Sabtu, 28 Januari 2012

"Kuil" Para Ateis?

Beberapa hari lalu muncul berita bawa direncanakan pembangunan "kuil" untuk para ateis di Inggris. Ide tersebut muncul dari seorang filsuf dan penulis bernama Alain de Botton. Ide pembangunan "kuil" tersebut untuk menepis anggapan bahwa para ateis (seperti digawangi oleh Richard Dawkins and alm. Christopher Hitchens -- keduanya berasal dari Inggris) kaum agresif dan destruktif. Richard Dawkins sendiri mengecam rencana pembangunan tersebut dengan berdasar, setidaknya, pada dua alasan:


1. Kaum ateis tidak butuh bangunan apalagi "kuil" karena lebih baik uangnya digunakan untuk pembangunan sarana-sarana -- seperti bangunan sekolah -- yang melaluinya pendidikan kritis dan rasionalistis dikembangkan dan dikedepankan.


2. Kecurigaan adanya penyalahgunaan uang dalam jumlah besar dalam rencana pembangunan tersebut.
    Sedangkan Alain de Botton berargumen bahwa bangunan tersebut akan menjadi simbol dari cinta, persahabatan, ketenangan, dan perspektif (?). Menariknya, ide pembangunan tersebut bukannya didukung oleh kaum ateis (contohya Richard Dawkins), melainkan malah didukung oleh seorang pendeta Anglikan, George Pitcher, yang mengatakan bahwa pembangunan kuil tersebut bisa menjadi rasa transendensi manusia, bahwa ada sesuatu yang lebih kuasa dan besar daripada keberadaannya.

    Tulisan ini tidak akan memperdebatkan apakah perlu dibangun sebuah bangunan bagi kaum ateis atau tidak, melainkan secara khusus memperhatikan pendapart-pendapat yang dikemukakan pihak-pihak yang terlibat, baik sang pencetus ide (Alain de Botton), pihak yang menolak (Richard Dawkins), maupun pihak yang menyambut baik ide tersebut (George Pitcher).

    Kita mulai dari Alain de Botton. Ia mengungkapkan bahwa ide pembangunan tersebut untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa kaum ateis bukanlah kaum yang agresif dan destruktif. Ini dinyatakannya dengan berdasar pada sikap agresif dan destruktif Richard Dawkins dan Christopher Hitchens (kaum ateis) yang selama ini menyerang (para pemeluk) agama. Ia juga menyatakan bahwa ide mendirikan bangunan tersebut merupakan sesuatu yang baik dan positif layaknya bangunan-bangunan keagamaan yang bersimbolkan tokoh masing-masing agama. Ia pun menggunakan kata "suci" yang dialamatkan pada bangunan yang akan didirikannya.

    Pernyataan Alain de Botton bahwa Richard Dawkins dan Christopher Hictchens adalah kaum ateis yang agresif dan destruktif tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kuat. Meski pendapat kedua ateis tersebut mengenai (para pemeluk) agama tidak selalu tepat dan benar, namun itu tidak berarti bahwa mereka adalah orang-orang yang agresif dan destruktif. Agresif? Bisa ya, bisa tidak. Apa buktinya? Bukankah para pemeluk agama jauh lebih agresif dibandingkan para ateis karena mereka (kaum beragama dan bertuhan) berada dalam kelompok yang lebih besar dan kuat dibandingkan kaum ateis yang minoritas? Memang berbagai pernyataan Dawkins dan Hitchens mengenai agama dan para pemeluknya sangat tajam dan cenderung kasar, namun itu tidak bisa dijadikan patokan untuk mengatakan bahwa mereka agresif. Banyak orang (khususnya kaum beragama/bertuhan) lebih memperhatikan "nada" tulisan atau pernyataan Dawkins dan Hitchens sehingga luput memperhatikan isi argumen dalam tulisan maupun peryataan mereka. Tidak jarang orang mengatakan bahwa Dawkins dan Hitchens adalah orang-orang yang kejam. Ini terjadi akibat orang-orang tersebut hanya atau lebih memperhatikan "nada" tulisan ataupun pernyataan Dawkins dan Hitchens.

    Bagaimana mengukur agresivitas seorang ateis? Dengan menghitung berapa sering dia menulis dan mengeluarkan pendapatnya? Bukankah manusia dijamin haknya dalam mengemukakan pendapat, baik melalui kata-kata maupun tulisan? Bukankah setiap orang, entah beragama/bertuhan ataupun tidak, memiliki kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya sesering mungkin?

    Apakah kaum ateis (dhi. Dawkins dan Hitchens) destruktif? Apa buktinya? Sejauh ini kedua orang tersebut belum terbukti pernah membunuh ataupun menghasut orang lain untuk membunuh orang beragama/bertuhan ataupun merusak bangunan keagamaan. Mari kita lihat kelompok yang mayoritas dan lebih kuat, kaum beragama/bertuhan. Dapatkan dihitung, sudah berapa banyak kekerasan, kekejian, ketidakadilan, dan perang terjadi akibat dan didasarkan atas nama agama dan tuhan? Sepertinya tidak terhitung banyaknya. Meski banyak kali pandangan Dawkins dan Hitchens keliru memahami agama dan para pemeluknya, namun itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa mereka destruktif.

    Dengan demikian, mengatakan Dawkins dan Hitchens sebagai ateis yang agresif dan destruktif sama sekali tidak berdasar karena tidak didukung oleh bukti (-bukti) yang kuat. Tidak hanya itu, mengatakan Dawkins dan Hitchens agresif dan destruktif cukup berlebihan.

    Alain de Botton juga menyatakan bahwa jika para pemeluk agama mendirikan bangunan untuk menghormati dan menyembah figur suci masing-masing agama, maka kaum ateis pun bisa mendirikan bangunan yang suci. Penggunaan kata "suci" di sini mengundang pertanyaan. Apa artinya "suci"? Sesuatu yang tidak bernoda, tidak bercela, atau sempurna? Tidak bernoda, tidak bercela, dan sempurna menurut ukuran siapa? Apa tolok ukurnya? Bisa dibayangkan jika dalam konteks ini Alain de Botton tidak menggunakan kata "suci" dalam konteks agama karena dalam konteks agama "suci" berarti sesuatu yang tidak bercela, bersih.

    Apakah kata "suci" yang digunakan Alain de Botton disematkan pada bangunan yang akan didirikannya? Jika demikian, maka jelas, hal tersebut mengandung masalah karena bangunan, entah kuil, gereja, masjid, tempat sesembahan, atau apapun itu namanya hanyalah bangunan (benda mati). Orang-orang yang datang dan bersembahyang di tempat itu yang kemudian menganggap dan mempercayainya sebagai sesuatu yang suci. Dianggap suci karena ada aturan-aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar (misalnya: melepas alas kaki, berpakaian rapi atau mengenakan pakaian tertentu bahkan atribut khusus, dan adanya ritual tertentu). Jika demikian, apakah dalam benak Alain de Botton bangunan yang akan didirikannya tersebut akan memiliki sederet aturan layaknya aturan dalam bangunan agama? Sepertinya tidak. Dengan demikian, penggunaan kata "suci" dalam konteks tersebut keliru alias tidak pada tempatnya.

    Di lain pihak Richard Dawkins menuding bahwa ide pendirian bangunan bagi kaum ateis tersebut tidaklah perlu karena lebih baik uangnya digunakan untuk membangun gedung-gedung sekolah yang di dalamnya mengembangkan dan mengedepankan pemikiran kritis dan rasionalistis. Terhadap pandangan Dawkins tersebut bisa ditambahkan juga bahwa demi mengembangkan pemikiran kritis juga dibutuhkan para guru, pendidik, dan pendamping yang terlatih. Ini artinya diperlukan adanya pelatihan-pelatihan terencana dan berkesinambungan untuk melatih orang-orang yang peduli terhadap pemikiran kritis.

    Selain itu, Dawkins juga menentang ide pendirian bangunan itu karena diduga biayanya berasal dari penyalahgunaan uang. Sayangnya pernyataan Dawkins tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti alias tidak ditunjang oleh angka-angka. Jika tudingan Dawkins tersebut benar adanya, maka pembangunan "kuil" tersebut haruslah ditolak.

    Selain dua pihak ateis yang saling bertentangan terhadap ide pendirian bangunan bagi kaum ateis, ada juga pendapat yang muncul dari pemimpin agama (seorang pendeta Anglikan), George Pitcher. Bertolak belakang dari pandangan Dawkins, Pitcher malah menyambut baik ide pendirian bangunan tersebut. Ia menyatakan bahwa ide pendirian bangunan bagi kaum ateis berdasar pada adanya sesuatu yang lebih kuat dan besar dari manusia. Jika pandangan Pitcher ini merupakan tafsirannya terhadap ide pembangunan tersebut, maka tafsirannya tersebut keliru karena seorang yang tidak percaya adanya tuhan (ateis) berarti orang tersebut tidak percaya pada adanya sesuatu yang lebih kuat dan besar yang berada di luar dirinya. Seorang ateis tidak memiliki kepercayaan terhadap adanya sesuatu, entah kekuatan, energi, ataupun dorongan yang memiliki "pribadi" yang melampaui dirinya. Dengan demikian, jika tafsiran Pitcher itu ditujukan pada ide pendirian bangunan bagi kaum ateis, maka tafsirannya tersebut salah alamat alias tidak tepat alias salah.

    Pitcher juga menyatakan bahwa naluri yang berasal dari sekularitas atau narasi agama, sejatinya sama mengundang pertanyaan. Apakah ini berarti narasi dari dunia (kata "sekular" berasal dari kata Latin saeculum, yang artinya dunia) dan narasi dari agama memiliki semangat yang sama? Sama sekali tidak. Mengapa demikian? Narasi sekular (sesuai dengan artinya) berarti semangat hidup nyata yang berpijak pada dunia. Sementara narasi agama membawa semangat pada "dunia atas" (dunia abstrak seperti surga dan mahkluk2 surgawi). Sekular artinya berada, hidup pada dunia nyata, masa kini, dan tidak "melihat" ke atas serta mengarahkan pandangan kepada "hal-hal di atas." Yang ke dua ini mengacu pada agama, bukan pada sekular, dunia. Dengan demikian, pernyataan Pitcher bahwa narasi sekular dan narasi agama sesungguhnya sama adalah keliru.

    Setelah memperhatikan setiap pandangan dengan seteliti mungkin, maka pada pihak manakah anda setuju? Bagi saya, tidak penting apakah kaum ateis memiliki gedung "sendiri" atau khusus karena masing-masing bisa "berjuang" dan hidup dalam masyarakatnya masing-masing. Jika memang dibutuhkan tempat untuk berkumpul, maka bisa berkumpul di tempat tertentu, jadi tidak perlu mendirikan tempat khusus. Terlebih, bagi kaum ateis tidak ada satupun subjek yang "suci" dan (harus) disembah karena bagi kaum ateis tidak ada yang tidak bercela, tidak bernoda. Yang perlu dilakukan dan terus dikembangkan serta dikedepankan adalah pemikiran kritis dan perjuangan terhadap kekerasan dan ketidakadilan. Meski kritisisme, perlawanan terhadap kekerasan dan ketidakadilan harus terus dilakukan, itu pun bukan sesembahan kaum ateis sehingga ketiga hal tersebut pun tidak perlu disembah layaknya kaum beragama/bertuhan menyembah tuhan/allahnya. 
    text-align: justify;
    Yang ke dua ini mengacu pada agama, bukan pada sekular, dunia. Dengan demikian, pernyataan Pitcher bahwa narasi sekular dan narasi agama sesungguhnya sama adalah keliru.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.