Kamis, 26 Agustus 2010

Spiritual = (Ke)tenang(an)?

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Bali, akan membahas  pariwisata spiritual sekaligus meluruskan konsep "wisata spiritual" yang selama ini disalahartikan dengan menganggap wisatawan diajak bersembahyang. Yang dimaksud dengan "wisata spiritual" yakni menonjolkan ketenangan sehingga wisatawan bisa menikmati suasana spiritual. Salah satu konsep yang akan dilaksanakan dalam "wisata spiritual" tersebut yakni meniadakan cafe sekaligus meningkatkan fasilitas restoran sehingga wisatawan betah.

Apakah upaya "pelurusan" yang dilakukan PHRI Karangasem, Bali, sudah tepat dengan mengartikan kata "spiritual" sebagai ketenangan. Apakah "spiritual" menunjuk pada suasana atau keadaan yang tenang? Apakah "spiritual" sama dengan (ke)tenang(an)? Setelah mengecek melalui internet Kamus Besar Bahasa Indonesia, Oxford Dictionary, dan Merriam-Webster Dictionary ternyata kata "spiritual" tidak menunjuk ketenangan atau keadaan yang tenang. Pengertian "spiritual" sama sekali tidak sama dengan yang dimaksud oleh PHRI Karangasem, Bali, karena tidak sama sekali tidak menyejajarkan "spiritual" dengan kata "tenang" atau "ketenangan." Dengan mengacu pada ketiga kamus tersebut berarti pengertian yang digunakan PHRI Karangasem, Bali, terhadap penggunaan kata "spiritual" berbeda dari pengertian menurut ketiga kamus tadi.

Ada satu hal yang secara sejajar dikemukakan oleh ketiga kamus tadi bahwa "spiritual" berkaitan dengan roh dan menunjuk pada sesuatu yang tidak memiliki raga/fisik. Artinya, "spiritual" menunjuk pada dunia roh, yakni sesuatu yang tidak bertubuh. Jika PHRI Karangasem, Bali, pada satu sisi dalam program "wisata spiritual"-nya hendak meniadakan cafe namun pada sisi lain tetap mempertahankan, maka dengan mengacu pada pengertian "spiritual" menurut ketiga kamus tadi, sesungguhnya PHRI Karangasem, Bali, telah bertindak tidak tepat sekaligus tidak konsisten. Tidak tepat, karena "spiritual" sama sekali tidak berhubungan dengan ada atau tiadanya sebuah tempat/bangunan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa "spiritual" tidak terbatas pada bentuk fisik dari suatu hal. Oleh karena itulah rencana meniadakan cafe sebagai salah satu bentuk langkah "spiritual" tidaklah nyambung karena "spiritual" tidak membatasi diri pada bangunan

Selain tidak tepat, rencana PHRI Karangasem, Bali, meniadakan cafe tidaklah konsisten karena seandainya pun cafe hendak ditiadakan karena tidak sesuai dengan "semangat spiritual," maka seharusnya restoran pun ditiadakan karena berbentuk bangunan. Namun, terlepas dari cafe dan restoran yang berbentuk bangunan, upaya pelurusan pengertian "spiritual" yang dilakukan PHRI Karangasem, Bali, ternyata tidak sama dengan pengertian yang dimiliki ketiga kamus yang telah digunakan tadi. Ini artinya bahwa PHRI Karangasem, Bali, memiliki pengertian yang berbeda dari ketiga kamus tersebut yang berdampak pada sikap yang berbeda pula. Harus disadari penuh bahwa pengertian membawa orang pada sikap yang berdasar pada pengertian yang dimilikinya. Artinya, pengertian bermuara pada sikap.

1 komentar:

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.