Selasa, 17 Agustus 2010

Sungguh-sungguh Tidak Manusiawi

Beberapa hari yang lalu warga Kecamatan Kuala Behe, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dihebohkan oleh adanya bayi yang menurut mereka tidak normal karena kedua bola matanya besar serta hidung dan mulutnya lebar. Oleh karena ketidaknormalan tersebut beberapa warga menganggapnya sebagai "bayi hantu" akibat wajahnya yang mengerikan. Apakah yang sesungguhnya terjadi sehingga bayi malang tersebut dianggap sebagai "bayi hantu"? 

Melalui berita tersebut segera dapat dikatakan bahwa karena wajah bayi tersebut tidak normal maka ia dianggap sebagai "bayi hantu" akibat bentuk bola mata, hidung, dan mulutnya yang tidak seperti bayi umumnya. Apakah "ukuran pada umumnya" tersebut bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai seseorang terlebih bayi? Sama sekali tidak. Banyak orang melakukan kesalahan karena menggunakan "jumlah" atau frasa "pada umumnya" sebagai ukuran untuk memutuskan kebenaran suatu hal dan menilai normal atau tidak normalnya suatu hal. Artinya, jika banyak orang mengatakan suatu hal sebagai kebenaran maka hal tersebut dianggap sebagai suatu yang benar. Atau, jika suatu yang baru muncul padahal sebelumnya belum pernah ada/dilihat maka hal baru tersebut dianggap sebagai hal yang tidak normal apalagi berkaitan dengan bentuk/wujud yang mengerikan. Oleh karena itu, ketika ada bayi yang wajahnya mengerikan menurut ukuran banyak orang karena sebelumnya mereka belum pernah melihat bayi yang berwajah seperti itu maka banyak orang menilai bayi itu tidak normal. Penilaian yang sangat dangkal dan simplisistis.

Belum selesai sampai di situ, ternyata bayi "tidak normal" tersebut dianggap sebagai "bayi hantu." Bagaimana hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi karena ketika si bayi masih berada di dalam kandungan, sang ayah pernah bermimpi berjumpa dengan hantu dan hantu itu mengajak bertukar anak yang disetujui oleh si ayah bayi tersebut. Alhasil, bayi yang dilahirkan oleh si ibu pun berwajah seperti hantu. Ternyata cerita yang sama sekali tidak lucu tersebut dipercaya oleh banyak orang. Jika cerita tersebut berasal dari pasangan yang memiliki bayi tersebut, betapa tidak manusiawinya mereka karena mencari-cari alasan untuk membenarkan bahwa wajah "tidak normal" yang dimiliki bayi mereka tidak lain karena si bayi telah ditukar dengan bayi hantu. Jika itu yang terjadi maka bisa dikatakan jika orangtua si bayi malu dengan keberadaan bayinya karena memiliki wajah yang "tidak normal" menurut ukuran umum sehingga mereka pun menolak kehadiran bayi tersebut dengan berusaha membuat cerita untuk menutupi rasa malu mereka sebagai orangtua. Jika cerita tersebut berasal dari masyarakat, betapa kejamnya mereka yang tega mengukur dan menilai wujud seseorang menggunakan tolok ukur "pada umumnya" yang akhirnya menyimpulkan bayi tersebut "tidak normal." 

Terlepas dari siapa yang pertama kali mengukur dan menilai serta mengatakan bayi malang tersebut "tidak normal" bahkan menganggapnya sebagai "bayi hantu," sesungguhnya orang tersebut telah menggunakan tolok ukur yang salah dalam menilai wujud seseorang. Sekali lagi, "jumlah" sama sekali tidak berarti suatu hal itu benar. Ukuran "pada umumnya" sama sekali tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai normal atau tidak normalnya suatu hal. Artinya, "jumlah" tidak menentukan normal atau tidak normalnya sesuatu. Terlebih, tolok ukur itu dikenakan untuk mengukur dan menilai wujud atau rupa manusia (dhi. bayi). Di atas dari hal tersebut, menyebut wajah seorang bayi mengerikan karena dianggap "tidak normal" sungguh-ungguh tidak manusiawi ditambah dengan menyebutnya sebagai "bayi hantu." Tindakan yang sangat memprihatinkan sekaligus tidak terpuji.

1 komentar:

  1. :-( kasian banget bayinya.. karna masyarakat masih percaya takhayul

    BalasHapus

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.