Tidak sedikit orang yang mengaku memiliki kemampuan khusus tertentu, seperti meramal jodoh, masa depan, keberuntungan, termasuk menyembuhkan penyakit. Orang-orang seperti itu disebut dukun, dan tidak sedikit juga orang yang percaya bahwa ada orang-orang seperti itu - dukun - yang bisa melakukan hal-hal seperti yang telah disebut di atas. Ini adalah kenyataan yang sangat memprihatinkan dan disayangkan karena di zaman yang sudah sangat melek ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini masih ada saja orang yang percaya terhadap perdukunan. Di satu sisi ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, namun di sisi lainnya pola dan cara berpikir banyak orang mengalami kemandekan, bahkan kemunduran.
Orang-orang yang mempercayai praktik-praktik perdukunan sudah tidak lagi mampu menggunakan akal sehatnya untuk melihat kenyataan bahwa sesungguhnya perdukunan telah terbukti berulangkali gagal dalam praktiknya. Artinya, ada begitu banyak ramalan meleset, bahkan salah serta penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun itu semua tidak menghalangi orang untuk terus mendatangi orang-orang yang mengklaim dan diklaim sebagai dukun dan mengkonsultasikan banyak hal yang terdapat dalam dirinya dengan dukun. Hal demikian pun tidak dibiarkan sia-sia oleh orang-orang yang hendak meraup keuntungan dari praktik perdukunan tersebut. Oleh karena itu, banyak orang mengklaim dirinya sebagai dukun dan melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian orang supaya mempercayai "kesaktian" yang dimilikinya.
Contoh terkini mengenai hal tersebut adalah ketika seseorang yang mengaku sebagai dukun menggunakan dua ekor anak buaya sebagai daya tarik. Tujuan digunakannya dua ekor anak buaya oleh dukun tersebut adalah agar pasien percaya bahwa ia memang memiliki "kesaktian" sehingga si pasien pun membeli obat ramuannya. Hal yang sangat menggelikan. Ternyata dukun tersebut perlu menggunakan "alat bantu" lain untuk membuat para pasiennya percaya terhadap keampuhan "ilmu" yang dimilikinya. Ternyata ia memerlukan "bantuan" dari binatang (dua ekor anak buaya) untuk menarik perhatian para pasiennya. (Mirip pertunjukkan sirkus saja yang melibatkan binatang untuk menarik perhatian pengunjung sehingga bisa memberikan pertunjukkan yang unik.) Hal menggelikan lainnya terkait dengan penggunaan dua ekor anak buaya oleh dukun tersebut adalah bahwa ternyata si dukun tidak mengetahui jika buaya termasuk salah satu hewan yang dilindungi. Ia tidak tahu bahwa di tempat di mana ia mempraktikan "kesaktian"-nya buaya adalah binatang yang dilindungi oleh pemerintah setempat.
Hal sangat ironis sekaligus menggelikan, dukun yang mengaku bisa "mendiagnosis" dan menyembukan penyakit orang lain ternyata tidak mampu mengetahui jika binatang yang digunakannya sebagai atraksi untuk menarik perhatian orang ternyata merupakan salah satu binatang yang dilindungi oleh pemerintah setempat. Sangat ironis sekaligus menggelikan, dukun yang mengklaim diri bisa mengetahui berbagai hal yang terdapat dalam diri (tubuh) orang lain ternyata tidak bisa bisa mengenal sesuatu yang ada dalam dirinya. Sangat ironis sekaligus menggelikan, dukun yang mengklaim dan diklaim "sakti" karena dipercaya mampu "melihat" berbagai hal yang tidak dapat dilihat oleh orang lain secara kasat mata ternyata tidak melihat peraturan/hukum yang jelas-jelas dapat dilihat secara kasat mata. [Katanya sakti . . . kok peraturan aja ga tau sih?!]
Orang-orang yang mempercayai praktik-praktik perdukunan sudah tidak lagi mampu menggunakan akal sehatnya untuk melihat kenyataan bahwa sesungguhnya perdukunan telah terbukti berulangkali gagal dalam praktiknya. Artinya, ada begitu banyak ramalan meleset, bahkan salah serta penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun itu semua tidak menghalangi orang untuk terus mendatangi orang-orang yang mengklaim dan diklaim sebagai dukun dan mengkonsultasikan banyak hal yang terdapat dalam dirinya dengan dukun. Hal demikian pun tidak dibiarkan sia-sia oleh orang-orang yang hendak meraup keuntungan dari praktik perdukunan tersebut. Oleh karena itu, banyak orang mengklaim dirinya sebagai dukun dan melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian orang supaya mempercayai "kesaktian" yang dimilikinya.
Contoh terkini mengenai hal tersebut adalah ketika seseorang yang mengaku sebagai dukun menggunakan dua ekor anak buaya sebagai daya tarik. Tujuan digunakannya dua ekor anak buaya oleh dukun tersebut adalah agar pasien percaya bahwa ia memang memiliki "kesaktian" sehingga si pasien pun membeli obat ramuannya. Hal yang sangat menggelikan. Ternyata dukun tersebut perlu menggunakan "alat bantu" lain untuk membuat para pasiennya percaya terhadap keampuhan "ilmu" yang dimilikinya. Ternyata ia memerlukan "bantuan" dari binatang (dua ekor anak buaya) untuk menarik perhatian para pasiennya. (Mirip pertunjukkan sirkus saja yang melibatkan binatang untuk menarik perhatian pengunjung sehingga bisa memberikan pertunjukkan yang unik.) Hal menggelikan lainnya terkait dengan penggunaan dua ekor anak buaya oleh dukun tersebut adalah bahwa ternyata si dukun tidak mengetahui jika buaya termasuk salah satu hewan yang dilindungi. Ia tidak tahu bahwa di tempat di mana ia mempraktikan "kesaktian"-nya buaya adalah binatang yang dilindungi oleh pemerintah setempat.
Hal sangat ironis sekaligus menggelikan, dukun yang mengaku bisa "mendiagnosis" dan menyembukan penyakit orang lain ternyata tidak mampu mengetahui jika binatang yang digunakannya sebagai atraksi untuk menarik perhatian orang ternyata merupakan salah satu binatang yang dilindungi oleh pemerintah setempat. Sangat ironis sekaligus menggelikan, dukun yang mengklaim diri bisa mengetahui berbagai hal yang terdapat dalam diri (tubuh) orang lain ternyata tidak bisa bisa mengenal sesuatu yang ada dalam dirinya. Sangat ironis sekaligus menggelikan, dukun yang mengklaim dan diklaim "sakti" karena dipercaya mampu "melihat" berbagai hal yang tidak dapat dilihat oleh orang lain secara kasat mata ternyata tidak melihat peraturan/hukum yang jelas-jelas dapat dilihat secara kasat mata. [Katanya sakti . . . kok peraturan aja ga tau sih?!]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.