Selasa, 30 Maret 2010

Fanatisme = Mematikan


Tidak sedikit orang mengatakan bahwa Hitler, Stalin, Mussolini, dan Mao adalah orang-orang tidak beragama, tidak bertuhan, dan atheist karena mereka telah membantai sesamanya. Pandangan ini didasarkan pada pernyataan bahwa tidak mungkin seorang yang (taat) beragama tega melakukan tindakan yang sangat biadab, salah satunya adalah membunuh manusia. Dengan berdasar pada argumen itulah maka orang mengambil kesimpulan bahwa tidak mungkin orang beragama berlaku kejam terhadap sesamanya, tetapi orang-orang yang tidak beragama, tidak bertuhan alias para atheist-lah yang telah dan pasti akan bertindak kejam. Oleh karena stigma itulah maka atheisme dianggap harus bertanggung jawab atau menanggung beban tersebut. Apakah pandangan tersebut bisa diterima kebenarannya?

Sepertinya orang-orang yang mendukung pandangan tersebut (orang-orang beragama tidak mungkin melakukan kekejaman, sebaliknya hanyalah orang-orang yang tidak beragama dan tidak bertuhanlah yang melakukan tindakan keji) tidak memperhatikan dan memperhitungkan bahwa sesungguhnya ada begitu banyak tindak kekerasan yang pernah terjadi di dunia ini dilakukan oleh orang-orang yang mengaku dan mendaku beragama dan bertuhan. Apakah kenyataan dari berbagai tindak kekerasan yang dilakukan orang-orang beragama dan bertuhan sama sekali tidak disingkirkan oleh orang-orang beragama dan bertuhan sehingga cap tidak baik hanya disematkan pada diri orang-orang yang mengklaim diri tidak beragama atau tidak mempercayai adanya tuhan? Seharusnya tidaklah demikian. Jika demikian, apa yang sesungguhnya terjadi? Mengapa orang-orang yang mengaku beragama dan bertuhan melakukan kekerasan terhadap sesamanya? Jawaban yang seringkali didengungkan adalah “fanatisme” atau “ekstrimisme”. Artinya, orang-orang beragama dan bertuhan yang bertindak keras terhadap sesamanya adalah mereka yang beragama dan bertuhan secara fanatik atau ekstrim. Mereka dicap oleh sesamanya yang tidak melakukan kekerasan sebagai kaum fanatik atau para ekstrimis.

Untuk menjelaskan kenyataan tersebut berikut dikemukakan beberapa poin penting:

Pertama, Hitler dan Mussolini bukanlah atheist, sebaliknya mereka adalah orang-orang yang beragama (sebagian besar pasukannya beragama Kristen) dan membenci atheisme. Sementara Stalin dan Mao melakukan pembunuhan besar-besaran bukan karena didasarkan pada atheisme melainkan kekuatan absolut yang hendak dibangun oleh mereka.

Kedua, berbagai pembunuhan yang terjadi di benua Afrika pada masa penjajahan dan perbudakan, penjajahan terhadap penduduk asli Amerika Serikat (Indian), dan perang-perang yang dipimpin oleh Napoleon dilakukan oleh orang-orang beragama dan bertuhan. Sementara hal serupa (pembunuhan) yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beragama dan bertuhan serta hanya terjadi pada abad ke-20 hanyalah dua kasus. Padahal jelas, kasus penjajahan dan pembunuhan yang terjadi di benua Afrika, Amerika Serikat, dan perang Napoleon terjadi selama beberapa masa (abad).

Ketiga, tidak jarang orang juga sangat keliru ketika mengaitkan antara komunisme (Marxisme) dan atheisme dengan mengatakan bahwa komunisme adalah bagian dari atheisme. Pandangan tersebut sangatlah keliru. Sesungguhnya yang terjadi adalah bahwa komunisme lahir akibat kapitalisme yang dilakukan banyak orang kulit putih pada abad ke-19, di mana perbudakan, pengerahan kerja terhadap kaum perempuan dan anak-anak di berbagai pabrik yang mengakibatkan kematian. Hal ini terus berlanjut sampai awal abad ke-20. Barulah setelah itu terjadi perjuangan antara orang-orang beragama (Kristen) yang berusaha mereformasi industri modern demi kesejahteraan banyak orang. Dan peristiwa tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan atheisme.

Keempat, orang-orang beragama dan bertuhan juga tidak jarang menuduh bahwa tingkat kematian manusia yang begitu tinggi pada abad ke-20 diakibatkan oleh negara-negara sekular. Ini didorong oleh anggapan keliru yang mengatakan bahwa sekularisme berkaitan dengan atheisme. Oleh karena itu, tingginya tingkat kematian manusia diakibatkan oleh berkembangnya (gerakan) atheisme yang merasuk ke dalam banyak negara di Eropa sehingga mendorong gerakan sekularisasi. Hal ini juga sangat tidak beralasan karena kenyataan malah berbicara sebaliknya, di mana negara-negara Eropa (setelah dilakukan penelitian sosial), seperti: Inggris, Belanda, Denmark, Norwegia, Swiss, Austria, Norwegia, Swedia, dan Finlandia) sama sekali tidak tertarik pada isu-isu perang. Sedangkan hal sebaliknya malah terjadi di benua Asia dan Amerika Serikat.

Kelima, orang-orang beragama dan bertuhan pun tidak ragu menyalahkan perkembangan teknologi yang dianggap berasal dari sekularisasi yang dipicu oleh atheisme. Menurut mereka, teknologi yang mengakibatkan peperangan dan kematian manusia umat di masa modern dipicu oleh atheisme. Ini pun tidak berasalan karena pada masa pra-modern, dalam pengertian tertentu, manusia pun berlaku tidak kalah kejinya. Di masa para raja dan kaisar memerintah mereka menggunakan teknologi pada masanya untuk membunuh sesamanya. Dan jangan lupa bahwa pemipin pertama di masa modern yang menjatuhkan nuklir adalah seseorang yang beragama.

Setelah memperhatikan beberapa poin di atas maka secara lebih bijak bisa dikatakan bahwa bukan ateisme atau agama yang telah membunuh manusia. Fanatisme, lebih tepatnya, orang-orang yang beragama secara fanatik-lah sesungguhnya yang telah berlaku kejam terhadap sesamanya. Mereka yang beragama secara ekstrim-lah yang telah membunuh manusia lainnya. Sejarah telah mengungkapkan bahwa kaum beragama dan bertuhan secara fanatik dan ekstrim telah bertindak keji terhadap sesamanya manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.