Tampilkan postingan dengan label Kekerasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kekerasan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Januari 2012

Anak Perempuan Membawa Beban?

Malang tak bisa dihindari oleh perempuan muda ini karena melahirkan seorang bayi perempuan. Secara kejam perempuan mudah tersebut diakhiri hidupnya, tak tanggung-tanggung, bukan hanya oleh ibu mertuanya melainkan juga oleh suaminya sendiri. Peristiwa tragis ini bukan hanya dikecam keras oleh para kepala suka tetapi juga oleh para pemuka agama di wilayah di mana peristiwa tersebut terjadi.

Setidaknya dua pertanyaan segera mengemuka terkait peristiwa biadab tersebut:  
  1. Apa salahnya jika perempuan muda itu melahirkan seorang bayi perempuan?
  2. Mengapa ibu mertua bahkan suami perempuan itu tega mengakhiri nyawa anak menantu dan istrinya sendiri?
Sejauh ini belum ada keterangan lebih lanjut mengenai alasan dibunuhnya perempuan itu oleh ibu mertua dan suaminya. Namun berdasarkan keterangan pendek yang terdapat dalam berita tersebut mengatakan bahwa di beberapa wilayah dan suku di Afganistan anak perempuan dianggap sebagai beban, sebaliknya, keberadaan anak laki-laki disambut dengan pesta yang meriah. Dengan demikian, jika seorang ibu melahirkan anak perempuan, maka keberadaan dan hidup ibu tersebut terancam karena keberadaan anak perempuan tidak diharapkan di tengah-tengah masyarakat. Hal yang serupa tidak akan dialami jika seorang ibu melahirkan anak laki-laki karena kehadiran anak laki-laki malah diharapkan bahkan dirayakan dengan meriah. 

Kenyataan yang sangat memprihatinkan tersebut mendorong lahirnya beberapa pertanyaan lanjutan; mengapa keberadaan (anak) perempuan dianggap sebagai beban dan bukan sebaliknya, (anak) laki-laki yang menjadi beban? Mengapa kehadiran anak laki-laki disambut meriah sedangkan kehadiran anak perempuan akan mengancam hidup sang ibu? Terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dibutuhkan informasi relevan yang memadai. Namun demikian muncul kecurigaan yang masuk akal, jika kehadiran anak perempuan tidak diharapkan bahkan dianggap sebagai beban, diakibatkan oleh pemikiran tradisional yang sangat sesat dengan berlandaskan pada tradisi agama tertentu.

Tidak lagi menjadi rahasia jika tiga agama samawi menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki dengan pemikiran bahwa perempuanlah yang digoda oleh "iblis" sehingga laki-laki dan manusia jatuh ke dalam "dosa." Jelas, pemikiran demikian berlandaskan pada kepercayaan yang berakar pada kisah mitologi yang lahir ribuan tahun yang lampau. Jika kepercayaan dan pemikiran masa lampau seperti itu masih dipercaya sampai saat ini oleh manusia modern, maka yang menjadi taruhannya adalah nyawa manusia. Dengan demikian, sangatlah tidak aneh jika peristiwa biadab seperti berita di atas (masih) terjadi pada masa kini. Ketika manusia modern lebih mengedepankan dan mengutamakan pemikiran tradisional yang sesat sekaligus membahayakan hidup orang lain, dan sebaliknya bukan mendasarkan hidupnya pada nilai-nilai kemanusiaan, maka pada saat itu sesungguhnya manusia tidak beradab alias tidak layak disebut manusia.

Kamis, 04 November 2010

Menangis

Seorang remaja lelaki berusia 16 tahun menangis di sel tahanan setelah ditangkap akibat dituduh telah melakukan perkosaan terhadap seorang remaja perempuan yang seusia dengannya. Menurut berita remaja lelaki itu menangis karena menyesali perbuatannya, dan hal seperti inilah yang menjadi pandangan umum. Jadi, banyak orang yang menafsirkan dan/atau menganggap ketika seseorang menangis setelah perbuatan jahatnya diketahui, artinya orang tersebut tengah menyesali perbuatannya, apalagi jika tangisan itu disertai dengan pengakuan orang yang bersangkutan bahwa ia telah menyesali perbuatannya. Terlebih, tangisan itu dilakukan oleh seorang remaja dan/atau anak di bawah umur. Apakah benar demikian? Bisa saja, namun ada kemungkinan lainnya.

Setidaknya ada dua kemungkinan yang menyebabkan seseorang menangis setelah perbuatan jahatnya diketahui orang lain yang mengakibatkan orang itu ditangkap dan ditahan. Selain kemungkinan pertama - pandangan umum - yang telah dikemukakan di atas, di mana penyebab orang yang menangis itu karena ia dianggap menyesali perbuatannya, ada kemungkinan kedua, yakni: orang tersebut khawatir bahkan takut apa yang akan terjadi pada dirinya. Hal normal ketika orang menangis akibat takut terhadap hal apa yang akan menimpanya karena berkaitan dengan hukuman yang harus dijalani apalagi sampai hidup di penjara. Oleh karena itu, sangat mungkin seseorang menangis setelah perbuatan jahatnya diketahui dan dirinya ditangkap.

Orang akan menangis ketika perbuatan jahatnya diketahui dan sadar jika dirinya akan menghadapi hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Terlebih jika kejahatan dilakukan oleh seorang remaja atau anak di bawah umur karena di dalam benaknya sudah ada gambaran kehidupan sebagai seorang tahanan yang berada di penjara. Ini artinya ia menyadari bahwa dirinya tidak akan bisa berkumpul dengan keluarga dan bertemu dengan teman-teman bermainnya seperti ketika ia berada di luar penjara. Oleh karena itulah seseorang, apalagi remaja atau anak di bawah umur akan merasa ketakutan dan menangis karena sesungguhnya ia menyadari bahwa dirinya tidak bisa bebas lagi jika berada dalam tahanan penjara. 

Ketika orang (dhi. petugas hukum) menyadari adanya kemungkinan kedua ini, maka kasus kejahatan yang dilakukan seseorang bisa disikapi dengan jernih dengan mengutamakan dan mengedepankan sikap yang didasarkan pada hukum yang adil. Artinya, hukum ditegakkan dengan tidak memandang latar belakang seseorang, sekalipun perbuatan jahat dilakukan oleh seorang remaja atau anak di bawah umur.

Senin, 16 Agustus 2010

Pornografi Kekerasan

Ketika suatu aksi atau peristiwa terjadi begitu nyata atau gamblang dengan disaksikan khalayak ramai (terjadi di hadapan banyak orang), entah aksi/peristiwa tersebut melibatkan hubungan seksual ataupun kekerasan, maka hal tersebut diperhitungkan sebagai pornografi. Banyak orang beranggapan jika pornografi hanya sebatas tindakan hubungan seksual. Namun sesungguhnya setiap aksi yang terjadi begitu nyata atau gamblang disebut dengan pornografi. Oleh karena itu, ketika suatu aksi/peristiwa kekerasan yang terjadi dengan sangat gamblang dengan disaksikan banyak orang apalagi sengaja dilakukan di tengah khalayak ramai, maka hal tersebut bisa disebut sebagai pornografi kekerasan. Peristiwa inilah yang terjadi di wilayah utara Afganistan (propinsi Kunduz) ketika kelompok Taliban membunuh sepasang kekasih di tengah pasar karena mereka dianggap telah melakukan maksiat.

Sebelum aksi pornografi kekerasan tersebut dilaksanakan kelompok Taliban tersebut mengumumkan akan diadakan "penghukuman" tersebut melalui corong Masjid sehingga masyarakat sekitar dapat menyaksikan aksi mengerikan itu. Bahkan khalayak diperbolehkan untuk turut serta dalam eksekusi rajam tersebut. Mengapa aksi pornografi kekerasan seperti itu dilakukan di muka umum dengan disaksikan banyak orang (dhi. terjadi di tengah pasar) bahkan memperbolehkan orang banyak itu terlibat? Setidaknya ada tiga alasan: Pertama, aksi tersebut hendak memberikan pesan dan kesan mengerikan kepada orang banyak sehingga mereka takut terhadap kelompok yang melakukan aksi kekerasan itu. Kedua, aksi tersebut bisa memberikan rasa superioritas (unggul) bagi kelompok yang melakukannya terhadap orang-orang yang menyaksikannya. Ketiga, orang-orang yang terlibat (dhi. turut dalam aksi menghukum dengan merajam) akan beranggapan bahwa apa yang dilakukan kelompok tersebut benar dan si terhukum memang salah sehingga mereka layak dihukum mati.

Jelas, aksi main hakim sendiri yang didasarkan pada hukum agama tertentu merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena hal tersebut tidak melalui proses pengadilan yang layaknya diterima oleh manusia. Main hakim sendiri meski didasarkan pada hukum agama tertentu menunjukkan jika para pelakunya; satu: tidak memiliki penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dua: cenderung berperilaku layaknya hewan dan bukannya manusia. Terlebih, aksi tersebut tergolong ke dalam pornografi kekerasan karena terjadi dengan begitu gamblang dengan disaksikan banyak orang karena dilakukan di tengah keramaian serta memperbolehkan para penonton untuk turut mengambil bagian dalam aksi sangat keji tersebut. Dan betapa mengerikannya karena aksi tersebut didasarkan pada semangat agama!

Kamis, 12 Agustus 2010

Makam & Pengrusakan

Sebagian besar orang sangat menghormati makam atau kuburan bahkan memperlakukannya sebagai sesuatu yang keramat karena di tempat itulah terbaring orang-orang yang dikasihinya. Sebagian orang memperhitungkan makam sebagai tempat patut dijaga dan dihormati karena disitulah "tempat peristirahatan terakhir" manusia untuk melanjutkan perjalanan di "dunia selanjutnya" alias alam baka. Oleh karena itu, tidak heran begitu banyak orang sangat peduli terhadap keberadaan makam orang-orang yang dikasihinya sehingga mereka sangat memperhatikan keadaan makam-makam tersebut dengan cara merawat serta menghiasi  dan memperindah makam-makam tersebut. Jangankan merusak makam, menginjak makam atau bertindak ceroboh di sekitar makam, seperti: melontarkan kata-kata kasar (memaki) dan/atau bergosip dianggap hal yang tabu untuk dilakukan karena dipercaya dapat mengganggu "peristirahatan" orang-orang yang telah dimakamkan. Pandangan ini didasarkan pada kepercayaan banyak orang bahwa orang yang telah meninggal dan dimakamkan sebenarnya tidak mati melainkan hanya beristirahat atau tidur sementara, dan makam hanyalah tempat peralihan manusia untuk masuk ke dalam kehidupan selanjutnya. Jadi, banyak orang percaya orang yang telah meninggal sebenarnya masih dapat melihat dan mendengar.

Terlepas dari kepercayaan banyak orang mengenai makam sebagai tempat yang dikeramatkan dan orang yang telah meninggal masih bisa melihat dan mendengar segala hal yang terjadi di dunia nyata, maka tindakan Israel yang menghancurkan puluhan makam di sebuah kuburan Muslim di Jerusalem tengah tidak pelak lagi membuat orang-orang Muslim Palestina di Jerusalem. Ditambah mereka - Muslim Palestina - mempercayai bahwa makam-makam tersebut sudah berusia sangat tua alias kuno. Tentu saja Muslim Palestina yang hidup di Jerusalem menganggap makam-makam itu sudah menjadi bagian dalam perjalanan sejarah kota Jerusalem, di mana mereka pun merupakan warga Jerusalem.

Tindakan sangat tidak terhormat yang telah dilakukan orang-orang Yahudi dengan menghancurkan makam-makam Muslim menjadi salah satu contoh nyata betapa orang bisa bertindak keras karena adanya perbedaan pandangan, prinsip, idealisme, ataupun kepercayaan. Seharusnya ketika orang atau pihak tertentu berbeda pandangan ataupun kepercayaan hal tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan kekerasan yang berujung pada pengrusakan. Perbedaan pandangan atau prinsip sudah sepatutnya tidak dibawa ke dalam ranah fisik yang seringkali berakhir pada tindak kekerasan di mana suara terbanyak menganggap diri lebih benar kemudian menggunakan kekuatannya untuk bertindak secara tidak adil terhadap pihak yang lebih sedikit.

Perusakan makam yang dilakukan orang-orang Yahudi sama sekali salah dan harus dikecam karena melanggar hak asasi orang-orang Muslim Palestina di Jerusalem. Seandainya pun jumlah warga Muslim Palestina di Jerusalem lebih sedikit dibandingkan warga Yahudi, tindakan pihak Yahudi yang telah menghancurkan makam Muslim di Jerusalem tetap tidak dapat dibenarkan karena tidak menghargai keberadaan Muslim Palestina di kota tersebut.

Kamis, 22 Juli 2010

Seks Akibat Benci

Seorang pemuda dituduh telah melakukan perkosaan oleh perempuan Yahudi setelah perempuan itu menyadari jika ternyata lelaki itu bukan orang Israel melainkan Arab. Peristiwa "perkosaan" itu langsung terjadi di hari yang sama setelah keduanya baru bertemu di sebuah jalan di Yerusalem pada tahun 2008. Sayangnya, tidak ada keterangan yang lebih rinci   mengenai peristiwa itu selain berita yang mengatakan bahwa setelah perempuan itu mengetahui jika pemuda yang telah berhubungan seks dengannya bukanlah seorang Yahudi melainkan Arab, ia melaporkan laki-laki tersebut ke polisi. 

Dengan berdasar pada berita tersebut dapat ditarik beberapa hipotesa:
1. Sebelum dan ketika saat hubungan seksual di hari pertama bertemu perempuan itu tidak mengetahui latar belakang (dhi. kebangsaan) laki-laki tersebut.
2. Setelah hubungan seksual terjadi perempuan tersebut mencari tahu atau secara tidak sengaja mengetahui jika laki-laki yang berhubungan seks dengannya bukanlah orang Yahudi.
3. Perempuan itu merasa telah ditipu/dimanipulasi oleh laki-laki tersebut sehingga menganggap jika dirinya telah diperkosa oleh laki-laki itu.

Untuk poin no. 1 bisa saja pasangan yang akan berhubungan seks tidak mengetahui latar belakang masing-masing, namun kemungkinan sama sekali tidak mengetahui latar belakang secara umum atau sepintas sangatlah kecil sekalipun hubungan seksual tersebut hanya  one-night-stand. Artinya, pasangan yang berhubungan seks sangat mungkin, setidaknya, mengetahui asal negara pasangan seksnya yang bisa diketahui atau diduga dari bahasa bahkan aksen yang digunakan. Oleh karena itu, kemungkinan perempuan yang mengaku telah dimanipulasi dan diperkosa oleh laki-laki yang tidak diketahui asal negaranya itu sangatlah kecil. Dengan demikian, perempuan itu kemungkinan besar mengetahui asal negara (kebangsaan) laki-laki yang dituduhnya telah memperkosa dirinya.

Seandainya perempuan tersebut sama sekali tidak mengetahui asal laki-laki tersebut, namun kemudian dengan secara sengaja mencari tahu asal laki-laki itu (poin no. 2), maka bisa dikatakan jika perempuan tersebut memiliki hasrat yang begitu kuat untuk mengetahui kebangsaan laki-laki itu. Ini artinya perempuan tersebut melakukan upaya yang terbilang tidak sederhana karena ia menginvestigasi banyak orang demi mengetahui asal negara laki-laki tersebut. Pada satu sisi upaya yang dilakukan perempuan tersebut patut dihargai, namun pada sisi lain menimbulkan keanehan karena muncul pertanyaan: Mengapa ia mencari tahu asal negara laki-laki itu setelah melakukan hubungan seks dengannya jika ia menghendaki hubungan jangka panjang dan serius? Bukankah logikanya, seseorang mencari tahu terlebih dulu mengenai pasangannya sebelum melakukan hubungan seks kecuali hubungan seks tersebut dilakukan hanya demi kesenangan sesaat atau one-night-stand? Oleh karena itu, upaya perempuan tersebut mencari tahu asal negara laki-laki yang telah berhubungan seks dengannya sangatlah mencurigakan karena sangat mungkin didorong oleh motivasi negatif. (Jangan lupa, bangsa Israel dan Arab saling membenci).

Setelah mengetahui jika laki-laki yang telah berhubungan seks dengannya ternyata bukan orang Israel melainkan Arab, maka perempuan itu pun merasa telah ditipu/dimanipulasi oleh laki-laki tersebut (poin no. 3). Jika ini yang terjadi, maka ada kejanggalan karena setidaknya, berdasarkan berita, tidak ditemukan indikasi jika laki-laki tersebut telah melakukan penipuan/manipulasi terhadap perempuan tersebut yang mengakibatkan perkosaan. Seandainya laki-laki itu telah melakukan penipuan/manipulasi terhadap perempuan itu, mengapa hubungan seksual itu terjadi di hari yang sama ketika mereka baru pertama kali bertemu? Ini sama sekali tidak hendak menuduh perempuan tersebut bodoh apalagi "murahan" karena langsung mau berhubungan seks padahal baru bertemu pertama kali, namun hendak mengemukakan kejanggalan dan kelemahan hipotesis yang mengatakan bahwa perempuan tersebut merasa telah ditipu/dimanipulasi. Hipotesis ini janggal dan lemah karena mengandaikan perempuan tersebut mengalami perkosaan akibat ditipu/dimanipulasi dengan membayangkan laki-laki tersebut mengaku dirinya sebagai Yahudi padahal bukan. Jika ini yang terjadi, berarti hubungan seks yang telah terjadi rupanya hanya dilandasi oleh alasan yang sangat dangkal, yakni: asal negara yang sama. Artinya, perempuan Israel tersebut mau berhubungan seks dengan laki-laki itu karena ia juga orang Israel, padahal kenyataannya bukan. 

Setelah mempertimbangkan ketiga hipotesa di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang terjadi adalah hubungan seks yang dilakukan tanpa paksaan/kekerasan karena masing-masing pihak sama-sama mau melakukannya alias mau sama mau. Dengan demikian, tuduhan yang dilakukan perempuan Israel terhadap laki-laki Arab yang malang tersebut sangatlah lemah dan tidak berdasar karena tidak didukung oleh argumen-argumen yang kuat, ditambah, latar belakang dan sejarah kedua bangsa (Yahudi dan Arab) yang selalu bermusuhan. Ini artinya, tuduhan perempuan itu sangat mungkin dilandaskan pada kebencian terhadap bangsa tertentu yang dilampiaskan melalui salah seorang warganya.

Sabtu, 10 Juli 2010

Gaya Kuno

Seorang perempuan Iran "lolos" dari hukuman rajam setelah pemerintah Iran mencabut tuntutan mengerikan tersebut. Sebelumnya perempuan itu diancam hukum rajam akibat terbukti telah melakukan hubungan tidak resmi dengan dua orang laki-laki sepeninggal suaminya. Sudah merupakan hukuman dalam negara Iran jika seorang perempuan terbukti melakukan perbuatan seksual di luar pernikahan (Islam), maka ia akan dirajam, sedangkan jika terbukti adanya hubungan seksual sebelum nikah akan dicambuk sebanyak 100 kali. Semua hukuman itu tentu didasarkan pada hukum-hukum Islam yang merupakan dasar pemerintahan Iran.

Terlepas dari tindakan seksual perempuan tersebut (berhubungan dengan dua laki-laki sepeningal suaminya) dan hal baik yang diperolehnya karena ia tidak akan dihukum rajam, pemberlakuan hukuman yang didasarkan pada hukum-hukum Islam seperti yang diberlakukan di Iran merupakan hal yang sangat mengerikan. Dikatakan mengerikan karena mereka masih memberlakukan jenis hukuman yang sama sekali tidak manusiawi, di mana manusia diperlakukan layaknya binatang, dengan dicambuk dan dirajam. Sangat mungkin banyak orang berdalih bahwa hukuman seperti itu hendak memberikan efek jera terhadap si terhukum, namun hukuman seperti itu dilakukan pada zaman baheula ketika peradaban manusia tidak sebegitu modern seperti saat ini, di mana hak asasi dan kebebasan manusia sudah lebih diperhatikan dan diperjuangkan.

Pemberlakuan jenis hukuman yang begitu keras dan mengerikan sesungguhnya menunjukkan bahwa pemerintahan atau kelompok yang memberlakukan hal tersebut tidak menghargai (ke)hidup(an) yang menjadi hal setiap orang. Lebih dari itu, pemerintah atau kelompok yang memberlakukan cara-cara hukuman yang sangat keras dan keji memperlihatkan mereka sebagai barbarian yang masih hidup di zaman dahulu. Mereka adalah orang-orang yang hidup di masa kini (modern), namun masih berperilaku bagaikan orang-orang yang hidup ribuan tahun yang lampau. Orang-orang seperti itu tidak mau melihat kenyataan, bahkan menutup mata dan telinga serta membentengi pikiran mereka dari berbagai hal yang terjadi di masa kini ketika pemikiran dan peradaban manusia terus berkembang, namun sebaliknya mendasarkan pikiran mereka pada hukum-hukum agama yang sudah usang alias out-of-date karena sebenarnya sudah tidak sesuai dengan kenyataan riil yang terjadi di masa kini.

Kembali pada berita mengenai perempuan yang tidak akan dijatuhi hukuman rajam tadi, jika orang tidak membaca berita tersebut dengan cermat maka orang akan segera memberikan pujian dan penghargaan pada pemerintah Iran yang sudah membatalkan hukuman atas perempuan itu, yang sesuai dengan perjuangan hak asasi manusia. Namun, kita tidak tahu dan tidak bisa memastikan jika (ancaman) hukuman yang sama tidak akan berlaku lagi pada orang lain, bukan? Orang mungkin juga terburu-buru memuji pemerintah Iran yang sudah bersikap manusiawi karena tidak jadi merajam perempuan tersebut sehingga tidak memperhatikan bahwa sebelumnya perempuan malang tersebut telah mengalami hukuman dicambuk sebanyak 99 kali! Apakah ini yang dinamakan dengan sikap yang sesuai dengan perjuangan kemanusiaan? Jauh dari kenyataan yang sesungguhnya!

Selasa, 06 Juli 2010

Mengapa Baru Sekarang?

Setelah nyaris 20 tahun (1968-1986) merajalela dengan menyiksa 25 anak secara seksual barulah seorang mantan pastur dikenai ancaman hukuman 20 tahun penjara. Mengapa baru sekarang? Mengapa ancaman hukuman penjara tersebut diajukan setelah perlakuan keji pastur tersebut berlalu lebih dari 10 tahun silam? Mengapa pihak keamanan setempat (Australia) baru sekarang menjatuhi hukuman atas tindakan cela pastur tersebut setelah ia melakukan perbuatannya tersebut hampir 20 tahun? Mengapa juga Paus Benediktus XVI baru meminta maaf kepada korban dan keluarganya serta umum 10 tahun lebih setelah tindakan cemar itu terjadi? Mungkin ini memang "tradisi" otoritas tertinggi gereja Katolik Roma, Vatikan, yang memang sangat lambat meminta maaf kepada publik mungkin karena keangkuhan yang dimiliki mereka. Jangan-jangan selama rentang 20 tahun tersebut lebih dari 25 anak telah disakiti secara seksual oleh pastur biadab tersebut. 

Setelah sekian puluh skandal kekerasan, baik seksual maupun non-seksual yang dilakukan para pastur, sepertinya tidak ada tindakan nyata yang dilakukan oleh Vatikan untuk menganalisis mengapa para pastur tersebut telah berlaku dengan keji. Apakah yang melatarbelakangi perbuatan kejam para pastur yang seharusnya menjadi teladan, bahkan perlindungan bagi umatnya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, di mana para pastur malah menggunakan otoritas mereka untuk memperdaya dan menyakiti orang-orang seyogianya memperoleh kesejukan dan kedamaian di dalam kepercayaan (Katolik) yang mereka anut. Ternyata otoritas yang dimiliki seseorang bisa membuat orang tersebut menjadi "buta" dengan menggunakan otoritas yang dimilikinya untuk menyesatkan, bahkan menyakiti sesamanya.

Sabtu, 03 Juli 2010

Mengamalkan Hukum Kasih

Sepertinya inilah yang dilakukan oleh Vatikan (otoritas tertinggi gereja Katolik) yang akan memberikan kesempatan kepada seorang Uskup Jerman untuk bertugas kembali setelah mengajukan surat pengunduran diri. Uskup Jerman tersebut mengundurkan diri setelah memberikan pengakuan bahwa beberapa waktu lalu pernah memukul anak-anak. Menanggapi surat pengunduran diri yang telah diberikan kepada Vatikan, pihak otoritas gereja tersebut tengah mempertimbangkan supaya Uskup Jerman tersebut bisa tetap melakukan tugas gerejawinya. 

Setidaknya ada dua tafsiran menanggapi sikap Vatikan yang sepertinya akan tetap membiarkan Uskup Jerman tersebut memangku jabatan gerejawinya:

Pertama: Persoalan tindakan kekerasan dengan memukul anak-anak seperti yang diakui telah dilakukan oleh Uskup Jerman tersebut tidak sebesar skandal seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh para petinggi gereja Roma. Oleh karena itu, kepedulian Vatikan  terhadap dua kasus tersebut (pemukulan dan tindak seksual terhadap anak-anak) tidaklah sama. Sepertinya Vatikan tidak menganggap kasus pemukulan terhadap anak-anak yang dilakukan seorang petinggi gereja Roma sebesar, seheboh, atau sememalukan ketimbang kasus seksual yang dilakukan para petingginya. Jika ini yang terjadi, maka jangan heran ketika kelak para petinggi gereja Roma mengaku hanya melakukan pemukulan anak-anak demi terhindar dari tuduhan telah melakukan tindakan seksual terhadap anak-anak.

Kedua: Sepertinya Vatikan mentolerir (baca: memaafkan) tindakan yang pernah dilakukan Uskup Jerman itu karena ia telah mengakui perbuatannya tersebut. Oleh karena ia tidak melakukan tindakan seksual terhadap anak-anak itu melainkan hanya memukul mereka ditambah ia telah mengakui perbuatannya yang disertai oleh surat pengunduran dirinya, maka gereja pun memberikan pengampunan terhadap Uskup Jerman tersebut. Mungkin saja  Vatikan menganggap pengakuan dosa dan pengunduran diri yang dilakukan oleh Uskup Jerman tersebut sebagai perbuatan "baik" karena ia telah menunjukkan keberanian dan tanggung jawab. Oleh karena itulah Vatikan mempertimbangkan supaya ia bisa terus melaksanakan tugas gerejawinya. Jika ini yang terjadi, maka sangat mungkin Vatikan tengah mewujudkan ajaran utama dalam agama Kristen, yakni "kasih." Artinya, tindakan pengampunan yang diberikan Vatikan terhadap Uskup Jerman tersebut merupakan wujud dari pengamalan hukum kasih seperti yang diajarkan Yesus. "Jika Allah Bapa yang penuh kasih telah mengampuni umat-Nya dengan mengurbankan Yesus, anak-Nya, demi menebus dosa manusia, masakan kita sebagai manusia yang telah ditebus melalui darah pengurbanan anak-Nya di kayu salib tidak mengampuni sesama kita?" Mungkin kata-kata itulah yang diucapkan oleh Vatikan.

Sabtu, 26 Juni 2010

Terbalik dong, Pak...!!

FPI kembali beraksi dengan membubarkan acara sosialisasi kesehatan tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Banyuwangi karena diduga sebagai pertemuan kader komunis. Padahal acara tersebut merupakan sosialisasi program DPR dan sosialisasi Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Namun, ada pernyataan dari salah seorang ketua FPI yang "luar biasa aneh" karena logikanya terbalik: "Kami di DPP lagi mau gelar pertemuan nih...kami menghimpun data dulu, apa betul-betul itu PKI murni atau bagaimana?" (Oh, for fuck sake!) Mata dan pikiran saya nyaris tidak percaya dengan pernyataan yang diutarakan salah seorang ketua FPI tersebut! Mengapa data-data mau dikumpulkan padahal sudah melakukan tindakan? Mengapa setelah berlaku semena-mena bahkan dengan melibatkan tindak kekerasan, barulah dipikirkan apakah acara tersebut memang benar merupakan pertemuan kader komunis? Bukankah ini berarti logikanya terbalik? Bukankah seharusnya data-data dikumpulkan untuk dianalisis baru kemudian diambil kesimpulan setelah melakukan berbagi silang pandangan dan penelitian guna memperoleh kesimpulan yang sahih dan relevan? Ah, tentu cara yang ribet seperti ini tidak dilakukan oleh FPI karena mereka bertindak dulu baru setelah itu berpikir.

FPI sebagai organisasi yang sarat dengan aksi semena-mena dengan melibatkan kekerasan bukanlah rahasia (umum) lagi karena banyak orang sudah mengetahui sekaligus membenci berbagai aksi sok jagoan yang dilakukan mereka dengan mengatasnamakan agama. Namun, ternyata ada hal baru yang bisa ditemukan dari FPI, yakni cara berpikir dan kerja mereka yang terbalik. Mereka hantam dulu sesuatu baru kemudian dipikirkan apakah sesuatu yang mereka hantam itu memang benar atau salah. Analoginya mungkin seperti: saya makan tai dulu baru berpikir apakah yang saya makan tadi tai atau bukan, atau, saya berhubungan seks dulu baru setelah itu dipikirkan apakah yang saya lakukan tadi merupakan hubungan seks atau bukan. Kalaupun kedua analogi saya tersebut ga nyambung atau salah, ya, gapapa karena saya menulis dulu baru kemudian berpikir apakah kedua analogi saya itu nyambung atau ga.

Jumat, 25 Juni 2010

Ketika Remaja (Menjadi) Brutal

Inilah salah satu contoh ketika remaja menjadi brutal karena (memiliki) kebencian terhadap etnis tertentu. Ini merupakan kenyataan yang sangat memprihatinkan sekaligus membahayakan karena sejak dini (remaja bahkan mungkin juga anak-anak) diri mereka sudah memiliki kebencian terhadap kelompok masyarakat dari etnis yang berbeda dari etnis mereka. Sangat berbahaya karena para remaja tersebut tidak ragu atau takut untuk melakukan tindak kekerasan terhadap orang-orang yang berasal dari etnis lain. Tidak heran jika kebencian terhadap etnis tertentu yang diwujudkan dengan tindak kekerasan nyata akan memicu mereka untuk melakukan perbuatan yang lebih tidak terpuji, misalnya membunuh.

Apakah yang mengakibatkan para remaja di Jerman tersebut dan mungkin juga remaja-remaja lain di belahan bumi lainnya memiliki kebencian bahkan berani melakukan tindakan brutal terhadap orang-orang yang berasal dari etnis berbeda? Apakah ideologi tertentu? Apakah agama yang mereka anut membuat mereka membenci sesamanya? Atau bahkan karena disulut oleh kebencian yang juga dimiliki oleh orang tua atau sekolah mereka? Atau, apakah karena etnis tersebut telah dianggap bertindak keras di negara lainnya? Jika yang terakhir menjadi alasannya, lalu apa hubungan antara perbuatan mereka dengan para remaja yang bertindak brutal terhadap orang-orang malang tersebut? Apakah para penari itu telah melakukan tindak kekerasan di negara lain sehingga para remaja itu berhak melakukan tindakan yang sama terhadap mereka sebagai bentuk balas dendam? Tentu tidak bukan?! Karena mereka hanyalah penari yang mencari uang dan bukan politikus atau pejuang dari kelompok tertentu.

Kebencian yang disertai kekerasan yang menghiasi kehidupan remaja masa kini, entah melalui sajian-sajian TV atau DVD ataupun mereka sebagai pelaku tindak kekerasan itu sendiri, merupakan kenyataan yang sangat memprihatinkan sekaligus berbahaya. Apalagi ketika tindak kekerasan tersebut bernuansa kebencian terhadap etnis tertentu. Berbahaya karena kebencian yang dimiliki seseorang seringkali menjadi pemicu tindak kekerasan yang lebih nyata. Oleh karena itu, keluarga dan sekolah diharapkan mampu mendidik anak-anak dan para remaja untuk bisa berpikir lebih terbuka sehingga mereka menyadari bahwa manusia itu beragam (etnis, tingkat sosial-ekonomi, ideologi, dan kepercayaan). Hal ini diharapkan bisa membuat anak-anak dan para remaja menghormati orang-orang yang berbeda etnis, tingkat sosial-ekonomi, ideologi, bahkan kepercayaan dari mereka.

Senin, 21 Juni 2010

Ibu-ibu Pengajian Ngamuk!

Rupa-rupanya fenomena amuk massa bukan hanya dimonopoli kaum laki-laki melainkan juga dilakukan oleh kaum perempuan. Bahkan para perempuan yang mengamuk itu adalah ibu-ibu pengajian. Mereka mengamuk dengan merusak warung remang-remang di kawasan perkebunan kelapa sawit. Hal ini dilakukan ibu-ibu tersebut karena marah akibat warung remang-remang tersebut dijadikan tempat "jajan" oleh suami mereka.

Salah seorang ibu bahkan mengatakan bahwa warung remang-remang tersebut sudah lima tahun
belakangan dijadikan tempat mangkal suaminya. Pernyataan ibu tersebut sangatlah aneh dan lucu, mengapa baru sekarang (setelah lima tahun) ia mengamuk dengan merusak warung remang-remang tersebut? Mengapa bukan sejak dulu atau sejak awal ia melabrak warung remang-remang itu? Mengapa juga yang diamuk adalah warung remang-remang tersebut? Mengapa bukan suaminya yang diamuk atau setidaknya "dinasihati" olehnya?

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud membela keberadaan warung remang-remang di mana pun itu. Namun, hendak memperlihatkan bahwa sasaran amuk seseorang atau sekelompok orang seringkali tidak pada tempatnya alias salah sasaran. Bukankah para ibu pengajian itu adalah orang-orang beriman yang memiliki Tuhan dan agama serta pemimpin agamanya? Mengapa mereka tidak meminta bantuan Tuhan atau agama atau pemimpin agamanya untuk "menegur" dan memimpin para suami mereka ke jalan yang benar? Dengan demikian, mereka tidak perlu main hakim sendiri dengan melampiaskan amarah mereka terhadap keberadaan warung remang-remang tersebut. Ataukah, Tuhan atau agama atau pemimpin agama mereka sudah tidak mampu lagi "mengendalikan" libido para suaminya?

Jangan-jangan ada masalah begitu dalam dan rumit yang terjadi di dalam rumah tangga mereka yang tidak bisa dicapai dan dipecahkan oleh para pemimpin agama bahkan Tuhan mereka. Jika demikian yang terjadi, bukankah pasangan yang telah menikah dianggap sudah dewasa sehingga diharapkan bisa menyelesaikan setiap masalah dengan "kepala dingin" (baca: akal sehat)? Seandainya akal sehat digunakan maka permasalahan tidak perlu diselesaikan dengan cara kekerasan apalagi sampai mengamuk, salah sasaran pula. Malu ah, kan dilihat banyak orang tuh!

Sabtu, 12 Juni 2010

Pemimpin Agama yang Kejam

Pemimpin adalah seseorang yang menjadi teladan bagi para anggota kelompoknya atau orang-orang yang dipimpinnya. Hal yang serupa juga berlaku dalam lingkungan agama, di mana seorang pemimpin atau pemuka agama menjadi panutan bagi jemaatnya. Ia menjadi panutan karena bukan saja kata-katanya yang didengar dan diteladani, tindakannya pun menjadi contoh bagi jemaatnya. Idealnya, seorang pemimpin, entah politik, agama, ataupun pemimpin apapun itu adalah orang yang memberikan berbagai contoh yang baik orang-orang yang dipimpinnya karena ia adalah panutan. Seorang pemimpin bukan hanya diteladani oleh para anggota kelompoknya, tetapi juga diperhatikan oleh orang-orang yang berada di luar kelompoknya. Oleh karena itu, pemimpin adalah seseorang yang, baik kata-kata dan tindakannya dicontoh oleh banyak orang.

Namun, apa jadinya jika seorang pemimpin mengeluarkan kata-kata yang mengakibatkan kematian begitu banyak orang? Banyak pemimpin dunia yang melalui kata-katanya telah mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan begitu banyak orang. (Ingat saja Hitler, Stalin, Musolini, Pol Pot, Marcos, dan Suharto.) Terlebih, kata-kata yang mengakibatkan kematian ratusan ribu orang itu berasal dari seorang pemimpin agama. Apakah itu pemimpin agama ideal yang selalu digadang-gadang sebagai "utusan" Tuhan di dunia karena membawa pesan perdamaian dan kasih dari Tuhan bagi dunia? Tentu tidak, bukan?! Mungkin figur seorang pemimpin agama yang ideal sudah bergeser dari pemimpin yang membawa perdamaian menjadi pemimpin yang membawa kesengsaraan dan penderitaan. Ah, betapa mengerikannya jika agama-agama di dunia dipimpin oleh orang-orang kejam yang tidak memiliki "rasa" kemanusiaan!

Minggu, 28 Februari 2010

Mission Impossible

Baru saja menyaksikan tayangan Discovery Channel yang berjudul "Riot Rampage". Tayangan tersebut menampilkan berbagai kerusuhan lokal yang terjadi di beberapa negara. Salah satu tayangan menampilkan perkelahian yang terjadi antara orang-orang Kristen Armenian dan orang-orang Kristen Ortodoks Yunani yang terjadi di sebuah bangunan yang diyakini oleh kedua golongan Kristen sebagai tempat di mana Yesus bangkit dari kematiannya. Tempat itu dinamakan Holy Sepulcher.

Dalam tayangan tersebut sangat jelas terlihat kedua golongan Kristen tersebut berkelahi akibat mengklaim bahwa golongan merekalah yang memiliki hak paling istimewa untuk menjaga Holy Sepulcher. Beberapa biarawan Kristen Armenian terlihat jelas memukul beberapa orang Kristen Ortodoks Yunani, begitu juga beberapa biarawan Kristen Ortodoks Yunani terlihat jelas dalam tayangan mendorong dan menendang beberapa orang Kristen Armenian.

Mengapa manusia begitu keji menyakiti sesamanya manusia? Apalagi yang terlibat adalah dua golongan yang sama-sama memuji dan memuja seorang figur yang sama, yakni Yesus. Mengapa mereka bertikai hanya demi klaim bahwa golongan merekalah yang berhak menjadi "penjaga" tempat tertentu? Mengapa kedua golongan itu bertikai padahal ajaran mereka berdasar pada sosok figur yang tidak berbeda, yang konon mengajarkan kasih sebagai hukum terutama? Mengapa kedua golongan Kristen tersebut bertikai demi sebuah "hak istimewa" tertentu? Apakah "hak istimewa" tersebut membuat golongan mereka menjadi golongan terpandang, nomor satu? Apakah "hak istimewa" tersebut membuat para penganutnya memperoleh kemudahan-kemudahan tertentu, baik di dunia maupun di luar dunia?

Pemandangan yang ditayangkan melalui Discovery Channel tersebut seharusnya membuat orang-orang beragama (dhi. Kristen) mengkoreksi dirinya; apakah mereka sudah sungguh-sungguh mengamalkan ajaran figur yang selama ini mereka puji dan puja? Apakah merupakan hal yang wajar atau normal jika seseorang atau beberapa kelompok bertikai dan menyakiti hanya demi mempertahankan klaim-klaim tertentu yang didasarkan pada tradisi kelompoknya masing-masing? Apakah isi ajaran agama yang didasarkan pada kitab suci belum atau tidak cukup menjadi pegangan kehidupan sehari-hari?

Harus diakui bahwa unsur-unsur agama, selain kitab suci, penganut, dan tempat ibadah, adalah juga tradisi. Agama dibangun atas berbagai tradisi yang dipercayai oleh para penganutnya. Namun, jika tradisi yang dipercaya tersebut mengakibatkan pertikaian dan saling menyakiti, bukankah berarti tradisi tersebut harus ditinjau ulang alias dikritisi? Meskipun tradisi tersebut berusia sangat tua, namun tidak berarti bahwa tradisi tersebut kebal dari kritikan. Apakah tradisi jatuh dari langit atau dari atas? Tentu tidak. Bukankah tradisi dibuat oleh manusia? Bukankah tradisi berkembang menurut kepercayaan orang-orang yang meyakininya? Ketika tradisi tersebut telah mengakibatkan salah seorang atau golongan lain merasa tidak memperoleh keadilan apalagi sampai mengakibatkan pertikaian dan kekerasan, bukankah berarti ada yang salah dalam tradisi tersebut? Lebih tepatnya, karena tradisi dibuat oleh manusia, maka ketika sebuah tradisi mengakibatkan kekerasan atau pertikaian, bukankah seharusnya pikiran orang-orang yang mempercayai tradisi tersebut dikritisi?

Jadi yang harus dikritisi, apakah agamanya atau tradisi-tradisi yang terdapat dalam agama ataukah pikiran orang-orang yang mempercayai tradisi-tradisi tersebut? Tentu semuanya bisa, bahkan harus dikritisi. Namun yang lebih mendasar tentu adalah mengkritisi pikiran manusia. Apakah hal tersebut bisa dilakukan? Saya sangat meragukannya. Mengapa demikian? Karena itulah hakikat segala hal yang terkait dengan agama; tidak bisa dikritisi. Dengan demikian, upaya mengkritik agama, berbagai tradisi, apalagi pikiran orang-orang yang memeluk dan mempercayai segala hal itu menjadi sesuatu yang tinggal angan-angan saja. Angan-angan yang akan lenyap ditiup angin fundamentalisme. Angan-angan yang merupakan mission impossible.