Minggu, 16 Mei 2010

Keagamaan atau Kemanusiaan?

Liputan 6.com edisi Sabtu, 15 Mei 2010 menurunkan berita yang bertajuk “Patung Tiga Dewi Diprotes Massa FUI”. Berikut beritanya secara lengkap:

Liputan6.com, Bekasi: Seribuan orang dari Forum Umat Islam dan Front Antipermurtadaan menyerbu Kantor Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (14/5). Pengunjuk rasa memprotes pembangunan patung di Perumahan Harapan Indah, Bekasi.

Demonstran mendesak bertemu Walikota Bekasi Mochtar Ahmad. Namun yang bersangkutan tidak ada di tempat sehingga hanya bertemu Sekda Tjandra Utama. Tjandra Utama kemudian membacakan surat pernyataan pengunjuk rasa.

Usai menyampaikan aspirasinya, massa bergerak menuju kawasan Perumahan Harapan Indah. Pengunjuk rasa memprotes pembangunan patung tiga dewi di bundaran perumahan itu karena dinilai tidak mencerminkan nilai perjuangan Islam. Demonstran mencorat-coret patung dan menutup kepala patung. Aksi sempat diwarnai keributan yang diduga dilakukan provokator. Saat keributan, wartawan televisi dari RCTI dan Metro TV sempat mengalami penganiayaan.

Namun demikian pelaku penganiayaan tak diketahui. Tidak terima wartawan yang tengah bertugas dianiaya, mereka kemudian melaporkan kasus ini ke Kepolisian Resor Metro Bekasi. Polisi masih mengusut kasus penganiayaan ini. (JUM)

===========

Setiap orang dan kelompok masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan pendapat dan ekspresi yang, setidaknya, dilandasi oleh argumen-argumen yang jelas sekaligus masuk akal. Dalam menyuarakan pendapat dan ekspresi tersebut, maka sudah seyogianyalah manusia tidak menerobos hak asasi manusia dengan segala tindakan anarkhis dan vandalismenya.


Membaca berita di atas, saya bertanya-tanya apakah dua hal tersebut telah dipenuhi atau berlaku dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh salah satu dua unsur masyarakat tersebut. Tentu, demonstrasi merupakan salah satu contoh kebebasan menyuarakan pendapat dan ekspresi yang boleh dan bisa dilakukan setiap orang dan kelompok. Sejauh dari informasi yang dapat diperoleh dari berita di atas, pengunjuk rasa yang melakukan demonstrasi mendasarkan alasan mereka melakukan demonstrasi adalah karena patung tersebut tidak mencerminkan nilai perjuangan Islam. Mengapa yang dasar yang digunakan adalah “nilai perjuangan Islam”? Mengapa tidak menggunakan alasan “nilai kemanusiaan” sehingga aksi demonstrasi lebih universal? Saya sendiri dua kali pernah melihat patung yang dimaksud, namun sama sekali tidak menemukan kejanggalan atau hal yang bisa dianggap merupakan penodaan oleh kelompok masyarakat tertentu (dhi. umat Muslim).


Para demonstran diberitakan bukan hanya melakukan demonstrasi, tetapi juga melakukan vandalisme, yakni dengan mencorat-coret patung. Ada hal yang lucu, di mana kepala patung ditutup oleh para demonstran. Mengapa kepala patung tesebut ditutup? Apakah wajah patung tersebut menunjukkan hal-hal yang tidak senonoh sehingga dianggap tidak “mencerminkan nilai perjuangan Islam”? Seperti telah diutarakan di paragraf sebelumnya, saya sama sekali tidak menemukan kejanggalan dalam patung tersebut yang bisa dianggap sebagai penodaan terhadap kelompok masyarakat tertentu.


Setiap orang dan kelompok masyarakat seharusnya memiliki hak untuk menyuarakan pendapat, ekspresi, sekaligus berhak memprotes pendapat orang atau kelompok lain. Namun, semangat kebebasan tersebut seyogianya didasarkan pada alasan atau nilai-nilai yang lebih universal, yakni kemanusiaan. Ketika nilai keagamaan menerobos nilai kemanusiaan, maka sesungguhnya nilai keagamaan (baca: penganut agama tersebut) tidak menghargai nilai kemanusiaan. Ini berarti nilai kemanusiaan harus ditempatkan lebih tinggi dan utama dibandingkan keagamaan seseorang karena manusia lebih penting, berharga, dan tinggi dibandingkan agama seseorang.

3 komentar:

  1. Ah…. Lagi-lagi, berita yang mengecewakan. Menggunakan agama sebagai alasan pengrusakan. Sepertinya komen saya di tulisan bung arrow “Agama dan Minuman Keras” semakin terpatahkan saja. (Meskipun saya –secara pribadi- tetap kurang sreg menggunakan analogi tersebut karena alasan kesehatan tentunya. Padahal semakin banyak orang sakit berarti pundi2 para dokter akan semakin terisi ya? Tapi saya tetap memilih agar orang2 hidup sehat).

    Menurut berita yang saya baca di salah satu harian ibukota, Koordinator FAPB Murhali Barda mengatakan, "Kami menilai keberadaan patung itu tidak sesuai dengan syariat Islam, sebab berpakaian seronok dan berdiri di atas lahan yang dulu pernah dijadikan sebagai lokasi pertempuran KH Noer Ali bersama pasukan Hisbullah melawan penjajah," katanya.

    Padahal ada banyak patung lain di Jakarta yang lebih seronok dibanding dengan patung tiga mojang. Sebut saja patung pancoran atau patung pemuda. Tapi mengapa tiga mojang? Memangnya, kalau patungnya cowok tidak dianggap seronok ya?
    Karena penasaran, hari ini saya dan beberapa teman meluncur ke daerah Harapan Indah. Ternyata, menurut pengakuan orang2 di sana, patung itu sudah berdiri lebih dari setahun. Pertanyaan lain kembali muncul di benak saya “kalau begitu, mengapa baru sekarang didemo?”

    Beranjak pulang, kami mengambil arah ke bekasi kota. Tidak jauh dari TKP (meminjam istilahnya Opera Van Java), ada pembangunan perumahan lain yang baru saja dimulai. Aha…. Apakah ini ada hubungannya dengan demo yang baru saja terjadi? Bangsa kita memang terlalu gampang disulut dan dimanfaatkan oleh pihak2 yang bekepentingan. Dengan isu berbumbu “agama” orang siap mempertaruhkan apapun.

    Sorry ya, comment kepanjangan.

    BalasHapus
  2. Terimakasih Moralizm atas tanggapannya.

    Ya, dalam budaya kita - Indonesia dan dunia - memang sangat nyata, di mana figur perempuan seringkali dijadikan alasan "penyebab" tindakan senonoh yang dilakukan kaum laki-laki. Padahal seharusnya laki-lakilah yang bisa "menahan" gejolak nafsu birahinya.

    Ah...kembali kamu telah menyebut bukti-bukti yang gamblang dan kuat mengenai contoh pantung yang sesungguhnya juga bisa dianggap seronok.

    Moralizm, tanggapanmu sama sekali tidak kepanjangan. Yang terpenting, tanggapanmu relevan dan mengenai sasaran tulisanku.

    BalasHapus
  3. Koreksi: "Pantung" seharusnya "patung".

    BalasHapus

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.