Kamis, 29 April 2010

Mengungkap Kejahatan Menggunakan Penis

Di bawah ini adalah berita dari Liputan 6.com edisi Minggu, 25 April 2010 yang berjudul “Mau Jadi Polisi, Jangan Perbesar Alat Kelamin”.

Liputan6.com, Jayapura: Persyaratan menjadi anggota polisi tidak mudah, selain harus memiliki kesehatan fisik, para calon polisi juga dituntut agar sehat psikis. Salah satu kriterianya, tidak memperbesar alat kelamin.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Polisi Agus Rianto, ketika ditemui SCTV di Jayapura, Papua, Sabtu (24/4), mengatakan, tindakan memperbesar penis kerap kali memupus harapan warga asli Papua untuk menjadi polisi. Karena itu, Polda Papua membuat salah satu persyaratan dalam bidang kesehatan, yaitu calon yang memperbesar penis tidak akan lulus tes. Hal ini dibuat sebab terdapat pelanggaran dalam bidang kesehatan, yakni ada calon taruna yang mengubah bentuk atau skala ukuran penisnya. Sehingga ukuran alat kelamin calon polisi menjadi tidak normal atau membesar. Praktis, pihaknya tidak meluluskan para taruna tersebut. Agus menjelaskan, pembesaran penis melalui bungkus (proses pembesaran melakukan dedaunan alam yang sering terjadi di Papua) atau dengan cara suntik silikon, dikategorikan pelanggaran. Para calon polisi ini dianggap tidak memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan yang dimilikinya. Agus menambahkan, kesehatan adalah hal prioritas untuk diperhatikan, oleh sebab itu pihaknya melakukan seleksi dengan teliti apakah penis pada calon polisi merupakan asli atau diperbesar.

Untuk itu dalam proses seleksi taruna dan taruni, penerimaan calon polisi yang akan dibuka 3 Mei 2010, Agus mengharapkan kepada setiap calon agar memenuhi kriteria yang ada. Sebelumnya diketahui pada seleksi 2009 lalu, Polda Papua menerima 1.500 personel polisi dari warga asli Papua sesuai mandat otonomi khusus. Dari seleksi ini terdapat pelanggaran dalam bidang kesehatan yaitu ada upaya dari calon polisi untuk mengubah bentuk atau skala penisnya.

============

Ada lima pertanyaan menanggapi berita di atas:

1. Bagaimana Kepolisian Daerah Papua membedakan sehingga dapat mengetahui jika seorang taruna telah mengubah ukuran penisnya sehingga menjadi lebih besar? Tolok ukur apakah yang digunakan untuk membandingkan dan mengukur penis seorang taruna?

2. Standar apakah yang digunakan untuk mengukur normal atau tidak normalnya ukuran alat kelamin seseorang?

3. Apa hubungan antara kesehatan dan ukuran penis seseorang? Apakah artinya ukuran penis seseorang (bisa) mempengaruhi kesehatan orang tersebut?

4. Mengapa upaya seorang taruna mengubah bentuk dan ukuran penisnya dianggap sebagai pelanggaran dalam bidang kesehatan? Apakah artinya ukuran penis yang menjadi lebih besar dapat menurunkan kesehatan atau memperlemah keadaan taruna tersebut?

5. Apa hubungan antara tugas seorang polisi dengan ukuran penisnya? Apakah ukuran penis seorang polisi dapat membantunya dalam mengungkap kasus-kasus kejahatan yang terjadi? Mengapa bukan ilmu pengetahuan, daya intelejensi, dan nalar yang dikembangkan daripada memperbesar ukuran penis?

Mungkin ada yang bisa membantu dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.