Jumat, 09 April 2010

Kritisisme & Skeptisisme


Tanggapan yang selalu saya terima dari orang-orang setelah mereka mengetahui dan menyadari bahwa saya adalah seorang yang kritis maka mereka menyematkan kepada saya beberapa “gelar” seperti: tukang protes, cerewet, sok cermat, dan tidak praktis. Beberapa “gelar terhomat” juga dialamatkan kepada saya setiap kali setelah orang mengetahui dan menyadari jika saya adalah orang skeptis, seperti: tidak mau percaya, memperumit hal yang sebenarnya sederhana, dan banyak tanya. “Gelar-gelar terhormat” tersebut tidak sepenuhnya salah dan tidak juga tidak sepenuhnya benar. Oleh karena itu, diperlukan keterangan atau penjelasan di sana-sini.

Mengenai “gelar” tukang protes sebenarnya tidaklah begitu salah karena sejauh yang saya sadari diri saya memang cukup banyak melakukan protes, tetapi dalam konteks jika pandangan atau argumen seseorang tidak sejalan dengan bukti yang ada dan tidak didukung oleh akal sehat. Namun memang harus diakui bahwa frasa “tukang protes” mengandung makna yang kurang baik karena sepertinya menuduh bahwa orang yang dicap tersebut dianggap sebagai orang yang tidak pernah setuju dengan pandangan orang lain padahal sebenarnya tidaklah demikian. Artinya, saya protes jika argumen atau pandangan seseorang tidak sesuai dengan bukti dan akal sehat saya.

“Gelar” sok cermat yang seringkali dialamatkan kepada saya juga perlu diperjelas karena nuansanya cenderung negatif. Bagi saya, jika seseorang dikatakan sok cermat artinya orang itu sesungguhnya tidaklah mampu berpikir cermat, tetapi mengklaim telah berpikir secara cermat. Oleh karena itu, jika istilah “sok cermat” tersebut dialamatkan kepada saya, maka penjelasannya menjadi demikian: Saya bukanlah seseorang yang “sok cermat” dalam pengertian sempit dan negatif seperti di atas melainkan seseorang yang selalu berusah berpikir cermat dengan mendasarkan cara berpikir pada bukti, logika, dan akal sehat.

Penjelasan mengenai cara berpikir saya itu membuat saya dijuluki sebagai orang yang tidak praktis. Saya menyadari dan mengakui bahwa dalam beberapa hal saya bukanlah orang yang praktis khususnya jika berkaitan dengan cara berpikir, baik diri sendiri maupun orang lain. Saya cenderung tidak bisa dan tidak mau menerima penjelasan-penjelasan atau argumen-argumen sederhana/praktis mengenai hal-hal yang bagi saya rumit. Bagi saya banyak hal yang terjadi di sekitar kita tidak bisa dijelaskan atau dijawab secara sederhana. Adagium yang pernah saya dengar dan baca mengenai hal ini adalah: Untuk setiap hal rumit yang dijelaskan secara sederhana, maka penjelasan itu salah. Ini tidak berarti bahwa hal-hal yang rumit harus dijelaskan secara rumit melainkan hal-hal yang rumit haruslah dijelaskan dengan menggunakan beberapa hal yang sudah saya utarakan di atas sehingga hal-hal rumit tersebut bisa dipahami secara jelas. Orang seringkali mencampuradukkan antara penjelasan yang tidak sederhana dan bahasa/kata-kata sulit. Yang seharusnya dicapai oleh seseorang adalah penjelasan yang tidak menyederhanakan masalah sekaligus menghindari penggunaan bahasa/kata-kata yang sulit agar setiap orang bisa memahami permasalahan yang ada tanpa menyederhanakan masalah dan penjelasannya.

Mengenai “gelar-gelar terhormat” dalam kaitannya dengan skeptisisme yang saya miliki, maka sesungguhnya saya bukanlah seseorang yang tidak mau percaya melainkan seseorang yang tidak mudah percaya pada pernyataan atau informasi yang diberikan orang lain. Oleh karena itu, saya membutuhkan berbagai bukti yang relevan sebelum saya mempercayai suatu hal. Saya berusaha tidak terburu-buru dalam memberikan keputusan atau penilaian terhadap sesuatu sebelum saya memperoleh berbagai bukti relevan yang didukung oleh akal sehat saya. Dengan demikian, saya bukanlah seorang yang tidak mau percaya, tetapi tidak mudah percaya, baik terhadap otoritas maupun prasangka-prasangka saya. Saya selalu menguji berbagai informasi, argumen, dan prasangka terhadap bukti-bukti, pengetahuan yang saya miliki, dan akal sehat saya. Dan pengujian itu saya lakukan tanpa henti dan tanpa standar ganda.

Sedangkan “gelar” terakhir, yakni banyak tanya tidak sepenuhnya saya tolak karena saya akui memang banyak bertanya. Namun hal itu saya lakukan demi memperoleh data, penjelasan/keterangan, dan definisi yang jelas supaya dalam menilai sesuatu diperoleh bukti yang relevan. Sesungguhnya “banyak tanya” bukanlah sesuatu yang negatif asalkan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sesuai dengan hal yang sedang dibahas/dibicarakan. Pertanyaan yang diajukan secara tepat dan cermat merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya seseorang menggali, mencari, menemukan, memahami, dan menjelaskan sesuatu yang telah membuatnya mempertanyakan hal tersebut.

Dengan demikian, bagi saya, kritisisme dan skeptisisme adalah dua hal yang saling terkait dan tidak bisa dilepaskan. Menurut saya, skeptisisme adalah aplikasi dari cara berpikir kritis yang berupaya memahami, menjelaskan, dan menilai berbagai klaim, informasi, dan pandangan. Kritisisme digunakan untuk menilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Jadi, kritisisme dan skeptisisme adalah dua hal yang positif, berguna, dan tidak berbahaya. Dua hal tersebut "berbahaya" buat mereka yang tidak bisa atau tidak mau berbeda pendapat dan hidup dalam fundamentalisme.

Berikut adalah ciri orang yang berpikir kritis menurut pandangan saya:

  • Selalu berupaya memahami, menjelaskan, dan menilai berbagai klaim, informasi, dan pandangan menggunakan berbagai bukti yang disandarkan pada akal sehat.
  • Mengandalkan dan menggunakan pengetahuan yang ada.
  • Mengawasi emosi dan berbagai prasangka.
  • Mampu mengenali berbagai kesalahan berpikir (logika), baik dalam argumen orang lain maupun argumen sendiri.
  • Mampu menggunakan Pisau Occam (Ockham) secara tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.