Seorang remaja Bali membuat heboh karena menyetubuhi seekor sapi di desanya. Perbuatan remaja tersebut dipergoki seorang warga sehingga mengharuskan pemimpin/ketua adat desa setempat melakukan upacara "membersihkan" desa. Ini dilakukan untuk "membersihkan" desa akibat perbuatan tidak senonoh remaja tersebut karena ia dianggap telah "mengotori" desa tersebut. Oleh karena itu, sapi yang menjadi "korban" tindakan aib remaja tersebut harus dibuang ke laut, namun si pemilik sapi memperoleh ganti rugi sebesar lima juta rupiah. Sedangkan remaja tersebut hanya dimandikan di laut untuk membuang aib dan kotor akibat perbuatannya tersebut.
Banyak orang percaya bahwa jika seseorang melakukan tindakan yang melanggar norma tertentu dalam masyarakat, maka ia harus disertakan atau mengikuti upacara tertentu yang bertujuan untuk "membersihkan" orang tersebut dari "kotoran." Tentu, ini hanyalah simbol karena sesungguhnya tindakan orang tersebut sudah terjadi dan berlalu (kenyataan), namun ingatan orang lain dan dirinya terhadap tindakan tersebut tetap tersimpan. Namun sayangnya hal ini tidak disadari oleh banyak orang.
Sesungguhnya yang dibutuhkan remaja itu adalah tindakan yang lebih nyata dan berguna mengingat apa yang telah dilakukannya. Artinya, ia tidak membutuhkan upacara "pembersihan" dari tindakan aib yang "mengotori" desa serta dirinya melainkan analisis yang jernih untuk memperoleh penyebab ia melakukan tindakan tersebut. Dengan demikian, remaja itu memperoleh penanganan yang tepat dan sesuai dengan analisis bio-psikologis yang telah dilakukan seakurat mungkin.
Banyak orang percaya bahwa jika seseorang melakukan tindakan yang melanggar norma tertentu dalam masyarakat, maka ia harus disertakan atau mengikuti upacara tertentu yang bertujuan untuk "membersihkan" orang tersebut dari "kotoran." Tentu, ini hanyalah simbol karena sesungguhnya tindakan orang tersebut sudah terjadi dan berlalu (kenyataan), namun ingatan orang lain dan dirinya terhadap tindakan tersebut tetap tersimpan. Namun sayangnya hal ini tidak disadari oleh banyak orang.
Sesungguhnya yang dibutuhkan remaja itu adalah tindakan yang lebih nyata dan berguna mengingat apa yang telah dilakukannya. Artinya, ia tidak membutuhkan upacara "pembersihan" dari tindakan aib yang "mengotori" desa serta dirinya melainkan analisis yang jernih untuk memperoleh penyebab ia melakukan tindakan tersebut. Dengan demikian, remaja itu memperoleh penanganan yang tepat dan sesuai dengan analisis bio-psikologis yang telah dilakukan seakurat mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.