Penangkapan tiga Pegawai Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia oleh Tentara Diraja Malaysia pada hari Minggu, 15 Agustus 2010, telah membuat geram banyak pihak termasuk sejumlah pemuda di Kutai Timur, Kalimantan Timur, karena penangkapan tersebut dilakukan di wilayah perairan Indonesia. Akibatnya, para pemuda Kutai Timur yang tergabung di dalam Angkatan Muda Demokrat Indonesia (AMDI) menyatakan sikap akan berada di garda depan jika Indonesia dan Malaysia terlibat bentrok fisik. Bahkan Syeh Maulana, Ketua Umum AMDI menyatakan bahwa hanya melalui perang-lah martabat bangsa Indonesia bisa ditegakan. Suatu pernyataan sikap yang sangat patriotis. Namun yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah pernyataan sikap demikian memang diperlukan untuk menanggapi peristiwa penangkapan tiga pegawai KKP Indonesia tersebut?
Pada satu sisi sebuah pernyataan sikap merupakan hal yang baik sejauh pernyataan tersebut tidak mengandung unsur-unsur kekerasan apalagi perang. Pernyataan sikap sendiri tidak lebih dari suatu bentuk "perang" urat syaraf yang sesungguhnya tidak diperlukan sama sekali. Biasanya "perang" urat syaraf terjadi/dilakukan sebelum sebuah ajang pertandingan olahraga, seperti biasa terjadi di tinju dan sepak bola. Namun bedanya, "perang" urat syaraf yang terjadi di dunia olahraga dilakukan karena kepentingan liputan media massa dan mungkin juga untuk mempengaruhi pasar taruhan serta pertandingan itu sendiri pasti akan terjadi (sudah dijadwalkan). "Perang" urat syaraf juga dilakukan dengan beberapa tujuan psikologis tertentu, misalnya: memberikan semangat atau keyakinan pada pihak yang melancarkan "perang" urat syaraf, mencoba mengganggu konsentrasi persiapan lawan, dan/atau berusaha memperoleh perhatian dan simpati khalayak ramai melalui liputan media massa. Hal yang perlu diperhatikan mengenai "perang" urat syaraf dalam dunia olahraga adalah bahwa tidak melibatkan tindak kekerasan apalagi perang melainkan lebih pada upaya menjatuhkan mental lawan melalui kata-kata yang menganggap remeh. Namun sekali lagi, "perang" urat syaraf dalam olahraga tidak lebih dari sekadar permainan kata-kata yang tujuannya menarik perhatian orang banyak dan/atau media massa.
Namun, ketika "perang" urat syaraf dilakukan oleh sekelompok kecil orang terhadap sebuahhnegara, apakah yang hendak dicapai melalui tindakan tersebut? Terlebih jika "perang" urat syaraf tersebut dilakukan karena kekurangtegasan yang dimiliki oleh pemerintah di mana kelompok tersebut berada. Dengan demikian, seharusnya pernyataan sikap seperti yang dilakukan para pemuda Kutai Timur yang tergabung di dalam AMDI sama sekali tidak diperlukan karena: Pertama, mengedepankan dan bernuansakan kekerasan bahkan perang. Kedua, menunjukkan watak para pemuda Kutai Timur dalam AMDI yang keras bahkan terkesan haus darah dan perang. Ketiga, pernyataan sikap bersedia berada di garda depan dalam perang sama sekali tidak berhubungan dengan penegakan martabat bangsa. Keempat, sudah menjadi tugas pemerintah Indonesia untuk bertindak tegas, cepat, dan cermat.
Dengan demikian, apakah perlu bagi manusia menyatakan sikapnya terhadap setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya? Tentu ya. Namun, pernyataan sikap tersebut sudah seyogianya tidak mengandung unsur kekerasan apalagi bernuansa perang seperti yang dilakukan oleh para pemuda Kutai Timur yang berada dalam AMDI. Jika memang perlu dilakukan pernyataan sikap untuk menanggapi peristiwa yang terjadi, maka aksi penandatanganan petisi atau aksi demonstrasi merupakan cara-cara yang jauh lebih umawa karena pada akhirnya tetap pemerintah-lah yang akan bertindak apalagi yang terjadi merupakan urusan dua negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.