Tampilkan postingan dengan label Pemerintah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemerintah. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 September 2010

Sekolah untuk Para Remaja yang Hamil

Jika orang sepakat bahwa pendidikan sangat penting bagi segala golongan, baik usia, tingkat ekonomi, status sosial, tingkat kecerdasan, maupun keadaan fisik seseorang, maka upaya yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia bagian Malaka dengan membuka sekolah yang menerima para remaja hamil agar tetap bisa bersekolah dan menerima pendidikan yang layak merupakan tindakan yang selaras dengan semangat itu. Ya, pemerintah Malaysia bagian Malaka baru-baru ini membuka pertama kali sekolah yang memperbolehkan para remaja yang hamil untuk memperoleh pendidikan di sekolah tersebut. Tentu, tindakan yang dilakukan pemerintah Malaysia bagian Malaka tersebut bukan tanpa hambatan dan penolakan, khususnya dari kelompok-kelompok keagamaan (dhi. Islam) yang menyatakan bahwa ide tersebut malah bisa mendorong para remaja berani melakukan seks dan hamil. Namun, seperti dikatakan oleh salah seorang staf pemerintah Malaysia bagian Malaka, memisahkan para remaja yang hamil dari sistem pendidikan/sekolah umum akan semakin membuat para remaja hamil tersebut mengalami stigmatisasi oleh dan di dalam masyarakat. Oleh karena itulah mereka tetap diperbolehkan memperoleh pendidikan di sekolah umum seraya kepada mereka diberikan perlindungan dan kerahasiaan mereka dijaga. 

Hal yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia bagian Malaka merupakan salah satu contoh nyata di mana komitmen terhadap pendidikan layak yang menjadi hak setiap warga negara berusaha tetap dilakukan, terlepas dari kondisi fisik seseorang (dhi. hamil). Meski tindakan tersebut mendapat penolakan, khususnya dari kelompok-kelompok agama, namun pemerintah Malaysia bagian Malaka tetap berpegang teguh pada hak yang seharusnya diperoleh setiap warga negara. Oleh karena pendidikan merupakan dasar terpenting dalam hidup manusia, maka pendidikan yang layak pun menjadi tanggung jawab pemerintah untuk diberikan kepada setiap warga negaranya. Jika pemerintah Malaysia bagian Malaka - meski belum Malaysia secara keseluruhan - sebagai negara Islam bisa mengupayakan hal terhormat tersebut bagi warganya, masakan hal yang serupa tidak bisa diupayakan oleh negara Indonesia yang mengaku Bhinneka Tunggal Ika? Jika pemerintah Malaysia bagian Malaka mampu lebih mengedepankan nilai kemanusiaan daripada aturan keagamaan, masakan pemerintah Indonesia tidak mampu melakukan hal serupa, padahal Indonesia bukanlah negara Islam?

Upaya yang dilakukan pemerintah Malaysia bagian Malaka merupakan tindakan terhormat dan terpuji yang bukan saja patut diteladani negara-negara yang mendasarkan hukum-hukumnya pada agama tertentu, terlebih perlu dicontoh oleh negara-negara yang selama ini selalu mendengung-dengungkan persamaan hak bagi warga negaranya dan kemanusiaan. Jika yang didengung-dengungkan itu sebatas jargon-jargon tanpa tindakan nyata, maka tiada artinya semua jargon itu karena sebatas teriakan kosong yang kemudian lenyap ditelan atau ditiup angin.

Rabu, 11 Agustus 2010

Siapa Mau Ikut Jejak Meksiko?

Setelah Uruguay dan Argentina yang lebih dulu meresmikan pernikahan sesama jenis sekarang giliran Meksiko mengikut jejak kedua negara tetangganya itu. Bahkan Mexico City merupakan ibukota pertama di belahan Amerika Latin yang mengakui pernikahan sejenis, termasuk memberikan hak hukum terhadap pasangan sejenis yang telah menikah untuk memiliki anak (adopsi). Keputusan pemerintah Mexico City yang telah memberikan hak hukum terhadap para pasangan sejenis yang telah menikah untuk mengadopsi anak ternyata telah menjadi pembuka jalan bagi pemerintahan Meksiko untuk melakukan hal yang sama. 

Tentu, tindakan yang telah diambil oleh pemerintah Uruguay, Argentina, dan Meksiko jika dilihat sekitar 10 tahun lalu apalagi 100 tahun yang lalu merupakan suatu mission impossible karena ketika itu budaya masyarakat masih mentabukan, jangankan pernikahan sesama jenis, hubungan sesama jenis pun dianggap sebagai tindakan amoral, maksiat, dan terkutuk. Dan para pelakunya tidak jarang distigmatisasi sebagai pengikut setan/iblis akibat hal yang demikian tidak terdapat dalam kitab suci (dhi. Alkitab) atau bahkan dilarang sama sekali. Namun syukurnya, seiring dengan perjalanan waktu pemikiran orang terus mengalami perkembangan dengan lebih mendasarkan berbagai keputusannya pada nilai-nilai kemanusiaan yang ditempatkan lebih utama dibandingkan nilai-nilai keagamaan yang lebih sering menekan bahkan berusaha menyingkirkan nilai-nilai kemanusiaan itu. 

Apa yang (telah) terjadi di Uruguay dan Argentina kemudian Meksiko - meresmikan pernikahan sesama jenis - sesungguhnya bukanlah suatu mission impossible karena bisa dilakukan meski harus melewati perjuangan yang sangat berat dan berliku. Oleh karena itu, yang dibutuhkan sehingga hal serupa bisa terjadi di lebih banyak negara, termasuk di belahan Asia, adalah para individu yang sudah memiliki pemikiran yang independen. Artinya, masyarakat sudah mampu berpikir mandiri dengan tidak mendasarkan pemikirannya tersebut pada otoritas-otoritas tertentu, seperti: keluarga, pemimpin agama, dan guru/dosen. Ketika hal tersebut bisa terjadi maka pada saat itulah para individu yang menjadi bagian dalam masyarakat bisa disebut sebagai individu yang dewasa.

Dengan demikian, kenyataan yang terjadi di Uruguay, Argentina, dan Meksiko bisa juga terjadi dan berlaku di lebih banyak negara. Meski ketiga negara tersebut disebut sebagai negara-negara Katolik karena sebagian besar warganya beragama Katolik, ternyata nilai-nilai kemanusiaan bisa menempati tempat yang lebih depan dan utama ketimbang keputusan otoritas Vatikan. Jika Uruguay, Argentina, dan Meksiko yang notabene sebagai negara-negara agamis saja bisa melakukan hal yang dulunya dianggap tidak mungkin terjadi, apalagi negara-negara yang tidak mendasarkan hukumnya pada nilai-nilai keagamaan tertentu. 

Sabtu, 31 Juli 2010

Terobosan

Ketika suatu hal yang awalnya dianggap mustahil terjadi/menjadi kenyataan akhirnya bisa terjadi atau menjadi kenyataan maka hal tersebut bisa dikatakan sebagai terobosan. Artinya, hal tersebut menjadi titik awal untuk sesuatu baru yang sebelumnya belum pernah terjadi, bahkan mungkin dibayangkan tidak. Hal ini yang sesungguhnya terjadi ketika Argentina menjadi negara Amerika Selatan pertama yang mensahkan (secara hukum) pernikahan sesama jenis kelamin. Dikatakan sebagai terobosan karena semua orang tahu jika Argentina - negara asal legenda hidup sepakbola, Maradona - didominasi oleh warga beragama Katolik Roma. Dan semua orang tahu jika otoritas tertinggi gereja Katolik Roma, Vatikan, masih mentabukan pernikahan sesama jenis. Jangankan pernikahan sesama jenis, uskup perempuan dalam hirarkhi gereja Katolik Roma pun ditentang keras oleh Vatikan. 

Terobosan yang dilakukan pemerintah Argentina bisa jadi memberikan inspirasi pada para petinggi pemerintah negara-negara Amerika Selatan lainnya untuk lebih mengedapankan dan mengutamakan hak warganya untuk memperoleh kehidupan berkeluarga yang resmi dengan pasangan sejenisnya, bahkan negara-negara lainnya. Tentu, perjuangan untuk lebih mengutamakan hak warga negara dengan berdasar pada kemanusiaan ketimbang agama bukanlah pekerjaan yang mudah sehingga membutuhkan kerja keras dan kesabaran karena ada berbagai rintangan yang siap menghadang (misalnya: kalangan fundamentalis agama). 

Jumat, 30 Juli 2010

"Sweeping"

Menteri Agama RI melarang ormas Islam melakukan "sweeping" selama bulang puasa. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah: Apakah larangan semacam ini, sekalipun dinyatakan oleh Menteri Agama, memiliki pengaruh sehingga larangan itu akan ditaati oleh ormas Islam? Bukankah larangan semacam itu tidak memiliki kekuatan hukum yang berarti sehingga ormas Islam memiliki "rasa takut" melakukan "sweeping"? Apalagi yang diutarakan oleh Menteri Agama tersebut hanya berupa larangan yang disampaikan secara lisan tanpa didukung oleh hukum yang jelas. Jika ada orang yang mengacu pada undang-undang tertentu bahkan UUD' 45, apakah hal itu memiliki pengaruhnya dalam negara ini? Saya pikir tidak, karena, seperti banyak orang sering katakan: Bukankah peraturan dibuat untuk dilanggar?