Selasa, 27 April 2010

Pembunuhan Akibat Ilmu Sihir

Seorang perempuan yang malang dibunuh oleh masyarakat setempat karena dianggap sebagai tukang sihir atau memiliki ilmu “guna-guna” (sihir). Peristiwa tersebut terjadi di daerah pedalaman Papua New Guinea. Berita yang beredar mengatakan bahwa peristiwa tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi di Papua New Guinea karena sebelumnya sudah terjadi sekitar 50 pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap memiliki dan mempraktekkan ilmu sihir.


Kepercayaan terhadap adanya ilmu sihir dan orang-orang yang mempraktekkan ilmu sihir tidak hanya ditemukan di Papua New Guinea melainkan banyak juga ditemukan di wilayah Afrika Selatan. Ini didukung oleh hasil studi yang dilakukan oleh Joachim Kaetzler di negara-negara wilayah Afrika Selatan dan sekitarnya pada tahun 1990-an. Kaetzler melakukan penelitiannya, baik di kota maupun pedesaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya Kaetzler menemukan bahwa kepercayaan terhadap ilmu sihir di antara penduduk Afrika, bukan hanya diyakini oleh masyarakat yang rendah tingkat pendidikannya, tetapi juga diyakini oleh masyarakat yang tingkat pendidikannya tinggi. Sebuah jejak pendapat yang dilakukan pada kelompok-kelompok masyarakat Afrika tersebut menyatakan bahwa 400 mahasiswa hukum Afrika mempercayai ilmu sihir (sekitar 80% mahasiswa hukum Afrika) dan lebih dari setengahnya pernah berkonsultasi dengan tukang sihir.


Melalui penelitian yang dilakukannya Kaetzler menemukan bahwa tukang sihir berfungsi sebagai mediator antara orang-orang yang masih hidup dan roh-roh nenek moyang. Para tukang sihir tersebut bertindak, baik sebagai cenayang, dokter yang memberikan obat-obatan dari tumbuhan, kepala suku, dan tabib. Hal yang serupa juga ditemukan dalam figur pendeta yang dipercaya memiliki “kekuatan” atau ilmu sihir dan berkuasa mempraktekkan “ilmu”-nya tersebut di dalam gereja.


Ilmu sihir dan orang-orang yang dipercaya memiliki dan mempraktekkan ilmu sihir seringkali dijadikan “kambing hitam” jika peristiwa-peristiwa buruk terjadi atau dialami orang lain. Bahkan ilmu sihir tidak jarang dianggap sebagai penyebab terjadinya kecelakaan ataupun kejahatan. Sebuah contoh nyata secara gamblang mengungkapkan hal tersebut ketika seorang laki-laki Afrika yang sedang mabuk menabrak seorang anak kecil yang berakibat pada kematian anak tersebut. Berdasar pada “penglihatan” seorang tukang sihir, maka laki-laki itu dianggap telah disantet (diguna-guna). Artinya, laki-laki tersebut bukannya dianggap mabuk, tetapi terkena ilmu sihir sehingga mengakibatkan kematian seorang anak. Akhirnya, tanpa bisa membela diri laki-laki malang tersebut dijatuhi hukuman mati dengan cara rajam (dilempari batu).


Kepercayaan terhadap ilmu sihir dan orang-orang yang dianggap memiliki dan mempraktekkan ilmu sihir bukan hanya terjadi di negara-negara dunia ketiga melainkan sudah terjadi di benua Eropa sejak abad ke-17. Kepercayaan tersebut terus berkembang sampai abad ke-21, bahkan dampaknya semakin memprihatinkan dan membahayakan karena kepercayaan terhadap ilmu sihir dan orang-orang yang dianggap memiliki dan mempraktekkan ilmu sihir telah mengakibatkan kematian manusia. Kepercayaan terhadap ilmu sihir merupakan delusinasi yang bukan saja sangat menyesatkan, tetapi juga mematikan. Artinya, delusinasi tersebut telah membuat manusia tega membunuh sesamanya. Sudah seharusnya delusinasi itu ditentang dan disingkirkan dengan sangat keras karena telah mengakibatkan penderitaan dan kematian makhluk hidup (dhi. manusia). Oleh karena itu, yang perlu dibangun dalam masyarakat adalah budaya kritis dan sikap skeptis sehingga delusinasi seperti kepercayaan terhadap ilmu sihir dapat disingkirkan dari masyarakat abad 21, sebaliknya masyarakat abad 21 hidup dalam budaya yang menghargai akal sehat dan ilmu pengetahuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.