Selasa, 20 Juli 2010

Yaiks...!!!

Rupanya standar halal tidaknya suatu hal dalam hukum Islam, setidaknya menurut tolok ukur MUI, tidaklah seketat yang dibayangkan banyak orang. Hal ini dibuktikan melalui keberadaan kopi luwak - kopi yang diolah dari biji kopi yang diambil dari kotoran hewan luwak (musang) - yang telah dinyatakan halal alias bisa dikonsumsi oleh umat Muslim Indonesia setelah biji kopi tersebut melalui proses pencucian terlebih dahulu. Ini berarti bahwa sesuatu bisa dikatakan suci jika telah melalui proses pencucian atau pembersihan sehingga bisa dikonsumsi oleh manusia. 

MUI menjelaskan lebih lanjut bahwa sebenarnya istilah "najis" dalam agama Islam, salah satunya, jika suatu benda dilarang dikonsumsi oleh umat Islam, seperti daging babi. Sedangkan kopi luwak sendiri belum termasuk ke dalam kategori najis melainkan mutanajis, artinya: benda tersebut bisa berubah menjadi tidak najis jika dibersihkan atau dicuci. Jika demikian adanya, ternyata tolok ukur najis atau tidaknya suatu hal sangatlah cair alias tidak tegas atau kaku seperti dikira oleh banyak orang. Ini juga bisa berarti tolok ukur halal atau tidaknya suatu hal menurut MUI sangatlah tidak jelas atau tidak paten karena semuanya diatur oleh MUI; jika MUI katakan najis berarti ya, najis, sehingga tidak boleh dikonsumsi oleh umat Muslim Indonesia, namun apabila MUI nyatakan halal berarti ya, halal, artinya boleh dikonsumsi oleh umat Muslim Indonesia.

Namun demikian, ada hal sangat janggal yang segera mengusik ketika kopi luwak dibandingkan dengan daging babi. Bukankah kopi luwak berasal dari kotoran musang sedangkan daging babi hanyalah daging seperti daging-daging lainnya? Jika sesuatu yang berasal dari kotoran hewan saja bisa dinyatakan halal oleh MUI, bukankah daging sebenarnya masih lebih layak dibandingkan dengan kotoran hewan sehingga seyogianya bisa juga dinyatakan halal oleh instansi yang sama. Apakah sekarang manusia lebih memilih sesuatu yang berasal dari kotoran hewan ketimbang daging hewan (misalnya babi) itu sendiri? Terlebih, tolok ukur halal atau tidaknya sesuatu hal semata-mata didasarkan pada sesuatu yang sangat sederhana, yakni pencucian. Jika demikian, jangan kaget atau heran jika kelak MUI menghalalkan kotoran babi dikonsumsi oleh manusia sedangkan daging babi tetap dianggap najis. YAIKS...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.