Tidak jarang orang mengaitkan kematian dengan agama dan/atau tuhan, namun sebaliknya hanya segelintir orang yang memahami bahwa peristiwa kematian merupakan hal yang wajar alias normal karena dialami oleh setiap makhluk hidup. Oleh karena kematian oleh banyak orang dianggap berkaitan tuhan maka ketika kematian terjadi mereka membawa-bawa tuhan. Hal inilah yang juga dialami oleh perempuan muda yang karena mabuk telah mengakibatkan kematian sembilan orang. Dalam surat yang ditulisnya di balik jeruji ia memohon maaf kepada banyak pihak termasuk tuhan. Dalam surat yang janggal -- selain meminta maaf kepada tuhan, perempuan muda tersebut juga memohon maaf dari, serta mendoakan para korban -- itu si pemohon maaf kepada tuhan layaknya sebagai figur yang nyata dan hidup.
Mengapa "figur" tuhan dianggap sebagai sesuatu yang nyata dan hidup oleh banyak orang, khususnya yang beragama, sekalipun keberadaan figur tersebut, sampai saat ini, tidak dapat dibuktikan secara jasmani? Salah satu penjelasan yang sederhananya adalah bahwa karena kepada mereka diajarkan dan ditanamkan untuk percaya akan adanya figur tersebut sejak kecil tanpa mempertanyakan apalagi meragukan, "apakah figur tersebut memang benar nyata dan hidup."
Mereka yang percaya pada keberadaan tuhan selalu mendasarkan kepercayaannya pada, selain ajaran yang diterima sejak kecil, juga pada "perasaan" dan pengalaman pribadi dengan figur tuhan tersebut. "Perasaan" dan pengalaman pribadi inilah yang disebut mereka dengan pengalaman spiritual. Jika "perasaan" dan pengalaman tersebut memang benar adanya, mengapa tidak setiap orang "merasakan" dan "mengalami" perjumpaan dengan figur yang disebut tuhan, allah, ataupun "kuasa" pribadi yang mengendalikan manusia? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut cukup sederhana, yakni: "perasaan" dan pengalaman spiritual bersifat sangat subjektif karena berasal dari bentukan sejak kecil dan juga bisa diperkuat oleh lingkungan sekitar.
Kedua hal tersebut, jika tidak dipikirkan secara kritis, akan terus tertanam dalam pemikiran orang yang meyakininya. Apa artinya? "Perasaan" dan pengalaman mengenai tuhan merupakan "benih" dalam otak yang oleh orang yang mempercayainya dianggap sebagai sesuatu yang nyata dan hidup di luar dirinya. Namun sesungguhnya hal tersebut berada dalam pikirannya semata. Oleh karena "figur" tuhan dipahami berada di luar diri manusia, maka orang-orang yang mempercayainya pun memanjatkan doa pada figur tersebut. Tuhan dipercaya sebagai "figur" maha pemaaf dan pemurah layaknya manusia meskipun manusia bukan yang "maha."
Jika tuhan, allah, ataupun "kuasa" pribadi yang mampu mengendalikan manusia hanyalah berada dalam pikiran manusia, dan tidak berada di luar manuasia, maka dialamatkan ke manakah doa-doa yang dipanjatkan oleh begitu banyak orang? Jika pertanyaan tersebut dialamatkan kepada saya, maka jawabannya pun sangat sederhana dan singkat, "Jangan tanya saya karena saya tidak berdoa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.