Fenomena kesurupan massal yang dialami anak-anak sekolah kembali terjadi dan kali ini dialami anak-anak SMP Sunari Loka, Kuta, Bali. Berdasarkan pengakuan dan "keyakinan" salah seorang siswa, kesurupan itu terjadi akibat ditebangnya pohon mangga yang ada di halaman sekolah. Siswa tersebut mengatakan bahwa pohon mangga yang ditebang itu besar dan diyakini banyak orang sebagai pohon angker.
Setelah membaca keterangan siswa tersebut segera muncul beberapa pertanyaan: Apa hubungan antara pohon yang besar dan peristiwa kesurupan? Apakah pohon besar berarti ada "penunggunya" seperti diyakini cukup banyak orang? Oleh karena keyakinan banyak orang pohon besar memiliki "penunggu" dan ketika pohon tersebut ditebang, maka "penunggunya" marah. Apakah ini artinya "si penunggu" marah akibat tidak lagi memiliki tempat untuk ditungguinya alias tempat tinggal (dhi. pohon besar)? Jika ya, apakah ini berarti "sosok penunggu" tersebut memiliki tempat tinggal fisik layaknya manusia atau makhluk hidup lainnya yang memerlukan rumah atau kandang atau sarang? Jika juga ya, bukankah janggal jika "figur penunggu" yang tidak berupa fisik itu memerlukan sebuah tempat tinggal yang berupa fisik seperti pohon?
Hal janggal lainnya yang bisa segera ditemukan melalui keterangan siswa tersebut adalah pernyataannya: ". . . pohon itu memang besar dan katanya juga pohon itu angker" (penekanan ditambahkan). Tidak sedikit orang mudah mempercayai kata-kata ataupun keyakinan orang lain walaupun hal tersebut tergolong sebagai hal yang tidak nyata, seperti: pohon angker. Jika pengalaman diri sendiri saja tidak bisa dijadikan tolok ukur mutlak untuk menilai kebenaran dan suatu hal, terlebih pengakuan atau kesaksian orang lain sekalipun hal yang sama diakui atau disaksikan oleh banyak orang. Akibatnya, orang serta-merta mempercayai perkataan orang lain apalagi jika hal itu berkaitan dengan hal-hal gaib atau paranormal ketimbang berusaha mencari jawabannya menggunakan logika dan akal sehatnya. Ini terjadi karena sebagian besar orang keburu atau terlalu malas mencari tahu alasan-alasan nyata yang melatarbelakangi semua peristiwa sehingga mereka dengan mudah menerima alasan-alasan tidak nyata karena alasan-alasan yang tidak nyata tersebut dianggap jauh lebih menarik dan seru dibandingkan alasan-alasan nyata yang didasarkan pada pertimbangan nalar.
Ketika manusia terlalu malas mencari tahu berbagai alasan nyata yang ada di balik setiap peristiwa hidup dan tidak (mau) berpikir kritis, maka pada saat itulah manusia jatuh pada pemikiran simplisistis dan dengan mudah mempercayai pengakuan atau kesaksian orang lain tanpa mempertimbangkan lagi mengenai kebenaran pengakuan atau kesaksian tersebut. Salah satu contoh nyatanya adalah berita di atas yang mengaitkan fenomena kesurupan yang dialami anak-anak SMP dengan penebangan pohon mangga besar yang diyakini beberapa (banyak) orang angker.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.