Liputan 6.com edisi kemarin, Senin 24 Mei 2010 menurunkan berita singkat yang berjudul “Manusia Tertua di Dunia Ada di Sragen.” Berikut adalah beritanya:
Liputan6.com, Sragen: Saparman Sodimejo, warga Dukuh Segeran, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah, dianggap sebagai orang tertua di dunia. Sayangnya Saparman tak ingat tanggal lahir. Ia diperkirakan berusia 140 tahun. Menurut catatan Guinness World Records, manusia tertua saat ini berusia 114 tahun.
Dugaan usia didasarkan pada cerita masa kecil Saparman yang bisa melihat pembangunan pabrik gula Kedung Banteng Gondang. Pabrik gula itu dibangun pada 1880, sekitar 130 tahun silam. Ia juga mengaku pernah melalui zaman Belanda dan Jepang. Saparman juga sempat menikah empat empat kali hingga jumlah cucu dan cicitnya mencapai ratusan orang. Sejauh ini Saparman tetap segar bugar dan mampu melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan baik. Resepnya kata Mbah Saparman yakni hati ikhlas dan pasrah pada Tuhan. (AIS)
===========
Tulisan kali ini bukan hendak serta-merta menolak atau tidak mempercayai berita mengenai manusia tertua di dunia yang hidup di Sragen, Jawa Tengah, melainkan hendak menunjukkan bahwa pengakuan seseorang mengenai pengalaman hidupnya sama sekali tidak bisa dijadikan tolok ukur mengenai kebenaran berita yang dilaporkannya. Artinya, pengakuan atau klaim seseorang tidak bisa dijadikan ukuran untuk menentukan kebenaran sesuatu yang diakui atau diklaimnya.
Banyak orang seringkali mengatakan bahwa suatu peristiwa dialami dan/atau dilihatnya langsung, namun itu pun tidak bisa dijadikan ukuran untuk menentukan bahwa pengalaman dan penglihatannya sebagai sesuatu yang benar. Sebagian besar orang menyatakan bahwa karena ia mengalami dan melihatnya langsung, maka peristiwa yang dialami atau objek yang dilihatnya adalah benar, tepat, dan akurat. Kenyataannya tidaklah demikian. Mengapa demikian? Karena pengalaman, penglihatan, terlebih perasaan manusia seringkali dipenuhi oleh bias, self-confirmation, self-deception, wishful thinking, dan delusinasi. Namun sayangnya keempat hal ini seringkali tidak disadari oleh sebagian besar orang.
Dengan demikian, pengakuan seseorang tidak bisa diandalkan untuk mengetahui dan menilai kebenaran berita yang dilaporkannya. Pengakuan manusia tidak bisa dan tidak boleh mudah dipercaya karena sangat lemah yang seringkali keliru, meleset, bahkan salah. Oleh karena itu, yang diperlukan orang ketika menganalisis pengakuan, pernyataan, ataupun klaim seseorang adalah menilai, mempertimbangkan, dan terus mengujinya dengan berbagai data relevan yang ditopang oleh argumen-argumen yang dilandaskan pada akal sehat yang juga terus diuji. Kata yang bisa digunakan untuk merangkum tujuan tulisan ini adalah: KRITISISME.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.