Sabtu, 20 Februari 2010

Carpe Diem!

Ada frasa dalam bahasa Latin yang cukup sering saya dengar dan bagi saya memiliki makna yang cukup mendalam. Dua kata itu adalah Carpe Diem yang harfiahnya berarti "rebutlah hari", "raihlah hari", "rengkuhlah hari". Ternyata frasa bahasa Latin itu menjadi salah satu kata-kata favorit yang sering dijadikan tato di tubuh, salah satunya, di tubuh Colin Farel (aktor asal Irlandia yang memerankan Aleksander Agung dalam film Alexander).

Carpe Diem berasal dari seorang pujangga Romawi bernama Horace yang hidup di zaman Kaisar Augustus (sekitar abad 7 SZB). Lengkapnya frasa yang berasal dari Horace itu adalah carpe diem quam minimum credula postero. Segera setelah mengetahui konteks carpe diem saya semakin menemukan makna yang mendalam dalam dua kata Latin tersebut. Sebelum saya memberikan makna terhadap carpe diem melalui penafsiran terhadap dua kata tersebut dalam konteks saya masa kini, mari kita perhatikan konteks awal (masa lalu) dua kata tersebut:


"Jangan tanyakan pada para dewa mengenai apa yang akan dilakukan para dewa di akhir nanti, Leuconoe. Jangan juga bermain dengan ramalan Babilonia. Lebih baik menjalani dan bertahan pada apa yang sedang terjadi. Apakah [dewa] Jupiter telah memberikan kepadamu musim dingin ataupun musim yang sedang kau alami sekarang . . . bijaksanalah, tetaplah bekerja, dan bentangkanlah harapanmu pada masa sekarang. Sementara kita berbicara, cemburulah pada waktu yang baru saja berlalu. Rebutlah hari [ini], sedikitlah percaya pada kemungkinan yang akan terjadi [di hari esok]" -- carpe diem quam minimum credula postero.

Berikut adalah pemaknaan saya terhadap carpe diem:

Tidak ada seorang pun yang yang dapat mengetahui secara tepat apa yang akan terjadi pada hari esok, termasuk orang yang beragama atau bertuhan atau berdewa. (Sejauh yang bisa dikatakan oleh mereka yang beragama atau bertuhan atau berdewa hanyalah "tuhan/allah/dewa akan menyertai mereka esok" atau "biarlah tuhan/allah/dewa yang menentukan".) Namun hal tersebut tidak berarti bahwa seseorang yang beragama atau bertuhan atau berdewa itu mengetahui apa yang akan terjadi esok. Dengan demikian, tidak ada satu makhluk hidup pun yang mampu mengetahui apa yang akan terjadi esok hari. Tidak seorang manusia pun!

Carpe diem
. Hari ini. Saat ini. Bukan esok. Bukan hari setelah esok. Hari inilah orang harus membuat sesuatu yang konkret dalam hidupnya. Saat inilah orang harus bertindak nyata dalam hidupnya. Hari inilah orang sepatutnya berpikir cermat. Saat inilah orang seyogyianya berpikir kritis. Sekarang jugalah orang seharusnya banyak bertanya mengenai segala hal yang ada di sekitar dan dalam hidupnya. Hari inilah. Saat ini. Sekaranglah waktunya. Tidak ada waktu yang lebih tepat dibandingkan waktu sekarang. Bukan hari esok. Bukan juga hari setelah esok.

Jalanilah setiap hari seperti hari itu merupakan hari terakhir dalam kehidupan kita. Bekerja keraslah setiap hari seperti kita hendak menghembuskan nafas terakhir. Maknailah setiap hari seperti kita mengetahui jika hari itu merupakan hari terakhir kita hidup. Tidak perlu berpikir tentang kehidupan setelah kematian kita. Tidaklah perlu memikirkan kehidupan setelah kehidupan di bumi ini.

Berpikirlah realistis. Hidup sesungguhnya adalah hidup yang dijalani setiap hari dengan penuh makna. Oleh karena itu, maknailah hidup yang sekarang. Hidup di masa kini. Kehidupan hari ini. Makna hidup saat ini tidak dapat dibawa ke dalam alam maut. Makna hidup masa kini tidak relevan dengan "kehidupan" setelah kematian. Memikirkan, mempertimbangkan, dan menilai "kehidupan" setelah kematian atau alam maut adalah sesuatu yang tiada guna. "Kehidupan" dan "kematian" setelah kehidupan di bumi adalah hal-hal yang tidak bermakna. Surga dan neraka hanyalah pikiran yang mengawang-awang, tidak berdasar, dan kekanak-kanakan.

Rebutlah hari ini! Raihlah saat ini! Carpe diem!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.