan mencari tahu dengan segala cara?!