Tampilkan postingan dengan label Profesi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Profesi. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Agustus 2010

Sangat Memalukan!

Sangat disayangkan sebuah pernyataan ganjil dikemukakan oleh salah seorang pemimpin masyarakat ketika ia menyatakan bahwa wartawan merupakan profesi yang berdosa. Selain tidak didukung oleh penjelasan yang lebih lanjut, walikota Banjarmasin itu, berusaha berkilah dengan menyatakan bahwa perkataan tersebut bukanlah berasal dari mulutnya melainkan dari ormas Islam setempat. Tidak cukup melakukan kesalahan yang pertama, ia melakukan kesalahan yang kedua yakni berusaha berbohong. Suatu tindakan yang sangat disayangkan dan memalukan. 

Terlepas jika ia memberikan penjelasan mengenai alasan ia menyatakan wartawan merupakan profesi yang berdosa, tetap saja, pernyataan seorang walikota seperti itu sama sekali tidak mencerminkan suatu tindakan yang menghargai profesi orang lain. Terlebih, apakah "berdosanya" jika seorang berprofesi sebagai wartawan? Apakah karena profesi wartawan selalu lekat (lebih tepatnya mengalami stigmatisasi) dengan berita-berita yang tidak akurat bahkan salah sehingga cenderung dianggap menyebarkan gosip atau fitnah? Kalaupun ya, tidak ada seorang makhluk pun yang berhak "menghakimi" profesi tersebut dan menstigmatisasinya sebagai "profesi berdosa" karena ia bukanlah Tuhan. Sekalipun ia adalah Tuhan, mengapa ia (Tuhan) bukan sejak awalnya menghalangi atau tidak menciptakan  profesi tersebut dengan "kemahakuasaannya" sehingga banyak orang tidak akan menjadi wartawan? 

Pernyataan yang sangat merendahkan sebuah profesi sangatlah disayangkan dan memalukan, apalagi pernyataan itu berasal dari mulut seorang pemimpin masyarakat dan dilakukan bukan sekali serta di hadapan banyak orang. Bisa dibayangkan pengaruh ucapan tersebut terhadap, baik mereka yang ketika itu mendengarkan pernyataan tersebut secara langsung maupun mereka yang berprofesi sebagai wartawan. Pertama, mereka yang mendengarkan secara langsung jika tidak "diperlengkapi" dengan pikiran yang kritis atau mudah percaya dan mengikuti pernyataan pemimpinnya tentu akan berpikiran serupa sehingga membenci orang-orang yang berprofesi sebagai wartawan. Kedua, mereka yang berprofesi wartawan tak pelak lagi menjadi sangat tersinggung karena telah direndahkan atau dilecehkan seakan-akan profesi mereka tidak baik alias tidak halal padahal banyak dari mereka yang menjalankan profesinya itu dengan sebaik mungkin. Terlepas banyaknya wartawan yang mungkin tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan tidak baik, namun sekali lagi, tidak ada seorang pun yang berhak merendahkan profesi yang menjadi tumpuan "dapur" orang lain tersebut.

Sabtu, 31 Juli 2010

Infotainment = Gosip

Masyarakat Indonesia sudah kadung memahami jika tayangan-tayangan infotainment memang berisikan berita-berita yang didominasi oleh gosip mengenai publik figur atau artis. Dan tayangan-tayangan seperti itu memperoleh banyak peminat serta berating tinggi karena sangat menghibur sebagian masyarakat yang dasarnya memang gemar mengetahui keadaan orang lain, khususnya artis-artis ibukota. Jika berkaitan dengan tayangan yang menghibur maka setiap orang cenderung menyukainya, terlepas apakah acara tersebut berdasarkan fakta atau tidak. 
Namun Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, mengingatkan para pekerja infotainment untuk tidak menyiarkan gosip tentang privasi seseorang atau artis tanpa adanya fakta. Bukankah ini bertentangan dengan tujuan infotainment itu sendiri yang utamanya memang menyiarkan berita-berita mengenai hidup para artis? Terlepas apakah berita mengenai artis itu benar atau tidak, yang terpenting adalah tujuan utama infotainment itu dapat tercapai yakni dengan menyiarkan berita-berita mengenai artis karena ketika orang berbicara mengenai kebenaran suatu hal maka itu menjadi hal yang berbeda. Jangan lupa, sekali lagi, tujuan utama infotainment adalah menyajikan berita-berita mengenai artis. 
Sudah sepatutnya para pekerja infotainment tidak perlu diingatkan mengenai "kode etik"  jurnalistik, toh sudah seyogianyalah mereka sudah kenyang mengenai hal tersebut ketika  kuliah jurnalistik ataupun melalui kursus-kursus jurnalistik yang pernah diikuti. Jika kekhawatirannya adalah bahwa masyarakat akan dibodohi atau dimanipulasi oleh tayangan-tayangan infotainment, maka yang seharusnya diingatkan bahkan dicerdaskan adalah masyarakatnya, bukan malah para pekerja infotainment (jurnalistiknya). Masyarakat perlu diingatkan dan selalu didorong untuk berpikir kritis bahwa tidak semua berita/informasi yang ada di sekitarnya adalah benar, apalagi berita mengenai seseorang yang diterima oleh pihak kesekian, seperti: TV dan majalah. 

Kalaupun masyarakat keranjingan pada tayangan-tayangan infotainment pemerintah tidak memiliki hak untuk melarang atau menghalangi masyarakat untuk mengkonsumsinya dengan dalih tayangan-tayangan tersebut tidak benar dan membodohi karena itu adalah hak masyarakat untuk memperoleh hiburan. Namanya juga gosip, memang untuk menghibur. Karena sifatnya menghibur sesaat, maka dampaknya pun tidak akan begitu besar dalam hidup sebagian besar orang karena dengan sendirinya, jika memang itu hanya gosip, maka cepat atau lambat gosip itu akan berlalu.