Jumat, 01 Oktober 2010

Salah Panggil

Setelah "kasus" salah penanganan yang dilakukan sebuah sekolah dengan memanggil polisi untuk menangani masalah psikologis yang dialami murid-muridnya, sekarang kasus yang serupa dilakukan sekolah lainnya ketika berusaha menangani permasalahan yang sama. Peristiwanya adalah ketika belasan murid salah satu SD di Kota Jambi mengalami kesurupan. Seperti yang dipahami dan diyakini kebanyakan orang lainnya, di mana fenomena kesurupan diakibatkan oleh makhluk halus yang masuk dan mengganggu jasmani seseorang, dan karenanya sekolah tersebut memanggil "orang pintar" untuk mengusir makhluk halus tersebut.

Tindakan yang dilakukan sekolah tersebut sangatlah tidak bijak dan sama sekali tidak tepat karena menunjukkan bahwa sekolah sama sekali tidak mengetahui permasalahan sesungguhnya yang telah terjadi. Oleh karena itulah para guru bukan hanya perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan, seperti: mendidik anak-anak, bagaimana menangani anak-anak yang membutuhkan penanganan khusus, dan menyusun rencana pengajaran, namun para guru perlu bahkan sangat perlu (melihat banyaknya kasus "kesurupan" yang dialami anak-anak di lingkungan sekolah) dibekali dengan pengetahuan psikologi dasar khususnya psikologi anak dan remaja. Ini dilakukan dengan harapan agar pihak sekolah mampu memberikan penanganan yang bijak dan cermat setiap kali murid (-muridnya) mengalami gangguan, tekanan, atau masalah psikologis di sekolah. Tentu hal seperti ini perlu didukung oleh pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan untuk menjadi fasilitator, penyedia, atau  penyelenggara bagi pendidikan atau pelatihan bagi para guru terkait dengan psikologi dasar tersebut.

Jika setiap warga negara Indonesia termasuk pemerintah menganggap bahwa pendidikan adalah hal dasariah yang sangat penting bagi setiap warga (baca: anak), maka penanganan yang bijak dan tepat terhadap anak-anak merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk direalisasikan, terlebih ketika anak-anak mengalami peristiwa tertentu di lingkungan sekolah. Tentu, penanganan yang bijak dan tepat terhadap anak-anak yang dilakukan di sekolah sudah seharusnya dilakukan dengan berdasar pada pengetahuan relevan yang ditopang oleh pemikiran kritis yang memadai. Pengetahuan relevan yang dimaksud dalam konteks ini adalah dengan memperhatikan perkembangan psikologis anak/remaja dan konteks sosial di mana mereka hidup, baik di lingkungan sekolah bersama teman-temannya, hubungannya dengan para guru, dan tugas-tugas sekolah, maupun di rumah bersama keluarga, pergaulan di sekitar rumah, dan tugas-tugas yang dikerjakan di rumah. Ketika perkembangan psikologis anak/remaja diperhatikan dalam kaitannya dengan konteks sosial anak/remaja yang luas, maka diharapkan para guru mampu memahami sedikit-banyak murid-muridnya. Tentu tidak secara keseluruhan dan mendalam, namun setidaknya, para guru cukup bisa mengetahui ketika murid (-muridnya) mengalami masalah psikologis tertentu.

Tawaran atau saran di atas bukanlah suatu mission impossible atau sesuatu yang mengawang-awang, namun sebaliknya, suatu yang sangat masuk akal, realistis, dan tidak sulit untuk diejawantahkan. Hal yang dibutuhkan adalah kemauan dan komitmen untuk memperlakukan dan menangani anak-anak didik dengan bijak dan tepat yang semuanya dilandaskan pada pengetahuan yang relevan dan pemikiran kritis yang memadai. Jika ini bisa dilakukan maka niscaya pihak sekolah tidak perlu dan tidak akan memanggil "orang pintar" ke sekolah karena yang dialami anak-anak itu sesungguhnya adalah perihal psikologis bukannya sesuatu yang bernuansa paranormal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.