Senin, 22 Februari 2010

Komat-Kamit

Beberapa anak terlihat komat-kamit seraya menutup matanya rapat-rapat, sedangkan anak-anak lainnya menutup wajah mereka dengan kedua telapak tangannya, sementara beberapa lainnya menundukkan kepala sembari menutup mata dan juga komat-kamit. Apakah yang sesungguhnya dilakukan anak-anak itu? Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Apakah mereka sedang sedih dan meratapi sesuatu? Apakah mereka tengah mengalami kekecewaan yang mendalam? Apakah mereka sedang menangis atau kesakitan? Ah, ternyata anak-anak itu sedang berdoa. Ternyata mereka tengah bercakap-cakap dengan tuhannya.

Di manakah pemandangan seperti itu terjadi? Dalam suatu kompetisi olahraga yang pesertanya didominasi oleh anak-anak berusia sekitar 6-13 tahun. Mengapa anak-anak itu melakukan "ritual" tersebut? Mengapa mereka berdoa sebelum bertanding? Apakah isi doa mereka sebelum bertarung melawan musuhnya? Kira-kira isi doa mereka seperti ini: "Ya tuhan berilah kekuatan untuk mengalahkan musuhku" atau "tuhan, tolong aku supaya bisa mengalahkan dia (musuh)" atau "tuhan, tolong kalahkan musuhku" atau "tuhan kalahkan dia biar aku bisa menang" atau "tuhan, aku ga mau kalah biar ga dimarahin papa, mama, dan pelatih" atau "tuhan jangan sampai dia (musuhku) yang menang, tapi akulah yang akan menang" atau "tuhan menangkanlah aku biar orangtua, pelatih, teman-teman, guru, dan sekolahku bangga samaku" atau "ya tuhan, tolong aku supaya menang biar dapat piala dan uang" atau "tuhan, semoga musuhku salah jalan supaya aku yang menang". Dan dapat dipastikan tidak ada seorang anak pun yang berdoa seperti ini: "tuhan, biarlah yang terbaik yang menang" atau "tuhan, aku ga mau menang" atau "tuhan, menangkanlah musuhku" atau "tuhan biarlah pertandingan ini berakhir seri biar ga ada yang sedih" atau "tuhan, kalahkanlah aku biar musuhku saja yang menang".

Jika demikian yang terjadi berarti setiap anak berdoa untuk kemenangan bagi dirinya. Setiap anak berdoa kepada tuhannya masing-masing. Ini berarti, selain terjadi pertandingan di dalam ruangan, di ruang lain atau di tempat lain atau di dimensi lain atau di langit atau di udara atau di atas atau entah di mana pun itu, tengah terjadi "pertandingan" lainnya. "Pertandingan" yang terjadi di antara tuhan-tuhan yang menjadi alamat atau tujuan doa anak-anak tadi. Pada saat itu tentulah tuhan sangat sibuk apalagi kalau satu tuhan dimintai tolong oleh lebih dari lima anak karena ia harus melayani semua permintaan anak-anak tersebut supaya mereka tidak kalah sehingga kecewa dan sedih. Sedangkan tuhan yang tidak memiliki banyak penggemar atau tuhan yang tidak populer atau tidak laku seperti tuhan lainnya hanya santai saja karena ia tidak dimintai tolong.

Setelah pertandingan berakhir tentu ada anak-anak yang menang, kalah, ataupun seri. Anak-anak yang menang dapat diduga kuat berpikir bahwa tuhan yang dimintai tolonglah yang lebih kuat daripada tuhan musuhnya. Ia menduga bahwa tuhannya telah mendengar, memperhatikan, dan menjawab doanya sehingga ia menang, sedangkan musuhnya tidak ditolong dan diperhatikan oleh tuhannya. Anak-anak yang menang beranggapan tuhan yang disembah musuhnya tidak bertelinga atau tuli sehingga ia kalah. Sementara anak-anak yang kalah kemungkinan besar menganggap tuhannya tidak mendengar, memperhatikan, dan menjawab doanya sehingga ia kalah. Anak-anak yang kalah beranggapan tuhannya tidak lebih kuat daripada tuhan yang dimiliki oleh musuhnya. Bagaimana ketika pertandingan berakhir seri? Hal tersebut bisa memunculkan anggapan bahwa tuhan yang dimintai tolong memiliki kekuatan yang sama. Atau, tuhan yang dimintai tolong ternyata tuhan yang sama sehingga tuhan menjadi bingung sehingga memutuskan untuk membuat pertandingan berakhir seri agar tidak ada anak yang kecewa dan sedih. Tuhan yang seperti ini adalah tuhan yang adil karena tidak rela membiarkan anak-anaknya jatuh dalam kekecewaan dan kesedihan. Tuhan yang membuat pertandingan berakhir seri adalah tuhan yang baik karena tidak membiarkan anak-anaknya kalah sehingga si anak terhindar dari objek kemarahan orangtua, pelatih, maupun gurunya akibat kalah bertanding. Tuhan yang seperti ini adalah tuhan yang bijaksana karena telah berlaku adil dengan tidak memenangkan salah satu anak dan mengalahkan anak lainnya, tetapi membuat kedua anak itu "menang" karena pertandingan berakhir seri. Atau juga, pertandingan berakhir seri karena dua tuhan yang dimintai tolong oleh dua anak yang sedang bertanding telah mencapai kata mufakat untuk sama-sama tidak mengalahkan. Kedua tuhan tersebut berhasil saling meyakinkan bahwa yang terbaik adalah untuk tidak saling mengalahkan sehingga pertandingan pun berakhir seri. Mungkin kedua tuhan itu telah berdiskusi dan membahas berbagai keuntungan dan kerugian jika salah satu anak menang dan yang lainnya kalah. Mungkin kedua tuhan itu berkesimpulan adalah lebih baik memenangkan kedua anak itu sehingga salah satu di antara kedua anak tidak sampai dimarahi oleh orangtua atau pelatih atau gurunya akibat kalah dalam pertandingan.

Setelah pertandingan berakhir, entah menang, kalah ataupun seri, anak-anak itu bersalaman kemudian langsung ngacir dan berperilaku layaknya anak-anak; bermain. Mereka lupa berterima kasih kepada tuhannya karena telah menolongnya sehingga menang (bagi mereka yang menang). Tentu, anak-anak yang kalah tidak perlu berdoa lagi karena orangtua atau pelatih atau guru mereka segera memarahinya akibat kalah. Sedangkan pertandingan yang berakhir seri juga dilupakan oleh anak-anak bahwa mereka telah ditolong oleh tuhannya sehingga mereka sama-sama "menang", tidak ada yang kalah. Tuhan menjadi dilupakan, atau lebih tepatnya terlupakan. Anak-anak yang menang bertanding dan seri lupa berterima kasih kepada tuhannya melalui doa. Tuhan menjadi tersisih dari pikiran atau ingatan mereka. Anak-anak yang menang tidak memikirkan bahwa tuhannya telah bersusah payah menolong mereka melalui "pertandingan" melawan tuhan lainnya. Anak-anak yang pertandingannya berakhir seri tidak memikirkan bahwa tuhannya telah berjibaku melakukan lobi dengan tuhan lainnya sehingga pertandingan tuhan-tuhan tersebut bisa sampai pada kesepakatan untuk mengakhiri pertandingan dengan seri.

Setelah pertandingan berakhir tidak diakhiri dengan komat-kamit sambil menutup wajah dengan telapak tangan atau menutup mata rapat-rapat seraya menundukkan kepala seperti sebelum pertandingan, melainkan diakhiri oleh senyuman dan anak-anak itu pun kembali bermain dengan ceria layaknya . . . ya, anak-anak. Bagaimana dengan para tuhan? Seperti biasa mereka tetap sibuk melayani permintaan banyak orang atau menanggapi curhat manusia.

4 komentar:

  1. Wah ndi...,gw rada bingung nih...,baru kali ini tulisan elu lain dari biasanya, elu menulis seakan-akan elu tidak memahami dan mengambil kesimpulan pendek dengan cara berfikir orang kebanyakan, elu terkesan hanya menceritakan kembali kejadian yg sering orang lihat tanpa menjelaskan arti atau bahasan yg akan dikemukakan, padahal jika tulisan tersebut elu bahas dari dua sisi akan lebih baik daripada yang sekarang, elu bisa bahas itu dari sisi elu sebagai seorang dosen dan penulis dgn wawasan yg sudah tentu luas sekali dan satu sisi seperti tulisan elu diatas, terus terang gw kecewa dgn tulisan elu yg sekarang, atau mungkin seperti tuhan2 yang elu tulis di kesimpulan akhir, elu juga udah semakin sibuk sehingga tidak konsen lagi terhadap tulisan elu,who know? trims

    RF

    BalasHapus
  2. Terimakasih Roy atas komentarnya. Gua tanggapi balik, okeh...

    Gua memang belum tentu memahami cara berpikir orang lain, tetapi yang pasti gua selalu berusaha memahami pikiran orang lain, salah satunya, dengan senantiasa berpikir kritis. Dan salah satu ciri berpikir kritis adalah melontarkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas. Seperti dalam tulisan-tulisan lainnya gua pikir gua sudah melakukan hal itu dalam tulisan ini.

    Tulisan gua itu bukan cerita dari orang lain, tetapi gua sendiri yang mengalaminya waktu nemenin anak2 tanding catur tingkat pelajar di gedung KONI Tanah Abang.

    Roy, apa yang lu maksud dengan membahas dari "dua sisi"? Bisa lu kasih contoh? Gua pikir tulisan gua itu udah dibahas dari dua sisi. Sisi yang menang dan sisi yang kalah, bahkan tiga sisi, sisi yang seri. Sisi mana lagi yang lu maksud?

    Gua sibuk? Ah, ga juga. Namun, kalaupun ya, seperti kata seorang Kristen "semakin sibuk berarti harus semakin sering berdoa", maka gua akan mengatakan "biarpun sibuk gua akan tetap fokus menulis".

    BalasHapus
  3. Trims ndi, sepertinya memang apa yg elu tulis lebih banyak menceritakan tentang kejadian yang elu alami saat itu, dan apa yang elu pikirkan kayanya sama saja dengan apa yang kebanyakan orang pikirkan (bedanya kalau elu langsung jadi bahan tulisan) mungkin ada juga beberapa yang berfikir sama dengan elu seperti.."apa yg mereka doakan, atau minta apa kira2 mereka saat berdoa...pasti ada aja kan? nah yg gw maksud adalah sepertinya gw engga melihat pembahasan tentang situasi yg elu lihat ini seperti tulisan2 elu yang lainnya, tulisan ini lebih mirip dengan laporan sekilas pandang...tapi yah sorry deh kalau menurut elu udah dibahas, brarti gw salah ya, maklum deh he he he he...ok deh thanks untuk tulisan2nya...

    Kalau soal sibuk sepertinya iya ndi, elu emang bilang engga, tapi gw perhatikan beberapa kali posting hanya elu tulis pada hari2 tertentu, tidak seperti awal2 saat elu menulis,tapi gw senang karena elu udah bilang walau sibuk gw akan tetap menulis, salut bro...terus berkarya deh..Gbu

    BalasHapus
  4. Thanks Roy atas tanggapan dan dukungan lu selama ini. Gua tanggapi balik yah...

    Tujuan gua buat blog dan menulis di blog adalah untuk melatih teknik analisis, berpikir kritis dan bersikap skeptis, melatih menulis secara cermat, mengemukakan argumen secara cermat dan tepat, serta berdiskusi secara bijak.

    Semua yang gua tulis di blog tentu semua hal yang gua alami, dengar, baca, dan lihat. Gua berusaha setiap hari menulis minimal satu tulisan. Namun kalaupun gua sama sekali ga sempat/bisa menulis setiap hari (seperti beberapa hari lalu) gua akan "tebus" dengan menulis lebih banyak sehingga setiap bulan ada minimal 30 tulisan. Dan sampai saat ini gua cukup bisa melakukannya.

    Sekali lagi Roy, terimakasih karena sudah dan masih mendukung gua. Gua harap lu terus mendukung gua sih hihihihi... Gua tunggu terus tanggapan2 dan kritikan lu loh... Gua harap juga anak2 Efraim lainnya kalo ga terlalu sibuk bisa sesekali kunjungi dan tanggapi tulisan2 di blog gua (seperti lu), khususnya Adrian dan Handra karena sejauh yang gua tahu di rumah mereka ada jaringan internetnya. Oya Roy, kalo bisa tolong kasih tahu Jimmy juga yah...

    BalasHapus

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.