Senin, 29 November 2010

Hantu Perempuan Tertangkap Kamera?


Warga Kelurahan Mimbaan, Situbondo, Jawa Timur, dihebohkan oleh keberadaan sosok berwarna putih yang diyakini sebagai hantu dan berhasil ditangkap kamera. Hantu tersebut diduga belakangan ini telah mengganggu satu keluarga, khususnya salah seorang anggota keluarga (pemuda) yang mengklaim beberapa kali ditindih oleh hantu tersebut. Beberapa orang bahkan yakin bahwa hantu yang berhasil ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol itu berjenis kelamin perempuan.

Berikut adalah beberapa kejanggalan yang muncul setelah memperhatikan berita dan gambar yang diyakini beberapa orang sebagai sosok hantu itu: 

1. Diklaim bahwa hantu tersebut berjenis kelamin perempuan. Apakah dasarnya? Ketika memperhatikan gambar yang ditampilkan, tidak terlihat ciri-ciri jika hantu tersebut berjenis kelamin perempuan (misalnya: berambut panjang), kecuali hantu tersebut berambut pendek. Oleh karena itu, jika mendasarkan pada foto/gambar, seperti yang ditampilkan dalam berita, maka klaim bahwa hantu tersebut berjenis kelamin perempuan sangatlah lemah.

2. Klaim bahwa ada hantu perempuan yang selama ini mengganggu hanya dikatakan oleh seorang anggota keluarga. Kemungkinan besar ia mengatakan hantu yang mengganggu bahkan menindihnya berjenis kelamin perempuan karena yang mengatakan hal tersebut adalah seorang laki-laki. Sangat mungkin pernyataan ini didasarkan pada argumen: oleh karena yang ditindih adalah laki-laki, maka sudah pasti hantu yang menindih berkelamin perempuan, karena tidak mungkin hantu laki-laki (mau) menindih laki-laki. Pernyataannya anggota keluarga yang mengaku diganggu dan ditindih hantu laki-laki tersebut tidak didukung oleh keterangan lainnya, misalnya dengan menyebutkan ciri-ciri fisik perempuan secara rinci (rambut, buah dada, dan/atau suara). Dengan demikian, klaim bahwa ada hantu perempuan yang telah mengganggu sangat lemah karena tidak ditopang oleh penjelasan yang lebih rinci dan jelas.

3. Inti dan yang paling menghebohkan adalah hantu tersebut dapat ditangkap dan dimasukkan ke dalam sebuah botol bening kemudian diabadikan dengan kamera. Jika memang ada yang dinamakan/disebut hantu kemudian bisa dimasukkan ke dalam botol, berarti definisi yang selama ini menjelaskan hantu sebagai "makhluk halus" yang tidak bisa disentuh dan menyentuh harus dirubah dan diganti karena ternyata hantu adalah makhluk yang bisa disentuh/dirasa dan menyentuh. (Hal yang sama berlaku pada poin dua.) 

4. Hal berikut yang mirip dengan hal di atas adalah, jika hantu adalah "makhluk halus" yang bisa ditangkap dengan kamera dan mata, berarti definisi hantu sebagai "makhluk halus" yang tidak bisa dilihat kasat mata haruslah dirubah karena sekarang hantu bisa dilihat secara kasat mata bahkan tertangkap oleh kamera.

Demi membuktikan dan menguji bahwa yang di dalam botol itu sungguh-sungguh hantu berarti  orang diperkenankan menyentuhnya, jadi tidak hanya mendasarkan kepercayaannya pada penglihatan apalagi pendengaran (mendengar cerita orang-orang). Jika yang di dalam botol itu sosok hantu biarlah beberapa orang - sebelumnya sama sekali tidak diberitahu jika sosok di dalam botol itu hantu - mencoba menyentuh, menggenggam, bahkan mengeluarkannya dari botol untuk dilihat dari luar botol. Inilah yang dinamakan dengan double-blind investigation

Tujuan utama dilakukannya langkah pembuktian seperti ini untuk menguji seberapa kuat dan sahih pernyataan orang dan fenomen yang ada. Jika dari lebih dari dua orang mengatakan bahwa ada sesuatu (benda fisik/materil) di dalam botol itu yang bisa disentuh, bahkan digenggam dan dibawa ke luar dari botol untuk dilihat oleh lebih banyak orang berarti pernyataan orang bahwa sosok di dalam botol itu adalah hantu bisa diperhitungkan sebagai kebenaran.

5. Sejauh yang bisa dilihat karena berita hanya menampilkan satu gambar mengenai adanya sesuatu di dalam botol, seharusnya foto mengenai sosok di dalam botol tersebut diambil dari sebanyak mungkin sudut/arah. Hal inilah yang dilakukan ketika para peneliti mengkaji suatu fenomen/peristiwa. (Hal yang serupa dilakukan polisi atau kriminolog dengan mengambil sebanyak mungkin gambar satu objek dari berbagai sudut/arah.) Ini dilakukan untuk memperoleh kejernihan dan objektivitas sebuah objek. Jika objek yang sama direkam oleh kamera foto dari berbagai sudut/arah dan menghasilkan gambar yang serupa serta menghasilkan gambar/foto yang sama, hanya sudutnya saja yang berbeda, barulah objek tersebut bisa dianggap sebagai sesuatu yang nyata. 

Namun, jika pada sudut/arah lain objek tersebut tidak "berubah bentuk" dengan tingkat perubahan yang sangat besar, atau bahkan tidak nampak sama sekali, berarti jelas, objek yang hanya bisa direkam dari satu sudut/arah haruslah diperhitungkan sebagai hasil dari pantulan cahaya dari objek lain ataupun adanya partikel yang sangat kecil/halus yang menempel pada lensa kamera sehingga menghadirkan foto/gambar berwarna putih karena sangat mungkin jika partikel debu yang sangat halus atau setitik air menempel pada lensa sehingga menghasilkan gambar seperti di berita di atas.
Dengan demikian, klaim adanya hantu berjenis kelamin perempuan yang berhasil ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol bening kemudian diabadikan oleh kamera foto sangatlah lemah karena tidak didukung oleh penjelasan yang rinci dan bukti-bukti fisik relevan yang bisa dipertanggungjawabkan penjelasannya. Selama hal-hal tersebut tidak bisa disajikan, maka klaim tersebut haruslah dianggap sebagai sesuatu yang tidak terbukti kebenarannya.

Kamis, 25 November 2010

Agama > Delusi > Pembunuhan

Fakta sangat mengerikan kembali terjadi di mana agama kerapkali membuat orang-orang yang memeluknya mengalami delusi. Tidak berhenti di situ, agama pun tidak jarang membuat para pemeluknya tega melakukan tindakan yang sangat kejam, misalnya: membunuh. Contoh terkini seorang penganut agama yang tega berlaku keji, bahkan terhadap ibunya sendiri, ditemukan dalam diri seorang aktor Aktor Hollywood berkebangsaan Amerika Serikat. Aktor itu memenggal ibunya sendiri dengan sebilah samurai seraya di tangan lainnya memegang Alkitab. 

Meski kepada laki-laki tersebut segera akan dilakukan pemeriksaan psikologi untuk menentukan apakah ia mengalami penyakit atau gangguan tertentu yang membuatnya dengan keji telah memenggal ibunya sendiri, besar kemungkinan tindakan keji yang dilakukannya dipicu oleh pemahaman agamanya yang sangat mengerikan. Pemahaman agama yang sarat dengan kekerasan dan darah itulah yang membuat laki-laki itu mengalami delusi sehingga kemudian membunuh ibunya sendiri. 

Ini merupakan hal yang sangat mungkin terjadi karena banyak ayat dan kisah dalam Alkitab yang memang mengumbar dan menggambarkan kekerasan yang penuh darah, khususnya dalam bagian Perjanjian Lama. Jadi, sama sekali tidak mengherankan jika kisah-kisah tersebut bisa sampai membakar semangat umat Kristen untuk bertindak keras, karena "kitab suci"-nya sendiri pun memuat bahkan membenarkan kekerasan itu. Sesuatu yang sangat mengerikan! 

Mungkin ada pendapat yang menentang pandangan di atas dengan mengatakan: "Jangan salahkan agama dan/atau kitab sucinya melainkan orangnya, karena itu semua bergantung pada pemahaman masing-masing orang." Pendapat ini sangat lemah karena malah semakin memperlemah kedudukan agama dan "kitab suci" (dhi. Alkitab) agama tersebut, bukankah agama serta "kitab suci"-nya dibuat oleh manusia? Jika yang dipersalahkan adalah orangnya, berarti orang-orang yang membentuk agama dan membuat/menyusun "kitab suci"-lah yang memiliki kesalahan terberat karena mereka telah mengakibatkan begitu banyak orang di zaman-zaman setelah mereka bertindak keji. Artinya, para pembentuk agama dan pembuat/penyusun "kitab suci" itulah yang telah memicu peristiwa berdarah atas nama agama terjadi selama ribuan tahun, bahkan hingga saat ini. 

Jika dikatakan: "bergantung pada pemahaman masing-masing orang beragama", ini pun sangatlah lemah karena pertanyaan menjadi: apakah tolok ukurnya? agama? "kitab suci"? Jika begitu banyak orang beragama mengatakan bahwa agama yang benar mengajarkan kasih dan perdamaian, dan ketika ada orang beragama bertindak kejam atas nama agamanya dianggap memiliki pemahaman yang salah atau minim terhadap agamanya (menyalahkan orang tersebut), maka argumen ini (seharusnya) membawa orang yang mengatakannya pada pertanyaan dan masalah yang sudah muncul di paragraf sebelumnya.

Bagaimana dengan kenyataan bahwa lebih banyak orang beragama (dhi. Kristen) berlaku penuh kasih? Ada dua kemungkinan: pertama, mereka tidak mengetahui bahwa latar belakang agama yang dipeluknya penuh dengan kekerasan dan banyak kisah dalam Perjanjian Lama yang bernuansa pertumpahan darah, atau, kedua, mereka mengetahui kedua hal tersebut, namun mengacuhkannya dan menganggapnya tidak ada. Sikap yang pertama menunjukkan minimnya pengetahuan orang tersebut mengenai agama dan "kitab suci"-nya sendiri dan keengganan untuk belajar, sedangkan sikap yang kedua berarti orang tersebut bohong dan munafik. Bukankah hal-hal ini dilarang oleh agama Kristen?

Kembali pada berita di atas, jelas, agama membuat para penganutnya mengalami delusinasi, dan dapat mendorong orang-orang beragama untuk bertindak keras terhadap sesamanya serta memiliki kecenderungan membahayakan keberadaan sekitarnya. Jika tindakan keji seperti yang dilakukan laki-laki dalam berita tersebut - memenggal ibunya sendiri - bisa dilakukan, maka juga ada kemungkinan (bahkan lebih besar kemungkinannya) jika orang-orang beragama akan bertindak keras terhadap orang-orang yang berbeda paham dengan diri atau kelompoknya. 

Dengan demikian, tidaklah tepat jika dikatakan agama (dhi. Kristen) adalah agama yang mengedepankan dan menguatamakan ajaran kasih, atau mengatakan Kristen adalah agama kasih, karena pernyataan ini tidak didukung oleh kenyataan yang terjadi. Kenyataannya malah terbalik 180%, di mana bukan kasih yang muncul melainkan kekejaman.

Rabu, 24 November 2010

Alasan "Gaib"

Seorang pemuda memerkosa banyak gadis cilik dengan alasan untuk memenuhi permintaan makhluk gaib yang telah menyelamatkannya dari kecelakaan maut. Mungkin orang banyak orang segera bereaksi terhadap pengakuan pemuda tersebut dengan mengatakan: "Ah, alasan ajah, bilang ajah kalo emang mo perkosa anak-anak!" atau "Dasar orang gila, bilang ajah pengen merkosa anak-anak kecil, ga usah bawa-bawa makhluk gaib segala!" 
 
Dua reaksi di atas bisa dianggap emosional akibat geram dan benci terhadap tindakan pemuda tersebut. Di satu sisi, reaksi yang demikian  bisa diterima, terlebih jika diungkapkan orangtua-orangtua yang memiliki anak-anak gadis yang masih kecil, karena mungkin saja mereka terbayang seandainya hal tersebut dialami oleh anak-anak gadis mereka yang masih kecil. Artinya, reaksi tersebut sangatlah lumrah jika dilontarkan oleh orangtua. Namun di sisi lain, reaksi tersebut bisa diperhitungkan sebagai hambatan untuk membaca pernyataan pemuda itu secara lebih jernih, dengan meminimalkan penggunaan emosi yang tidak sehat. Dikatakan tidak sehat karena sangat mungkin reaksi tersebut lahir akibat penggunaan emosi yang tidak pada tempatnya sehingga serta-merta mengatai pemuda tersebut sebagai orang gila.

Bisa saja apa yang diakui oleh pemuda tersebut benar. Artinya, ia mendengar bahwa ada suara yang mendorongnya untuk memerkosa anak-anak gadis yang masih kecil. Bagaimana hal tersebut bisa diketahui? Tentu, dengan melakukan pemeriksaan/penelitian psikologi yang melibatkan unsur-unsur pikiran serta mental pemuda tersebut. Jika pemeriksaan psikologi yang ketat telah dilakukan dan hasilnya mengatakan bahwa pemuda tersebut memang memperoleh suara-suara tertentu yang mendorongnya melakukan pemerkosaan, maka pengakuannya tersebut bisa diperhitungkan sebagai kebenaran. Tentu, pemeriksaan ini harus dilakukan dengan melibatkan berbagai unsur dan perangkat (orang dan alat) yang baik sehingga hasil pemeriksaan tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jika demikian, pemuda tersebut diperhitungkan mengidap delusi. 

Jika pemuda tersebut terbukti benar mengalami delusi, apakah ia akan lolos dari hukuman? Dalam pengertian tertentu ya. Artinya, penjara bukanlah tempat yang cocok untuk seseorang yang mengidap delusi melainkan rumah sakit jiwa-lah tempat yang lebih cocok. Penjara hanya cocok untuk orang-orang yang tidak mengidap penyakit, sedangkan delusi digolongkan ke dalam salah satu penyakit yang mempengaruhi, baik mental maupun fisik penderitanya. Oleh karena itu, tidak tepat jika orang yang mengidap delusi dipenjarakan, tepatnya orang tersebut dirumahsakitkan. Jika setelah mengalami "penahanan" di rumah sakit keadaan orang bersangkutan (pemuda yang mengaku mendapat bisikan dari makhluk gaib) membaik dan bisa diperhitungkan tidak mengidap delusinasi lagi, maka ia bisa diajukan ke pengadilan untuk dituntut dan dikenai sanksi-sanksi akibat perbuatannya, untuk kemudian dipenjarakan.

Mungkin ada pendapat mengatakan: "Mengapa tidak dipenjarakan saja, nanti kalo cuma dimasukin ke rumah sakit kabur deh...?!" atau "Wah, enak banget cuma dimasukin ke rumah sakit jiwa, bukan ke penjara!" Masalah kabur atau tidaknya si pengidap delusi merupakan tanggung jawab pihak rumah sakit dan bukan juga mengenai mana yang lebih enak. Fokus tulisan ini menanggapi berita di atas adalah mengenai penanganan yang tepat terhadap warga negara. Jika bangsa ini mengaku sebagai bangsa yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dengan memperjuangkan hak asasi kemanusiaan, maka penanganan yang tepat terhadap setiap warganya adalah salah satu bukti nyata yang bisa dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab aparat hukum-lah untuk menerapkan ketepatan penanganan terhadap setiap warga negara.

Jumat, 12 November 2010

Ekstrinsik + Intrinsik

Berita dalam Viva News mengatakan setidaknya ada tujuh hal yang menjadi pemicu orang percaya pada adanya UFO dan alien. Sementara ketujuh hal tersebut berasal dari luar diri orang yang percaya pada UFO, maka dalam tulisan ini ditambahkan satu penyebab orang percaya pada UFO, dan penyebab ini lebih berasal dari dalam diri orang tersebut.

Banyak orang mempercayai keberadaan UFO karena mereka mudah menerima pernyataan atau kesaksian orang lain mengenai adanya UFO. Mereka percaya UFO ada karena pernyataan tersebut berasal dari orang-orang tertentu, misalnya: ahli antariksa dan/atau pemerintah. Hal tersebut membuat banyak orang dengan tanpa keraguan mempercayai suatu hal. Hal tersebut diperkuat dengan tayangan film atau dokumenter yang berkisah mengenai adanya UFO dan alien yang membuat keyakinan banyak orang mengenai adanya UFO semakin dipertebal. 

Banyak orang menganggap jika tayangan yang bergenre "dokumenter" sudah berarti benar, tidak mungkin salah apalagi suatu kebohongan. Ini adalah pandangan yang keliru sekaligus bisa menyesatkan orang lain. Namun demikian, tidak berarti bahwa tayangan dokumenter harus serta-merta ditolak dan sama sekali tidak (bisa) dipercaya. Sikap yang kedua ini pun tidak bijak. Dengan demikian, sikap bijak menanggapi fenomena UFO adalah tidak segera/mempercayainya sekaligus tidak serta-merta menolaknya. Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah berbagai bukti relevan dengan didukung argumen yang kuat. Jika hal ini bisa dicapai, maka orang tidak menjadi "penolak" ataupun "penerima" setiap hal, termasuk UFO.

Setelah melihat ketujuh hal ekstrinsik yang tidak mendukung keberadaan UFO ditambah satu  hal intrinsik yang juga meragukan keberadaan UFO, maka dengan demikian keberadaan UFO bisa ditolak atau tidak dipercaya karena berbagai bukti yang ada bukannya memperkuat keberadaan UFO melainkan memperlemahnya. Jadi, dengan berdasar pada delapan poin itu dapat disimpulkan bahwa UFO bukanlah sesuatu yang nyata melainkan bentukan hal-hal lain, baik yang material (tujuh hal ekstrinsik) maupun imaterial (satu hal intrinsik = kepercayaan pada kesaksian/pengakuan orang lain).

Kejahatan X Kebaikan

Begitu banyak orang beranggapan dan percaya jika kesurupan terjadi akibat unsur yang berasal dari luar tubuh seseorang (seperti: hantu/makhluk halus) kemudian hantu tersebut merasuki tubuh orang itu. Dengan demikian, begitu banyak orang mengatakan bahwa kesurupan diakibatkan oleh gangguan yang dialami manusia berasal dari luar unsur tubuhnya. Apakah benar demikian? Pandangan ini salah dan cenderung menyederhanakan persoalan dengan meniadakan unsur yang berasal dari dalam tubuh manusia.   

Contoh kesurupan yang dipercayai hanya akibat yang berasal dari luar tubuh manusia adalah terjadi baru-baru ini di Bangkalan, Madura, di mana sekitar 10 siswa mengalami kesurupan. Peristiwa kesurupan terjadi ketika para siswa tersebut sedang mengikuti salah satu kegiatan yang diadakan sekolah. Namun, pihak sekolah segera menyatakan bahwa anak-anak yang kesurupan itu bukan akibat kegiatan sekolah yang diadakan sekolah melainkan hal lainnya, seperti: 
1. Sekolah akan mengadakan kegiatan agama.
2. Sekolah menebang beberapa pohon besar di lingkungan sekolah.

Pihak sekolah menganggap jika kedua hal ini menjadi penyebab kesurupan yang dialami anak-anak akibat "penunggu" sekolah tidak suka/marah sehingga "penunggu" itu merasuki beberapa siswa. Dengan demikian, pihak sekolah menolak jika acara yang diadakan sekolah sebagai penyebab beberapa anak mengalami kesurupan dan lebih "menyalahkan" sesuatu yang bernuansa supernatural. Ini artinya, sekolah lebih percaya pada sesuatu yang tidak kasat mata ketimbang yang kasat mata dan memiliki materi.

Mengapa hal demikian bisa terjadi? Hal seperti itu bisa terjadi karena  hal-hal yang bernuansa supernatural lebih misterius dan seru dibandingkan hal-hal yang terlihat kasat mata. Hal-hal yang tidak kasat mata bisa membuat merinding ketimbang hal-hal materil yang tidak bisa membuat bulu kuduk berdiri. Hal ini sejajar dengan agama dan kepercayaan kepada Tuhan, di mana bisa membuat manusia takjub, merinding, bahagia, bahkan menangis. Artinya, manusia menggemari hal-hal yang membuat emosinya "naik-turun" karena sesuatu yang misterius dan tidak kasat mata. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika melihat/mengetahui bagaimana cara manusia menangani fenomena kesurupan, yakni dengan membacakan ayat-ayat yang berasal dari "kitab suci."

Pembacaan ayat-ayat "kitab suci" yang ditujukan bagi orang-orang yang mengalami kesurupan didasarkan pada kepercayaan bahwa kesurupan diakibatkan oleh sesuatu supernatural yang jahat, oleh karenanya harus dilawan oleh sesuatu supernatural juga, namun yang baik. Jadi, ada pemikiran banyak orang bahwa sesuatu yang tidak kelihatan harus diperhadapkan dengan sesuatu yang tidak juga tidak kelihatan, dan karena kesurupan diakibatkan oleh hantu, maka harus dilawan oleh Tuhan. Kejahatan harus dilawan oleh kebaikan. Akibatnya, banyak orang meniadakan atau tidak mempedulikan hal-hal yang sesungguhnya kasat mata. Artinya, orang lebih mempercayai hal-hal yang tidak kelihatan (supernatural) ketimbang hal-hal yang keliatan (material). 

Contoh inilah yang ditemukan dalam berita di atas ketika pihak sekolah bukannya memperhatikan kegiatan telah dan sedang dilakukan anak-anak melainkan membiarkan pikirannya dikuasai oleh hal-hal yang tidak kelihatan. Pihak sekolah sama sekali tidak memperhitungkan kemungkinan jika kegiatan yang diadakannya telah membuat beberapa anak merasa tidak nyaman, dan anak-anak yang tidak merasa nyaman tersebut tidak memiliki pikiran yang kuat sehingga mereka mengalami kesurupan. Inilah salah satu contoh nyata (lagi) di mana manusia lebih mempercayai sesuatu yang supernatural ketimbang material. Akibatnya, penanganan yang diberikan pun sangat sederhana bahkan ga nyambung karena menafikan psikologi serta melibatkan orang-orang yang keliru.

Kamis, 11 November 2010

Hantu Curhat

Dua remaja perempuan (SMP) yang berada dalam keadaan "kesurupan" mengaku jika hantu yang ditemui masing-masing perempuan itu mengajak mereka curhat. Salah seorang remaja  perempuan yang kesurupan itu mengatakan bahwa hantu (makhluk halus) yang dijumpainya dalam keadaan kesurupan itu bercerita tentang keluarganya, bahkan meminta tolong agar anaknya yang sedang sakit ditolong. Sementara remaja yang lainnya mengaku ketika dalam keadaan kesurupan ia berjumpa dengan seorang anak kecil dan perempuan sama-sama mengenakan pakaian putih. Dan ia mengatakan bahwa perempuan yang dijumpainya itu mengajaknya curhat. Mungkin banyak orang dengan cepat menghakimi atau menganggap pernyataan kedua remaja perempuan itu sebagai hal yang bohong-bohongan atau yang mereka katakan tidak lebih dari omong kosong. Sikap-sikap seperti itu tidaklah bijak karena ada sikap yang lain yang bisa ditampilkan.

Fenomena kesurupan mesti dipahami sebagai peristiwa yang sungguh terjadi. Artinya, orang yang mengalaminya tidak sedang melakukan kebohongan ataupun omong kosong, jika ia benar-benar mengalami kesurupan. Peristiwa kesurupan memang bisa terjadi akibat pikiran seseorang tidak mampu lagi menampung atau menguasai emosi yang berada dalam diri seorang ketika berbenturan dengan kenyataan sosial yang dialami orang tersebut. Ketika pikiran tersebut tidak mampu menguasai benturan kedua hal itu, misalnya dengan menyalurkannya pada aktivitas tertentu, maka yang terjadi adalah "kesurupan." 

Oleh karena itulah harus dikatakan bahwa kesurupan yang dialami seseorang bukanlah akibat tubuh ataupun pikiran orang itu dimasuki oleh hantu (makhluk halus) melainkan akibat pikiran yang tidak mampu menguasai emosinya setelah orang tersebut mengalami suatu peristiwa yang menekan pikirannya. Orang yang mengalami kesurupan bukanlah sedang melakukan kebohongan atau omong kosong melainkan pikirannya tidak mampu menampung emosi yang begitu meluap sehingga hal tersebut membuat tubuhnya melakukan gerakan-gerakan motorik di luar kemampuan kendali pikirannya. Oleh karena itulah sama sekali tidak perlu menjadi heran ketika orang kesurupan tubuhnya menjadi mengejang, tidak jarang disertai dengan teriakan, bahkan tangisan, dan banyak gerakan yang jika dalam keadaan sadar orang tersebut tidak akan dan tidak mampu melakukannya.

Bagaimana dengan pengakuan kedua remaja perempuan dalam berita di atas yang mengaku masing-masing telah bertemu dengan hantu yang curhat dengan mereka? Apakah mereka mengatakan sesuatu yang omong kosong atau benar? Kedua remaja tersebut tidak mengatakan hal yang omong kosong apalagi berbohong, tetapi mereka menyampaikan ingatan tertentu yang muncul di dalam pikiran mereka. Namun ingatan tersebut sangat mungkin merupakan sesuatu yang sangat tidak menyenangkan buat mereka. Ingatan tersebut telah membangkitkan emosi tertentu yang tidak mampu ditampung atau dikendalikan atau disalurkan oleh pikiran mereka sehingga mereka pun mengalami kesurupan. 

Dari manakah ingatan itu berasal? Bisa jadi ingatan itu berasal dari pengalaman mereka, entah sudah lama ataupun tidak lama terjadi ketika mereka berjumpa atau mendengar cerita seseorang yang mengalami kesulitan/kemalangan. Setelah mendengar cerita, maka cerita itu pun disimpan dalam memori otak mereka. Dan ketika mereka mengalami suatu peristiwa, entah mirip ataupun tidak mirip dengan pengalaman, maka ingatan yang tersimpan dalam memori otak itu pun muncul ketika mereka mengalami kesurupan, walaupun kemungkinan besar yang terjadi adalah bahwa peristiwa tersebut memiliki kemiripan dengan peristiwa yang pernah dialami. 

Jadi, jelas, kedua remaja perempuan dalam berita di atas tidaklah bohong karena peristiwa berjumpa dengan orang yang mau curhat ketika mereka dalam keadaan kesurupan sungguh-sungguh terjadi. Ya, terjadi dalam pikiran mereka, bukan di luar pikiran mereka. Dengan demikian, pengakuan kedua perempuan remaja itu sama sekali bukanlah omong kosong karena mereka memang berjumpa dengan figur-figur tertentu dalam pikirannya, yang sangat mungkin dipicu oleh peristiwa serupa yang sangat tidak menyenangkan pikiran mereka sehingga ingatan yang mirip itu pun muncul ketika mereka mengalami kesurupan.

Ketakutan > Loncat

Ternyata ketakutan bisa mengakibatkan peristiwa yang cukup tragis, apalagi jika ketakutan itu begitu mencekam sehingga orang yang mengalaminya tidak mampu memisahkan dan membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Hal inilah yang dialami 11 orang termasuk seorang bayi ketika mereka dikejutkan oleh teriakan seseorang yang menganggap dirinya telah melihat setan. Kontan setelah mendengar teriakan itu ke-11 orang itu pun loncat dari lantai dua sangking takutnya. Peristiwa konyol tersebut terjadi sekitar pukul 03.00 ketika 13 orang sedang menonton televisi. Kemudian seorang laki-laki mendengar bayinya menangis, ia pun beranjak membuatkan susu dalam keadaan tidak mengenakan pakaian. Ketika sedang membuatkan susu itulah beberapa orang melihat laki-laki telanjang tersebut dan menganggapnya sebagai setan dengan berteriak, "Ada setan... ada setan...!" 

Ketika ketakutan yang mencekam menguasai seseorang akibat mudah terpengaruh oleh adanya teriakan, itu artinya orang tersebut tidak mampu membedakan antara hal yang riil/nyata dan hal yang merupakan halusinasi. Hal tersebut semakin diperparah karena orang tersebut sangat mudah percaya pada sesuatu yang berasal dari luar dirinya, misalnya: teriakan atau perkataan orang lain. Ia serta-merta percaya kepada orang lain dan hal itulah yang menyebabkannya bertindak/berlaku berdasarkan sesuatu yang berasal dari luar dirinya. Akibatnya, salah satunya adalah seperti peristiwa yang terjadi di Versailles, Perancis, dalam berita di atas.

Jika orang beranggapan rasionalitas seseorang menentukan keputusan yang dimiliki seseorang, khususnya dalam kaitannya dengan hal-hal supernatural dan paranormal, ternyata anggapan tersebut tidaklah tepat karena rasionalitas seseorang belum cukup membuat seseorang untuk mampu membedakan antara yang nyata dan halusinasi serta delusinasi. Artinya, rasionalitas seseorang tidak cukup untuk membuat manusia untuk tidak percaya dan menerima hal-hal yang supernatural dan paranormal, bahkan tidak jarang orang yang rasionalistis malah sangat mempercayai berbagai hal yang bernuansa supernatural dan paranormal.

Dengan demikian, hal apakah yang bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai berbagai hal yang berkaitan dengan supernatural dan paranormal? Setidaknya ada satu "benteng" yang bisa diandalkan, yakni: sikap skeptis. Ini artinya jika seseorang memiliki sikap yang kritis, ia tidak akan mau, apalagi mudah, percaya pada pandangan ataupun kepercayaan orang lain. Seorang yang skeptis tidak akan menerima pernyataan ataupun argumen orang lain sekalipun pernyataan atau argumen itu dikeluarkan oleh otoritas tertentu dalam masyarakat. Seorang skeptik tidak mau menerima dan memeluk kepercayaan orang lain sebelum ia mengujinya terlebih dahulu dengan daya kritis yang dimilikinya.

Oleh karena itulah rasionalitas seseorang seharusnya muncul/berangkat dari sikap skeptis yang dimilikinya, di mana awalnya ia meragukan segala hal yang terjadi di sekitarnya, terlebih meragukan pernyataan ataupun argumen orang lain. Semangat seorang skeptik adalah meragukan setiap sebelum hal itu melalui "pengadilan" akal budinya sendiri yang didukung oleh pikiran kritis dan argumen kuat yang dimilikinya. Jika hal ini terjadi maka  sudah sepantasnyalah peristiwa konyol yang ada dalam berita di atas tidak akan terulang kembali.

Kamis, 04 November 2010

Menangis

Seorang remaja lelaki berusia 16 tahun menangis di sel tahanan setelah ditangkap akibat dituduh telah melakukan perkosaan terhadap seorang remaja perempuan yang seusia dengannya. Menurut berita remaja lelaki itu menangis karena menyesali perbuatannya, dan hal seperti inilah yang menjadi pandangan umum. Jadi, banyak orang yang menafsirkan dan/atau menganggap ketika seseorang menangis setelah perbuatan jahatnya diketahui, artinya orang tersebut tengah menyesali perbuatannya, apalagi jika tangisan itu disertai dengan pengakuan orang yang bersangkutan bahwa ia telah menyesali perbuatannya. Terlebih, tangisan itu dilakukan oleh seorang remaja dan/atau anak di bawah umur. Apakah benar demikian? Bisa saja, namun ada kemungkinan lainnya.

Setidaknya ada dua kemungkinan yang menyebabkan seseorang menangis setelah perbuatan jahatnya diketahui orang lain yang mengakibatkan orang itu ditangkap dan ditahan. Selain kemungkinan pertama - pandangan umum - yang telah dikemukakan di atas, di mana penyebab orang yang menangis itu karena ia dianggap menyesali perbuatannya, ada kemungkinan kedua, yakni: orang tersebut khawatir bahkan takut apa yang akan terjadi pada dirinya. Hal normal ketika orang menangis akibat takut terhadap hal apa yang akan menimpanya karena berkaitan dengan hukuman yang harus dijalani apalagi sampai hidup di penjara. Oleh karena itu, sangat mungkin seseorang menangis setelah perbuatan jahatnya diketahui dan dirinya ditangkap.

Orang akan menangis ketika perbuatan jahatnya diketahui dan sadar jika dirinya akan menghadapi hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Terlebih jika kejahatan dilakukan oleh seorang remaja atau anak di bawah umur karena di dalam benaknya sudah ada gambaran kehidupan sebagai seorang tahanan yang berada di penjara. Ini artinya ia menyadari bahwa dirinya tidak akan bisa berkumpul dengan keluarga dan bertemu dengan teman-teman bermainnya seperti ketika ia berada di luar penjara. Oleh karena itulah seseorang, apalagi remaja atau anak di bawah umur akan merasa ketakutan dan menangis karena sesungguhnya ia menyadari bahwa dirinya tidak bisa bebas lagi jika berada dalam tahanan penjara. 

Ketika orang (dhi. petugas hukum) menyadari adanya kemungkinan kedua ini, maka kasus kejahatan yang dilakukan seseorang bisa disikapi dengan jernih dengan mengutamakan dan mengedepankan sikap yang didasarkan pada hukum yang adil. Artinya, hukum ditegakkan dengan tidak memandang latar belakang seseorang, sekalipun perbuatan jahat dilakukan oleh seorang remaja atau anak di bawah umur.