Rabu, 09 Juni 2010

Berunjuk Rasa dengan Darah

Berunjuk rasa sepertinya sudah menjadi kebiasaan manusia ketika menemukan/menghadapi hal yang bertolak belakang dengan pandangan (kelompoknya). Terlebih, jika pandangan yang bertentangan tersebut dianggap telah menodai pandangan yang dianutnya sehingga para pengikut pandangan "salah" tersebut dituding sebagai kafir/bida'ah. Dengan demikian, pandangan yang berbeda tersebut dianggap telah menyalahi norma atau aturan atau ajaran yang "benar" menurut ajaran yang dianut.

Pemandangan selama ini orang biasa temukan ketika unjuk rasa berlangsung adalah kerumunan orang yang berteriak-teriak sambil mengangkat spanduk dan terkadang ada spanduk yang dibubuhi tanda tangan. Namun, sudah beberapa tahun belakangan pemandangan tadi disertai
juga dengan aksi memberikan cap jempol darah di spanduk yang telah disediakan. Ini bukan lagi pemandangan yang aneh karena belakangan sudah biasa dilakukan oleh kelompok yang sedang berunjuk rasa.

Unjuk rasa yang disertai dengan membubuhkan cap jempol menggunakan darah orang yang berunjuk rasa juga dilakukan dalam unjuk rasa keagamaan. Artinya, aksi unjuk rasa yang bernuansa keagamaan pun disertai aksi membubuhkan cap jempol darah. Tentu, kebebasan berekspresi merupakan hak setiap orang. Namun, ketika ekspresi tersebut melibatkan darah, bagi saya, setidaknya ada dua hal yang bisa dikemukakan. Pertama, darah menunjukkan/menampilkan sesuatu yang positif, dan kedua, darah bisa juga melahirkan nuansa yang negatif.

Darah bermakna positif karena menunjukkan bahwa orang yang melakukannya serius, berkomitmen besar, dan tidak main-main. Sementara itu, darah juga bisa dipahami secara negatif karena sepertinya hendak menunjukkan bahwa orang yang melakukannya sangat keras, seorang ekstrimis yang tidak ragu untuk melakukan berbagai hal demi mencapai tujuannya, termasuk melakukan kekerasan.

Saya sendiri kurang setuju jika unjuk rasa melibatkan aksi membubuhkan cap jempol darah karena cenderung menunjukkan kekerasan. Artinya, darah sangat mungkin menyimbolkan ekstrimisme. Orang bisa menganggap darah sebagai pertanda bahwa tujuan akan dilakukan dengan cara apapun dan tidak mempedulikan orang (pihak) atau hal lainnya. Aksi unjuk rasa disertai spanduk dan orasi, menurut saya, sudah cukup menunjukkan jika kelompok yang berunjuk rasa serius dengan aksi yang mereka lakukan. Jadi, pertunjukkan darah dalam suatu aksi unjuk rasa tidaklah diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.