Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Oktober 2010

Sangat Mengerikan

Tidak berlebihan ketika para orangtua sangat melindungi anak-anaknya, khususnya ketika mereka mempercayakan anak-anaknya mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah tertentu. Bahkan tidak jarang orangtua yang bawel dengan mempertanyakan setiap fasilitas yang dimiliki di sekolah demi "kenyamanan" anak-anaknya. Namun demikian, ketika "kenyamanan" fisik bisa terjamin karena terlihat kasat mata, kualitas para guru tidak bisa dilihat sejak awal ketika orangtua hendak memasukkan anak-anaknya ke sekolah.

Institusi sekolah dan pendidikan (termasuk sarana fisik dan non-fisik) yang seharusnya sebagai sarana pencerdasan generasi yang lebih muda, ternyata tidak selamanya menjanjikan hal yang semestinya, baik bagi orangtua maupun mereka yang berhak mengenyam pendidikan tersebut. Apa yang terjadi di Kenya sungguh-sungguh menjadi salah satu contoh yang sangat mengerikan bagi setiap orang. Institusi sekolah, khususnya para guru, yang seharusnya menjadi salah satu kekuatan pencerdas (baca: mendorong murid-muridnya menjadi berwawasan) sekaligus pelindung dan teladan bagi para muridnya malah menjadi figur yang sangat mengerikan dan sama sekali tidak bisa dijadikan teladan. Tindakan para guru tersebut betul-betul tidak terpuji dan mengerikan, bukan saja bagi orangtua dan anak-anak, namun juga bagi setiap orang yang peduli terhadap pendidikan.

Di sisi lain, tindakan pemerintah Kenya terhadap guru-guru kejam itu perlu dipuji dan didukung karena dengan tegas telah mengambil sikap terhadap tragedi yang sangat tidak manusiawi itu. Lebih dari itu, sudah seharusnya komunikasi dan kerjasama antara institusi pendidikan, pemerintah, dan orangtua terjalin dengan sehat sehingga peristiwa yang serupa tidak terjadi lagi, bukan hanya di Kenya melainkan di seluruh dunia sehingga generasi yang lebih muda bisa mengenyam pendidikan yang selayaknya. Jika slogan "pendidikan adalah hak semua orang" memang benar, maka sudah seharusnya hal tersebut mewujud nyata dalam kehidupan setiap bangsa.

Jumat, 01 Oktober 2010

Salah Panggil

Setelah "kasus" salah penanganan yang dilakukan sebuah sekolah dengan memanggil polisi untuk menangani masalah psikologis yang dialami murid-muridnya, sekarang kasus yang serupa dilakukan sekolah lainnya ketika berusaha menangani permasalahan yang sama. Peristiwanya adalah ketika belasan murid salah satu SD di Kota Jambi mengalami kesurupan. Seperti yang dipahami dan diyakini kebanyakan orang lainnya, di mana fenomena kesurupan diakibatkan oleh makhluk halus yang masuk dan mengganggu jasmani seseorang, dan karenanya sekolah tersebut memanggil "orang pintar" untuk mengusir makhluk halus tersebut.

Tindakan yang dilakukan sekolah tersebut sangatlah tidak bijak dan sama sekali tidak tepat karena menunjukkan bahwa sekolah sama sekali tidak mengetahui permasalahan sesungguhnya yang telah terjadi. Oleh karena itulah para guru bukan hanya perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan, seperti: mendidik anak-anak, bagaimana menangani anak-anak yang membutuhkan penanganan khusus, dan menyusun rencana pengajaran, namun para guru perlu bahkan sangat perlu (melihat banyaknya kasus "kesurupan" yang dialami anak-anak di lingkungan sekolah) dibekali dengan pengetahuan psikologi dasar khususnya psikologi anak dan remaja. Ini dilakukan dengan harapan agar pihak sekolah mampu memberikan penanganan yang bijak dan cermat setiap kali murid (-muridnya) mengalami gangguan, tekanan, atau masalah psikologis di sekolah. Tentu hal seperti ini perlu didukung oleh pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan untuk menjadi fasilitator, penyedia, atau  penyelenggara bagi pendidikan atau pelatihan bagi para guru terkait dengan psikologi dasar tersebut.

Jika setiap warga negara Indonesia termasuk pemerintah menganggap bahwa pendidikan adalah hal dasariah yang sangat penting bagi setiap warga (baca: anak), maka penanganan yang bijak dan tepat terhadap anak-anak merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk direalisasikan, terlebih ketika anak-anak mengalami peristiwa tertentu di lingkungan sekolah. Tentu, penanganan yang bijak dan tepat terhadap anak-anak yang dilakukan di sekolah sudah seharusnya dilakukan dengan berdasar pada pengetahuan relevan yang ditopang oleh pemikiran kritis yang memadai. Pengetahuan relevan yang dimaksud dalam konteks ini adalah dengan memperhatikan perkembangan psikologis anak/remaja dan konteks sosial di mana mereka hidup, baik di lingkungan sekolah bersama teman-temannya, hubungannya dengan para guru, dan tugas-tugas sekolah, maupun di rumah bersama keluarga, pergaulan di sekitar rumah, dan tugas-tugas yang dikerjakan di rumah. Ketika perkembangan psikologis anak/remaja diperhatikan dalam kaitannya dengan konteks sosial anak/remaja yang luas, maka diharapkan para guru mampu memahami sedikit-banyak murid-muridnya. Tentu tidak secara keseluruhan dan mendalam, namun setidaknya, para guru cukup bisa mengetahui ketika murid (-muridnya) mengalami masalah psikologis tertentu.

Tawaran atau saran di atas bukanlah suatu mission impossible atau sesuatu yang mengawang-awang, namun sebaliknya, suatu yang sangat masuk akal, realistis, dan tidak sulit untuk diejawantahkan. Hal yang dibutuhkan adalah kemauan dan komitmen untuk memperlakukan dan menangani anak-anak didik dengan bijak dan tepat yang semuanya dilandaskan pada pengetahuan yang relevan dan pemikiran kritis yang memadai. Jika ini bisa dilakukan maka niscaya pihak sekolah tidak perlu dan tidak akan memanggil "orang pintar" ke sekolah karena yang dialami anak-anak itu sesungguhnya adalah perihal psikologis bukannya sesuatu yang bernuansa paranormal.

Sabtu, 25 September 2010

Apa Ga Tau Sejarah?

Memang tidak sedikit orang yang cukup awas atau kurang peduli terhadap sejarah, apalagi mempelajari sejarah secara formal (melalui pendidikan) atau secara sadar mau berpikir kritis terhadap sejarah. Mengapa demikian? Salah satunya banyak orang menganggap bahwa sejarah merupakan bidang yang membosankan dan "tidak basah" atau tidak menguntungkan secara ekonomis, ditambah tidak populer dibandingkan bidang-bidang, seperti: ekonomi, kedokteran, dan/atau psikologi. Semua pendapat mengenai "sejarah" tersebut sah-sah saja. Artinya, orang bebas memberikan pandangannya mengenai bidang sejarah. Namun, sangat keliru bahkan menyesatkan jika ada pandangan yang mengatakan jika "sejarah" tidaklah penting dalam hidup manusia karena, setidaknya, hari ini bisa ada setelah kemarin telah berlalu.

Hal yang sangat berbahaya dan menyesatkan terkait dengan "sejarah" adalah jika orang secara sadar dan sengaja sama sekali tidak peduli terhadap "sejarah" dengan alasan emosioanal karena orang bersangkutan terlibat dalam suatu proyek yang bisa membuatnya terkenal atau semakin terkenal dan hal ini membuat pundi-pundi tabungannya bertambah. Sepertinya inilah yang terjadi dengan penyanyi Marcell Siahaan. Ia akan memerankan figur Letnan Kolonel Soeharto dalam film "Laskar Pemimpi." Masalahnya adalah bukan karena Marcell akan memerankan figur Soeharto muda dalam film tersebut melainkan pernyataannya yang cukup naif mengenai figur Soeharto: "meski Soeharto yang kemudian memimpin Indonesia selama 32 tahun penuh kontroversi, masyarakat Indonesia tidak seharusnya melupakan sumbangsih sang pejuang dalam mewujudkan Indonesia sebagai sebuah negeri merdeka" (alinea kelima).

Orang tidak bisa dengan mudah mengatakan bahwa hanya segelintir orang yang berjasa telah membawa sebuah negara pada kemerdekaannya karena bukan hanya segelintir orang itu yang berjasa melainkan ada banyak orang yang terlibat dirinya, apalagi jika hanya menyebut satu orang. Bisa saja orang yang dianggap berjasa itu memang telah melakukan sesuatu yang bermanfaat di masa lalu, namun keberjasaannya itu tidak bisa serta-merta menutupi berbagai hal yang dilakukannya di kemudian hari, di mana hal-hal yang dilakukannya itu sangat menyengsarakan banyak orang. Namun ini juga tidak berarti bahwa tindakan-tindakannya yang menyengsarakan orang lain itu menutupi jasa-jasa yang telah dilakukannya. Hal yang hendak ditekankan di sini adalah hendaknya orang memberikan penilaian yang lebih seimbang dengan memperhatikan tidak hanya salah satu unsur melainkan sebanyak mungkin unsur yang relevan. Jika ini dilakukan maka orang dapat memperoleh penjelasan yang lebih jernih.

Oleh karena itulah salah satu hal yang harus diperhatikan adalah "sejarah" sehingga hal yang seperti dilakukan Marcell tidak akan terulang di kemudian hari. Jika seorang melakukan beberapa tindakan heroik atau berjasa karena perbuatannya membuat banyak orang bahagia, kemudian dianggap sebagai pahlawan, namun setelah itu dalam jangka waktu yang lama menyengsarakan orang lain, bukankah orang tersebut bisa dikategorikan sebagai penjahat? Terlebih, jika perbuatannya yang telah menyengsarakan banyak orang itu memiliki dampak yang sangat besar dan lama. Apakah "kepahlawanannya" di masa lalu bisa disingkirkan begitu saja? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Saya tidak tahu. Namun yang lebih jelas, seharusnya pernyataan yang diungkapkan Marcell tidak perlu terjadi jika ia cukup mengetahui sejarah dalam konteks yang lebih luas dengan memperhitungkan banyak aspek. 

Hal lainnya yang perlu dikemukakan adalah bahwa pernyataan Marcell mengandung bias. Tentu saja Marcell akan memuji figur yang akan diperankannya karena ia memperoleh keuntungan  (popularitas dan ekonomi) dari memerankan figur tersebut. Dengan demikian, jelas, pernyataan Marcell itu bias. Sangat kecil kemungkinan orang melakukan kritik terhadap sesuatu jika ia terlibat di dalam suatu hal/proyek apalagi hal itu memberikannya keuntungan popularitas yang sangat mungkin juga akan membuatnya memperoleh uang yang banyak.

Senin, 20 September 2010

Sekolah untuk Para Remaja yang Hamil

Jika orang sepakat bahwa pendidikan sangat penting bagi segala golongan, baik usia, tingkat ekonomi, status sosial, tingkat kecerdasan, maupun keadaan fisik seseorang, maka upaya yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia bagian Malaka dengan membuka sekolah yang menerima para remaja hamil agar tetap bisa bersekolah dan menerima pendidikan yang layak merupakan tindakan yang selaras dengan semangat itu. Ya, pemerintah Malaysia bagian Malaka baru-baru ini membuka pertama kali sekolah yang memperbolehkan para remaja yang hamil untuk memperoleh pendidikan di sekolah tersebut. Tentu, tindakan yang dilakukan pemerintah Malaysia bagian Malaka tersebut bukan tanpa hambatan dan penolakan, khususnya dari kelompok-kelompok keagamaan (dhi. Islam) yang menyatakan bahwa ide tersebut malah bisa mendorong para remaja berani melakukan seks dan hamil. Namun, seperti dikatakan oleh salah seorang staf pemerintah Malaysia bagian Malaka, memisahkan para remaja yang hamil dari sistem pendidikan/sekolah umum akan semakin membuat para remaja hamil tersebut mengalami stigmatisasi oleh dan di dalam masyarakat. Oleh karena itulah mereka tetap diperbolehkan memperoleh pendidikan di sekolah umum seraya kepada mereka diberikan perlindungan dan kerahasiaan mereka dijaga. 

Hal yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia bagian Malaka merupakan salah satu contoh nyata di mana komitmen terhadap pendidikan layak yang menjadi hak setiap warga negara berusaha tetap dilakukan, terlepas dari kondisi fisik seseorang (dhi. hamil). Meski tindakan tersebut mendapat penolakan, khususnya dari kelompok-kelompok agama, namun pemerintah Malaysia bagian Malaka tetap berpegang teguh pada hak yang seharusnya diperoleh setiap warga negara. Oleh karena pendidikan merupakan dasar terpenting dalam hidup manusia, maka pendidikan yang layak pun menjadi tanggung jawab pemerintah untuk diberikan kepada setiap warga negaranya. Jika pemerintah Malaysia bagian Malaka - meski belum Malaysia secara keseluruhan - sebagai negara Islam bisa mengupayakan hal terhormat tersebut bagi warganya, masakan hal yang serupa tidak bisa diupayakan oleh negara Indonesia yang mengaku Bhinneka Tunggal Ika? Jika pemerintah Malaysia bagian Malaka mampu lebih mengedepankan nilai kemanusiaan daripada aturan keagamaan, masakan pemerintah Indonesia tidak mampu melakukan hal serupa, padahal Indonesia bukanlah negara Islam?

Upaya yang dilakukan pemerintah Malaysia bagian Malaka merupakan tindakan terhormat dan terpuji yang bukan saja patut diteladani negara-negara yang mendasarkan hukum-hukumnya pada agama tertentu, terlebih perlu dicontoh oleh negara-negara yang selama ini selalu mendengung-dengungkan persamaan hak bagi warga negaranya dan kemanusiaan. Jika yang didengung-dengungkan itu sebatas jargon-jargon tanpa tindakan nyata, maka tiada artinya semua jargon itu karena sebatas teriakan kosong yang kemudian lenyap ditelan atau ditiup angin.

Selasa, 23 Maret 2010

Membimbing Anak-anak Berpikir Kritis

Merupakan hal tidak berbahaya atau paling tidak, sama sekali tidak ada ruginya jika sedari dini anak-anak sudah diperkenalkan dan dibimbing berpikir kritis. Berikut adalah beberapa unsur yang menurut saya berguna untuk diperkenalkan kepada anak-anak berkaitan dengan upaya membimbing anak-anak berpikir kritis.

* Tidak menggurui atau mengkhotbahi, bahkan memaksa anak-anak melainkan bimbinglah mereka terus untuk melontarkan berbagai pertanyaan mengenai banyak hal. Ajak, tuntun, dan doronglah mereka untuk selalu bertanya sekaligus berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan mereka. Sebisa mungkin tidak memberikan jawaban langsung terhadap pertanyaan-pertanyaan mereka ketika mereka sepertinya sudah kepayahan dalam upaya menemukan jawaban terhadap pertanyaannya.

* Berikanlah penjelasan disertai contoh-contoh relevan dan jelas mengenai dunia di sekitar mereka. Dan sebisa mungkin berikanlah contoh-contoh yang netral alias tidak berpihak berat sebelah atau hanya mendukung salah satu pihak/argumen tertentu.

* Sedari dini perkenalkanlah kepada anak-anak untuk tidak melakukan stereotipe terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dialaminya. Artinya, senantiasalah membimbing mereka untuk tidak melakukan generalisasi terhadap semua hal. Contoh: semua anjing galak atau semua guru cerewet atau semua air minum baik atau semua makanan berguna dan bergizi.

* Janganlah terlalu lama berkutat dengan penjelasan yang rumit dan teknis melainkan sebisa mungkin jelaskanlah segala hal dalam bahasa yang sangat sederhana (namun tidak menyederhanakan masalah). Artinya, berusaha sebijak mungkin berbicara dalam konteks mereka yang masih tidak terlalu rumit.

* Senantiasa berikan mereka keberanian diri melalui kata-kata yang mendorong tanpa memberikan pujian yang berlebihan. Hindarilah selalu melontarkan kata-kata yang bersifat dan berbentuk ancaman dengan menyebut otoritas atau figur tertentu untuk menakut-nakuti mereka, seperti: "jangan lakukan itu nanti nenek marah" atau "jangan bermain malam-malam nanti diculik gendoruwo" atau "berhenti menangis kalau tidak nanti tidak ada yang jadi teman kamu".

* Selalu mengajak mereka untuk memikirkan dampak dan konsekuensi yang akan terjadi setelah mereka berpikir dan melakukan tindakan tertentu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

* Jika anda berkeinginan bagaimana berpikir kritis sudah diperkenalkan sejak dini kepada anak-anak, maka pertama-tama anda-lah yang melakukan hal tersebut. Artinya, jika anda ingin anak-anak berpikir kritis, maka jadilah teladan nyata bagi mereka dengan anda melakukan yang sama terlebih dahulu.

Semua hal di atas bukanlah semacam resep ampuh atau hukum yang mutlak diberlakukan jika anda berpengharapan anak-anak dapat berpikir kritis. Poin-poin tersebut bukanlah unsur-unsur normatif yang pasti-jadi jika anda hendak membimbing anak-anak berpikir kritis, tetapi hal-hal dasar yang menurut saya bisa berguna untuk diterapkan kepada anak-anak. Bisa diterapkan kepada anak-anak karena menurut saya, cukup sederhana dan berdasar serta tidak utopis. Tentu, setiap orang memiliki cara, gaya, bahkan "teknik" tertentu dalam memberlakukan bahkan mengembangkan suatu hal, jika baginya hal tersebut baik untuk diterapkan.