Fenomena "penampakan" hantu kembali muncul dan kali ini menggegerkan warga Dusun Krajan, Semedusari, Kecamatan Lekok, Pasuruan (Jatim). Menurut pengakuan warga yang pernah berjumpa/melihat wujud hantu (berjenis kelamin) perempuan itu wajahnya mirip kucing mengenakan pakaian serba hitam dan tinggi besar. Namun warga mengaku di malam yang berbeda melihat "makhluk" yang sama namun kali ini mengenakan baju ala ninja bahkan ada yang mengaku terlibat kontak fisik (perkelahian) dengan makhluk itu hingga luka-luka.
Beberapa pertanyaan segera muncul ketika membaca berita tersebut:
1. Bagaimana warga yang mengaku pernah melihat "makhluk" itu bisa mengatakan jika ia (berjenis kelamin) perempuan? Apa dasarnya? Wajahnya? Ataukah karena rambutnya yang panjang? Sayangnya keterangan untuk semua pertanyaan tersebut tidak tersedia.
2. Jika "makhluk" tersebut perempuan, namun mengapa dikatakan juga jika wajahnya mirip kucing? Jadi sesungguhnya "makhluk" apakah yang telah dilihat oleh warga itu? Ini adalah yang aneh karena warga sepertinya tidak yakin sosok apa atau siapakah yang telah mereka lihat?
3. Jika dikatakan pada malam yang lain "makhluk" tersebut berpakaian ala ninja ini artinya bagian wajah bahkan mungkin kepalanya tertutup sehingga hanya menyisakan bagian kedua matanya yang terbuka, namun bagaimana bisa warga tetap bisa mengenali dan mengatakan bahwa ia adalah "makhluk" yang sama dengan yang pernah mereka lihat sebelumnya (hantu perempuan yang wajahnya mirip kucing)? Padahal sebagian besar wajah "makhluk" tersebut tertutup.
4. Jika ada warga yang mengaku pernah terlibat perkelahian dengan "makhluk" itu, namun mengapa orang tersebut tidak bisa mengetahui "identitas" yang sesungguhnya dari "makhluk" itu? Masakan ketika terjadi perkelahian penutup wajah makhluk itu sama sekali tidak koyak atau tersingkap sehingga orang itu bisa melihat wajahnya? Apalagi jika dikatakan terjadi perkelahian, ini artinya telah terjadi kontak fisik yang serius sehingga orang yang terlibat kontak fisik dengan "makhluK" itu seharusnya bisa mengidentifikasi dengan siapa atau apakah ia telah terlibat kontak fisik.
Berkaitan dengan pengakuan adanya warga yang terlibat perkelahian dengan "makhluk" aneh tersebut hingga mengalami luka, bisa jadi orang yang bersangkutan melebih-lebihkan peristiwa yang dialaminya. Sangat mungkin sebenarnya yang dialami orang itu adalah perkelahian dengan manusia. Jadi, ia bukannya terlibat perkelahian dengan "makhluk" seperti diakuinya melainkan hanya berkelahi dengan manusia.
Hal yang sangat janggal adalah sikap warga menanggapi fenomena munculnya "makhluk" aneh itu, yakni dengan meningkatkan pengamanan di wilayah mereka. Sangat janggal karena sejauh yang saya ketahui berdasarkan kepercayaan banyak orang jika hantu atau apapun namanya itu yang termasuk ke dalam "kategori" makhluk halus tidak berfisik, oleh karenanya dinamakan "makhluk halus." Namun warga meningkatkan pengamanan seperti sedang menghadapi ancaman sosok yang memiliki fisik, seperti: manusia atau binatang. Jika yang dihadapi warga termasuk ke dalam kategori "makhluk halus," bukankah artinya yang dilakukan warga (meningkatkan keamanan) sebagai tindakan yang sia-sia karena toh "makhluk" tersebut tetap bisa menerobos pengamanan warga. Mengapa? karena ia tidak memiliki fisik sedangkan yang dilakukan warga adalah pengamanan fisik.
Banyaknya warga yang mempercayai mengenai berita adanya "makhluk" yang sesungguhnya tidak jelas tersebut sangatlah memprihatinkan karena ada warga yang takut ke luar rumah pada malam hari. Mereka takut terhadap pada sesuatu yang tidak jelas. Setidaknya, mereka percaya pada suatu hal yang "identitas"-nya bahkan keberadaannya belum jelas karena hanya mendengarnya dari pengakuan orang lain. Pengakuan yang sekalipun diutarakan banyak orang, namun tidaklah begitu jelas itulah yang mudah diterima dan dipercaya banyak orang serta diyakini sebagai kebenaran.
Pengakuan, pengalaman, dan kepercayaan banyak banyak orang tidak serta-merta menjadikan hal-hal tersebut sebagai kebenaran karena kebenaran bukan terletak pada ketiga hal tersebut melainkan terletak pada seberapa kuat nalar digunakan dalam menganalisis ketiga itu. Mengapa nalar? karena hanya nalar manusialah yang menjadi tolok ukur dalam menilai banyak hal, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan fenomena mistik yang diakui, dialami, dan dipercaya. Nalar merupakan ujung tombak dan benteng terakhir dalam pikiran manusia karena jika bukan nalar yang digunakan manusia, maka akibatnya adalah seperti yang dialami warga dalam berita di atas yang percaya terhadap informasi yang beredar dari mulut ke mulut bahkan ada yang takut ke luar rumah pada malam hari. Oleh karena itu, percaya dan takut pada sesuatu yang tidak jelas dengan hanya berdasar pada pengakuan, pengalaman, dan kepercayaan orang lain, khususnya yang berkaitan dengan hal-hal mistik sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan sekaligus ironis di tengah perkembangan dan kemajuan pemikiran manusia modern masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.