Rabu, 26 Mei 2010

Pakaian Ketat = Mengumbar Aurat

Liputan 6.com edisi Rabu, 26 Mei 2010 memuat berita mengenai peraturan berbusana menurut Hukum Islam yang berlaku di Aceh Barat dengan tajuk “Jangan Berpakaian Ketat di Aceh Barat.”
Liputan6.com, Meulaboh: Terhitung besok atau Kamis (27/5), wanita dewasa berbusana ketat dinyatakan haram berdomisili di Kabupaten Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam. Hal itu menyusul diberlakukannya peraturan kepala daerah setempat tentang penegakan syariat Islam dalam pemakaian busana muslim.
Bupati Aceh Barat Ramli Mansyur mengatakan, mulai besok para wanita juga harus memakai rok. Menurut Ramli, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah menyediakan 20 ribu helai rok untuk dibagikan secara gratis kepada wanita yang terjaring razia tertib busana muslim.
Walau terjadi pro dan kontra, pemkab tetap memberlakukan aturan itu. Sebab, berbusana yang menutupi aurat adalah bagian dari penegakan hukum syariat Islam. "Sebagai pemimpin, harus menerapkan aturan ini, walaupun itu pahit, karena saya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah bila menyepelekan masalah ini," kata Ramli di Meulaboh, hari ini, seperti dilansir Antara.
Sejak beberapa hari terakhir, Dinas Syariat Islam Aceh Barat gencar menggelar razia tertib busana muslim sekaligus menyosialisasikan peraturan tersebut. Dalam razia itu, para wanita yang memakai pakaian ketat akan didata dan dinasehati. Jika tiga kali kedapatan menggunakan celana ketat, maka akan ditindak dengan cara ditukar dengan rok.
Peraturan bupati itu juga berimbas terhadap pedagang yang dilarang menjual pakaian ketat. Seperti baju blus dan celana ketat, baju terusan ketat, baju transparan tanpa pelapis, dan jilbab model pendek. Bagi lelaki juga dilarang memakai celana pendek di atas lutut di tempat-tempat umum. Diharapkan, mereka berpakaian longgar dan sopan sehingga mudah dalam gerakan salat. (TES/ANS)
===========
Kembali kaum perempuan dijadikan alasan munculnya hasrat seksual kaum laki-laki. Setidaknya hal ini dapat ditafsirkan seperti melalui berita di atas, di mana semua perempuan yang berada di Aceh barat diharamkan menggunakan baju dan celana ketat, baju terusan ketat, dan baju transparan tanpa pelapis (siapa juga perempuan yang berani malu menggunakan baju transparan di tempat ramai/umum?!) Belum cukup sampai peraturan tersebut, bahkan kaum perempuan di Aceh barat diharamkan menggunakan celana. Ini semua dihalalkan dengan berdasar pada Hukum Islam yang dianut oleh pemerintah setempat. Kaum perempuan di Aceh barat diharuskan menggunakan rok [panjang sampai menutupi mata kaki] karena bertujuan untuk menutupi aurat. Namun bukankah peraturan bahwa kaum perempuan Aceh barat harus menggunakan rok merupakan sesuatu yang berlebihan? Mungkin tidak bagi mereka yang memeluk Hukum Islam secara “ketat” karena hukum tersebut memiliki kebenaran mutlak dan normatif sehingga harus ditaati se-“ketat” mungkin.

Ternyata hukum yang serupa bukan hanya diterapkan pada kaum perempuan di Aceh barat melainkan juga diterapkan pada kaum laki-lakinya, di mana mereka dilarang menggunakan celana pendek di atas lutut. Selain itu, mereka pun “diharapkan” (berarti tidak “diharuskan”) berpakaian longgar dan sopan. Namun, harapan tersebut tidak didasarkan pada upaya menutup aurat seperti yang diberlakukan terhadap kaum perempuan melainkan semata-mata agar ketika salat mereka bisa mudah bergerak dalam melakukan gerakan-gerakan dalam salat.

Segera dengan mudah orang melihat ketidakadilan yang sangat kentara antara peraturan berbusana yang diberlakukan terhadap kaum perempuan dan laki-laki. Peraturan berbusana bagi kaum perempuan didasarkan pada upaya menutupi aurat sementara peraturan yang berbusana bagi kaum laki-laki didasarkan pada upaya untuk membuat mereka agar lebih mudah bergerak ketika melakukan gerakan solat. Jelas, ini merupakan ketidakadilan. Ketidakadilan yang diakibatkan oleh agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.