Selasa, 27 April 2010

Melihat "Wajah Yesus"

Beberapa orang mengklaim telah melihat wajah Yesus dan sosok Bunda Maria (ibu Yesus), entah di langit (awan), asap, debu, bayangan, pantulan cahaya, dan yang terkini adalah pola atau bentuk bakaran di roti yang dipercaya sebagai wajah Yesus. Hal-hal di atas dinamakan pareidolia, yakni ketika seseorang mengklaim telah melihat wajah atau sosok seseorang yang umumnya merupakan wajah atau sosok yang berasal dari tradisi agamanya. Pareidolia umum dialami oleh orang-orang yang beragama luar biasa taat sehingga mereka seringkali menafsirkan bahwa munculnya wajah atau sosok yang berasal dari agama orang-orang itu sebagai pertanda atau mempertegas keimanan mereka.


Contoh terkini mengenai pareidolia tersebut dialami oleh seorang ibu yang tinggal di Massachusetts, America Serikat, yang mengklaim telah melihat wajah Yesus di roti bakar yang dibuatnya. Mary Jo Coady, nama ibu yang dimaksud, percaya bahwa “wajah Yesus” yang muncul di roti bakar tersebut merupakan pertanda bahwa Yesus sungguh-sungguh berada di tengah-tengah keluarganya dan memperhatikan keluarga tersebut. Jelas, pernyataan Coady merupakan pernyataan iman yang didasarkan pada keyakinannya karena ia telah melihat “wajah Yesus” di sehelai roti bakar. Dan yang membuat hal tersebut semakin konyol adalah bahwa “wajah Yesus” di roti bakar tersebut dikaitkan dengan keyakinan bahwa Yesus memperhatikan keluarga Coady.


Sampai saat ini harus diakui bahwa ada begitu banyak orang yang mengklaim telah melihat wajah atau sosok yang terdapat dalam tradisi agamanya, bahkan bisa saja, walaupun sangat jarang, seseorang mengklaim telah melihat wajah/sosok yang terdapat dalam tradisi agama yang tidak dianutnya. (Peristiwa ini pernah terjadi sekitar pertengahan tahun 2000 ketika seorang Muslim yang tinggal di Jl. Kramat III Jakarta Pusat mengklaim telah melihat “wajah Yesus” di tembok rumahnya.) Masalah yang muncul melalui “penglihatan” orang-orang tersebut adalah bahwa memori otak mereka menyimpan gambaran-gambaran keagamaan tertentu dengan begitu kuat sehingga gambaran tersebut bisa muncul secara tiba-tiba dan kapan saja hanya karena mereka melihat pola atau bentuk yang dianggapnya wajah atau sosok keagamaan tertentu. Pola atau bentuk itulah yang kemudian segera dikaitkan dengan gambaran yang sebelumnya sudah tersimpan dalam otak mereka. Mereka dengan mudah mendefinisikan pola atau bentuk tersebut sebagai wajah atau sosok dalam agama tertentu (umumnya wajah atau sosok dalam agamanya sendiri).


Pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana orang-orang tersebut bisa memiliki memori mengenai gambar wajah atau sosok keagamaan tertentu? Saat ini teknologi sudah berkembang sangat cepat dan semakin canggih. Berbagai gambaran itu mudah ditemui, baik melalui majalah, buku, maupun internet. Masalahnya, tidak semua wajah Yesus atau sosok Bunda Maria ditampilkan melalui gambar yang sama persis. Artinya, gambar wajah Yesus dan Bunda Maria tidak seragam melainkan beragam. Jika demikian, bagaimana orang bisa tahu betul dan sangat yakin bahwa gambaran yang dilihatnya menunjukkan wajah Yesus atau sosok yang disaksikannya merupakan sosok Bunda Maria? Jika ya, wajah Yesus atau sosok Bunda Maria yang seperti apakah yang dilihatnya, karena bukankah ada beragam wajah Yesus dan sosok Bunda Maria seperti dapat ditemukan melalui banyak majalah, buku, maupun internet?


Itulah sebabnya proses melihat “wajah Yesus” atau “sosok Bunda Maria” disebut pareidolia. Dengan demikian, jelas, pareidolia merupakan hal yang sangat subjektif karena dialami oleh orang-orang yang sebelumnya sudah memiliki asumsi yang kemudian direkam dan disimpan dalam memori mereka. Asumsi yang dibentuk oleh gambaran awal inilah yang seringkali membuat orang dengan sangat mudah mengaitkan pola yang dilihatnya sebagai sesuatu yang pasti dan jelas. Namun kenyataannya hal dianggapnya pasti dan jelas tersebut hanyalah pola yang mengambil bentuk seperti gambaran awal yang sudah dimilikinya.

1 komentar:

  1. Salam kenal bung Arrowsofcriticism. Senang membaca tulisan2 anda.

    BalasHapus

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.