Beberapa orang beranggapan bahwa saya adalah orang yang kaku, dingin, dan tidak memiliki rasa petualangan yang cukup tinggi karena tidak bisa menghargai berbagai misteri yang ada di sekitar kita. Saya dianggap sebagai orang yang berlebihan dalam menanggapi banyaknya misteri yang eksis dalam dunia ini. Kritisisme dan skeptisisme yang berdiam dalam otak dan jaringan sel di tubuh saya dianggap kelewatan karena selalu berusaha menghancurkan setiap misteri yang saya temui. Saya dianggap sebagai orang yang mengidap ketakutan yang berlebih sehingga mengakibatkan saya mengalami kegilaan (paranoia) terhadap hal-hal yang mengandung misteri. Saya dikatakan sebagai orang yang tidak mampu membiarkan sebuah misteri sebagai misteri tanpa mengutak-atik keberadaan misteri tersebut.
Saya dicap sebagai orang yang terbatas akibat otak saya tidak bisa menampung “keindahan” dan “keajaiban” sebuah misteri. Keterbatasan otak ini mengakibatkan saya dianggap sebagai orang yang tidak mampu berimajinasi. Beberapa orang juga berkata kepada saya bahwa kemampuan otak manusia terbatas sehingga tidak semua hal dapat dipahami dan dijelaskan oleh manusia. Kata-kata itu biasanya dilanjutkan oleh kalimat: “Lu harus sadari hal itu.” Oleh karena itu, saya pun dicap sebagai orang yang tidak bisa dan tidak mau menghargai makna sebuah misteri. Berkaitan dengan semua hal yang bernuansa misteri beberapa orang berkata kepada saya: “Santai ajah kenapa?!”
Menanggapi semua anggapan dan cap yang tidak jarang ditujukan terhadap saya tersebut maka saya perlu memberikan beberapa penjelasan. Saya sangat menyadari bahwa kemampuan otak saya terbatas. Namun, keterbatasan tersebut tidak bisa dijadikan alasan bagi saya untuk berhenti memikirkan, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai hal yang berbau misteri di sekitar kita. Artinya, saya tidak menjadikan keterbatasan otak saya sebagai alasan untuk berhenti mempertanyakan dan menilai berbagai misteri yang ada. Sebaliknya, keterbatasan otak saya itu malah membuat saya terus memikirkan dengan melakukan analisis, dan evaluasi terhadap misteri-misteri yang ada demi memahami dan menjelaskan hal-hal tersebut.
Ya, saya tidak menganggap misteri-misteri yang ada sebagai sesuatu yang “indah” dan “ajaib” melainkan menarik. Saya menganggap sebuah misteri menarik, dalam pengertian, menarik untuk dianalisis dan dievaluasi terhadap berbagai bukti relevan yang didukung oleh akal sehat yang saya punyai. Bagi saya, misteri adalah suatu hal/subjek yang belum bisa dipahami dan dijelaskan secara utuh oleh nalar manusia. Oleh karena itu, jika suatu hal/subjek telah dapat dipahami dan dijelaskan secara utuh oleh nalar manusia, maka hal/subjek tersebut tidak lagi tinggal sebagai misteri. Oleh karena itu, menurut saya, misteri-misteri yang ada tidaklah dibiarkan sebagai sesuatu yang “indah” dan “ajaib” untuk kemudian dikagumi dan dipuja manusia, tetapi hendaknya berusaha dipahami dan dijelaskan menggunakan akal sehat yang dimiliki setiap orang.
Saya secara penuh menyadari bahwa otak manusia terbatas dan ada banyak hal di sekitar kita yang belum dapat dipahami dan dijelaskan yang membuat hal-hal tersebut dikatakan sebagai misteri. Namun, keterbatasan tersebut tidak membuat saya berhenti untuk bertanya, berpikir, menganalisis, dan mengevaluasi hal-hal yang dianggap sebagai misteri menggunakan akal sehat saya. Keterbatasan itu tidak membuat saya berdiam diri dan membiarkan hal-hal misteri itu melainkan membuat saya tertarik untuk menganalisis dan mengevaluasinya.
Upaya memahami dan menjelaskan berbagai hal yang dikatakan sebagai misteri tentulah membutuhkan kerja keras, kesabaran, tenaga, dan waktu. Semua itu dilakukan demi menemukan pemahaman dan penjelasan yang jernih dan cermat mengenai suatu hal. Bagi saya, upaya memahami dan menjelaskan berbagai hal yang disebut misteri selalu lebih penting dan bermanfaat dibandingkan misteri itu sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan, kritisisme, skeptisisme, dan akal sehat manusia, bagi saya, jauh lebih penting dan bermanfaat daripada ketidaktahuan, kepercayaan terhadap sebuah misteri, dan berbagai hal yang dikatakan orang sebagai “keindahan” dan “keajaiban” sebuah misteri.
Arrows of Criticism, udah pernah baca buku Dunia Sophie? Kalau belum, bacalah. Kalau udah, harusnya sih bisa menjadi pisau untuk (perlahan-lahan) mengupas pertanyaan-pertanyaan yang membelit pikiran kamu.
BalasHapusCheers.
Ah, saran yang baik. Dan saya sudah membaca buku itu tujuh tahun yang lalu. Terima kasih atas sarannya, Piece of My Thoughts.
BalasHapusSalam.