Beberapa orang yang mengetahui saya tidak mempercayai adanya tuhan berkata kepada saya bahwa pandangan saya itu sebagai “kepercayaan”. Artinya, ketidakpercayaan mengenai tuhan dipahami oleh mereka juga sebagai sistem “kepercayaan”. Namun, “kepercayaan” bahwa saya tidak mempercayai adanya tuhan merupakan kebalikan dari “kepercayaan” terhadap adanya tuhan seperti dipercaya dan dianut oleh kebanyakan orang.
Pandangan yang mengatakan bahwa ketidakpercayaan saya mengenai tuhan dikatakan sebagai “kepercayaan” atau lebih tepatnya sistem kepercayaan merupakan hal yang keliru. Saya tidak pernah menganggap bahwa ketidakpercayaan saya terhadap tuhan sebagai suatu sistem kepercayaan seperti yang dipahami oleh para penganut agama. Saya tidak memahami dan memaknai ketidakpercayaan saya mengenai adanya tuhan sebagai suatu sistem kepercayaan karena ketidakpercayaan saya tersebut hanya didasarkan pada bukti-bukti yang ada. Tidak seperti agama atau sistem kepercayaan yang disusun dengan berdasar pada berbagai tradisi, ajaran/dogma, kitab suci, dan iman.
Ketidakpercayaan saya sama sekali tidak didasarkan pada tradisi, ajaran/dogma, kitab suci, dan iman tertentu. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa ketidakpercayaan saya tidak menghasilkan tradisi, ajaran/dogma, kitab suci, dan iman. Ketidakpercayaan saya dibuat, dihasilkan dari, dan didasarkan pada bukti-bukti yang ada. Oleh karena itu, bagi saya, keberadaan tuhan hanyalah hipotesis yang perlu didukung oleh berbagai bukti relevan dan akal sehat. Dengan demikian, sampai sekarang saya belum memperoleh atau menemukan berbagai bukti relevan dan masuk akal untuk mendukung hipotesis mengenai adanya tuhan. Seandainya suatu saat saya memperoleh atau menemukan bukti-bukti relevan dan masuk akal yang mendukung hipotesis keberadaan tuhan, maka saya akan mengubah pandangan saya.
Dengan demikian, jelas, ketidakpercayaan saya mengenai adanya tuhan sama sekali bukanlah sebuah sistem kepercayaan. Oleh karena bagi saya, adanya tuhan barulah sebuah hipotesis yang kebenarannya harus ditopang oleh bukti-bukti relevan dan akal sehat. Sedangkan “cara kerja” sebuah sistem kepercayaan tidaklah sama dengan sebuah hipotesis karena sistem kepercayaan tidak harus ditopang oleh bukti-bukti relevan dan akal sehat. Yang dibutuhkan sebuah sistem kepercayaan seperti agama adalah tradisi, ajaran/dogma, kitab suci, dan yang terutama adalah iman. Sebuah sistem kepercayaan tidak membutuhkan bukti-bukti sebagai dasar untuk mengatakan kepercayaan tertentu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.