Senin, 03 Mei 2010

Mengapa Tidak!

Di bawah ini merupakan berita positif yang dilansir oleh Antara News (Senin, 3 Mei 2010) dengan tajuk “Pendidikan Antikorupsi Harus Dikenalkan Sedini Mungkin”.

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Gerakan Pendidikan Anti-Korupsi (Gepak) Thariq Mahmud berpendapat, penyelenggaraan pendidikan antikorupsi kepada siswa di sekolah bisa menjadi jawaban melawan praktik korupsi melalui sarana pendidikan sedini mungkin. "Pendidikan antikorupsi ini merupakan proyek jangka panjang menuju pembentukan Indonesia baru. Program pendidikan antikorupsi yang dilakukan di sekolah-sekolah harus dilakukan secara bersama dan konsisten," ujarnya di Jakarta, Senin. Artinya, ia menambahkan, program tersebut harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pemberantasan korupsi mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, kejaksaan, Kementerian Pendidikan Nasional hingga kalangan masyarakat madani seperti LSM, ormas-ormas, dan lain sebagainya.

Sebagai bagian dari masyarakat, kata Thariq, Gepak juga juga telah menyiapkan program tersebut, dengan target dan sasaran siswa sekolah menengah. Dikatakannya bahwa program pendidikan antikorupsi itu sejatinya perlu dimasukkan sebagai mata ajaran khusus sehingga bisa lebih terfokus dalam pengajarannya. "Namun kita juga harus melihat secara bijak dan hati hati. Perlu dicari metode yang baik sehingga mata ajaran ini bisa diterima oleh para siswa. Sebab bila mata ajaran ini terlalu `dipaksakan`, maka dikhawatirkan itu malah akan menyusahkan anak didik setelah saat ini peserta didik sudah demikian sesak dengan mata pelajaran yang harus dipelajari dan diujikan," ujarnya. Dikhawatirkan pula bahwa nantinya anak didik akan terjebak dalam kewajiban mempelajari materi kurikulum antikorupsi yang pada akhirnya akan memunculkan antipati pada mata pelajaran itu. Lebih lanjut Thoriq menjelaskan bahwa pendidikan antikorupsi itu bukan cuma berkutat pada pemberian wawasan dan pemahaman saja tetapi diharapkan juga menyentuh pula ranah afektif dan psikomotorik, yakni membentuk sikap dan perilaku antikorupsi pada siswa. Karena itu, pengajaran pendidikan antikorupsi ini pendekatannya bersifat terbuka, dialogis, dan diskursif sehingga mampu merangsang kemampuan intelektual siswa dalam bentuk keingintahuan, sikap kritis (lebih tepatnya berpikir kritis dan bersikap skeptis) dan berani berpendapat." Dalam konteks pendidikan antikorupsi ini, tatacara pengajaran tradisional mestinya dihilangkan. Siswa bukan obyek di mana mereka diisi dengan segala macam informasi dan nasihat dan setelah itu dituntut mengeluarkannya kembali. Bukan pendekatan seperti itu yang dibutuhkan," ujarnya (Penekanan ditambahkan).

Pada bagian lain, Thariq menjelaskan bahwa tumbuh suburnya korupsi di Indonesia semata-mata bukan hanya penegakan hukum yang buruk saja, namun ada pula faktor dari masyarakat itu sendiri yang memandang korupsi sebagai hal biasa saja. Ditegaskannya bahwa permisivitas masyarakat atas korupsi itu sedikit demi sedikit harus dikikis, dan mereka harus mulai berani mengambil tindakan memberikan sanksi sosial secara tegas kepada koruptor seperti pengucilan koruptor dalam masyarakat. "Terkait hal itu, penanaman karakter dan pemberian pendidikan antikorupsi harus dilakukan sebagai upaya pencegahan sedini mungkin, khususnya kepada kalangan generasi muda," demikian Thariq.

=============

Semoga berita di atas bisa sungguh-sungguh menjadi kenyataan dalam kehidupan bangsa ini. Semoga pemerintah Indonesia mampu mengejawantahkan rencana yang secara sepintas terlihat cukup indah dan positif tersebut. Dan sudah seharusnyalah pendidikan terhadap gerakan anti korupsi diawali sejak dini, bukan hanya melalui pendidikan formal yang dilakukan di sekolah-sekolah melainkan dimulai dari keluarga. Sudah sepatutnyalah juga jika pendidikan mengenai buruknya korupsi (juga kolusi dan nepotisme) dilandasi oleh adanya budaya kritis dalam masyarakat. Artinya, budaya kritis sudah seharusnya dikedepankan dan dimajukan dalam masyarakat, dimulai dari keluarga sebagai unit masyarakat yang terkecil.


Saat budaya kritis dianut oleh setiap anggota keluarga, maka harapannya korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa dijauhkan dari benak setiap anggota keluarga. Jika hal ini bisa diadopsi oleh sebagian besar keluarga dan didukung oleh kinerja pemerintahan yang tidak hanya “omong doang”, maka harapan untuk menyingkirkan korupsi, kolusi, dan nepotisme dari negeri ini bukanlah isapan jempol belaka. Semoga berpikir kritis dan bersikap skeptis dapat menjadi titik awal diwujudkannya budaya yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menyingkirkan Korupsi? Kenapa tidak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.