Apakah seorang yang mengalami fenomena kesurupan bisa disembuhkan atau ditanggulangi dengan meningkatkan tradisi membaca "kitab suci?" Atau, apakah peristiwa kesurupan bisa ditekan atau diminimalisasi dengan cara mengadakan pembacaan "kitab suci?" Jawaban yang diberikan adalah positif, setidaknya inilah yang dipercaya Kepala Sekolah Menengah Kejuruan I Kota Bengkulu setelah beberapa siswanya kesurupan. Apakah dengan membaca "kitab suci" mampu menghindarkan seseorang dari kesurupan atau apakah kebiasaan membaca "kitab suci" bisa mempengaruhi emosi seseorang sehingga orang tersebut bisa terhindar dari kesurupan?
Pandangan yang mengatakan bahwa kegiatan beragama, seperti salah satunya, mengadakan pembacaan "kitab suci" dapat mempengaruhi emosi seseorang masih sangat kuat mempengaruhi pikiran masyarakat luas, khususnya di Indonesia. Dalam tingkatan tertentu, kegiatan beragama bisa saja membuat seseorang - tentunya yang beragama - merasa lebih tenang, terkendali, dan adem. Mereka yang percaya jika kegiatan beragama bisa mengendalikan emosinya mengatakan bahwa agama membawa dan melahirkan kebahagiaan dan ketenangan batin. Bahkan tidak jarang juga jika hal tersebut "tertular" atau setidaknya, sampai dilihat oleh orang lain sehingga orang lain pun turut merasa tenang. Namun demikian, pandangan yang mengatakan bahwa kegiatan beragama bisa membuat orang beragama tenang amatlah lemah karena sekian kasus kesurupan yang terjadi di Indonesia malah dialami oleh orang-orang yang, setidaknya mengklaim diri sebagai orang beragama. Jika demikian adanya, maka klaim yang mengatakan bahwa kegiatan beragama bisa menenangkan bahkan mengendalikan emosi seseorang bersifat subjektif karena tidak terbukti pada orang lain.
Emosi yang dialami setiap orang tidak turun dari langit melainkan dibentuk, baik oleh bawaan gen yang dimiliki orang yang bersangkutan maupun lingkungan di mana orang itu hidup. Jika kegiatan beragama dianggap sebagai salah satu hal yang termasuk ke dalam unsur lingkungan/sosial, maka mungkin saja emosi seseorang bisa dipengaruhi oleh kegiatan beragama yang dilakukannya. Bagaimana dengan pembacaan "kitab suci?" Bukankah itu juga termasuk dengan kegiatan? Ya, dalam pengertian yang sangat sempit, namun tidak dalam pengertian yang lebih luas. Jika membaca "kitab suci" dilakukan secara pribadi aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang lebih mengarah pada diri sendiri. Jika aktivitas membaca "kitab suci" dilakukan secara berkelompok, maka sesungguhnya yang terjadi adalah sugesti yang diperoleh seseorang atau beberapa orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Jadi, bukan "kitab suci" yang mampu membuat seseorang merasa tenang atau mengendalikan emosinya melainkan "perasaan" subjektif yang dimiliki orang yang bersangkutan karena sejak awal sudah datang dengan membawa keyakinan bahwa dirinya akan merasa tenang karena membaca "kitab suci."
Apakah dengan demikian kegiatan membaca "kitab suci" bisa diperhitungkan sebagai aktivitas yang mampu menenangkan atau mengendalikan emosi seseorang? Jawabannya adalah: ya dan tidak. Ya, jika seseorang memiliki keyakinan yang begitu kuat bahwa hal yang dilakukannya bisa menenangkan dirinya. Ini artinya, bukan "kitab suci" yang mampu membuat "perasaan" orang tersebut tenang melainkan pikirannya sendiri. Tidak, jika orang menempatkan aktivitas membaca "kitab suci" dalam konteks lebih luas, di mana kegiatan tersebut melibatkan orang lain. Jadi, bukan kegiatan membaca "kitab suci" yang membuat seseorang menjadi tenang atau adem melainkan suasana tertentu yang dialami orang tersebut ketika ia berada dalam kegiatan membaca "kitab suci" secara berkelompok.
Dengan demikian, kegiatan membaca "kitab suci" tidak bisa mempengaruhi emosi seseorang atau tidak bisa membuat "perasaan" seseorang menjadi lebih tenang. Ini berarti bahwa tidak ditemukan hubungan antara "kitab suci" dan kesurupan yang bisa membuat orang berkesimpulan bahwa tindakan/aktivitas membaca "kitab suci" mampu menekan atau menghindari orang dari kesurupan karena kesurupan terjadi akibat lemahnya pengendalian emosi yang dilakukan seseorang yang berbenturan dengan fenomena sosial yang dihadapinya. Jika ini yang terjadi, maka rencana mengadakan kegiatan membaca "kitab suci" dalam upaya menanggulangi kesurupan merupakan tindakan yang menyederhanakan masalah karena kesurupan merupakan masalah psikologi sekaligus sosiologis, oleh karenanya tidak bisa ditanggulangi oleh kegiatan membaca "kitab suci."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.