Selasa, 26 Januari 2010

Argumen Induktif

Tulisan kali ini akan membahas secara sederhana argumen induktif untuk melengkapi pembahasan mengenai argumen deduktif yang telah dibahas dalam tulisan sebelumnya.

Sebuah argumen induktif tidak membangun kesimpulan (-kesimpulannya) atas dasar kepastian melainkan premis-premis yang dibuatnya melahirkan kesimpulan yang sangat mungkin. Sebuah argumen induktif tidak berbicara mengenai kesahihan atau ketidaksahihan kesimpulan (-kesimpulannya) melainkan, apakah kesimpulan tersebut lemah atau kuat, baik atau tidak baik. Meskipun jika premis-premis yang dibuatnya benar dan memiliki dasar yang sangat kuat bagi kesimpulan, namun kesimpulan tersebut tidaklah pasti. Sebuah argumen induktif yang paling kuat tidaklah semeyakinkan atau menentukan seperti sebuah argumen deduktif yang masuk akal. Berikut adalah contoh yang sederhana:

1. Sebagian besar orang Kristen merayakan Natal dan pergi ke gereja setiap hari Minggu.

2. Budi adalah orang Kristen.

3. Dengan demikian, Budi merayakan Natal dan pergi ke gereja setiap hari Minggu.

Di atas adalah contoh sebuah argumen induktif yang cukup baik karena, anggap saja, premis-premisnya benar. Dengan demikian, kesimpulannya cenderung benar daripada salah. Namun, sekarang kita perhatikan contoh berikut:

* Budi adalah anggota Gereja Advent.

Sementara kita ketahui bahwa:

* Anggota Gereja Advent tidak merayakan Natal dan tidak pergi ke gereja pada hari Minggu.

Setelah memperhatikan contoh di atas, maka argumen induktif sangatlah lemah karena berdasarkan contoh di atas, sangat mungkin Budi tidak merayakan Natal dan pergi ke gereja pada hari Minggu.


Kesahihan dan Kebenaran

Ketika berbicara argumen deduktif dan induktif, maka sesungguhnya orang sedang membicarakan kesahihan atau ketidaksahihan dan kebenaran atau ketidakbenaran sebuah argumen. Ketidaksahihan sebuah argumen hanya memiliki kombinasi premis-premis yang benar atau salah dan kesimpulan (-kesimpulan) benar atau salah. Sebuah argumen yang sahih juga bisa memiliki semua kombinasi tersebut, tetapi tidak bisa memiliki premis-premis yang salah sekaligus sebuah kesimpulan yang salah.

Dengan demikian, sebuah proposisi (premis-premis dan kesimpulan-kesimpulan) bisa benar atau salah. Namun sebuah argumen tidak demikian. Adalah tugas ilmu pengetahuan dan filsafat untuk menentukan, apakah premis-premis sebuah argumen itu benar atau salah, sementara tujuan logika untuk menentukan, apakah sebuah argumen deduktif itu sahih atau tidak sahih, dan apakah, sebuah argumen induktif itu kuat atau lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.