Minggu, 14 Februari 2010

Changing Perspective

Sebuah pesan pendek masuk HP saya dan tulisannya seperti ini:

"Q: When is the bird bigger than a mountain? A: When it is closer than the mountain. Just as a bird is never bigger than a mountain, no problem is ever bigger than God. It's a matter of changing our perspective. The problem that we face each day can seem to much to bear until we turn our eyes to Christ and trust His tender care. Good morning!" (Penekanan saya).

Setiap kali manusia mengalami kesulitan dalam hidup dan melihat ke arah seseorang/zat/makhluk yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, bagaikan seorang anak yang ketika terjatuh langsung melihat ke arah orangtuanya untuk segera memberinya pertolongan dan kasih sayang. Namun perbedaan yang sangat kentaranya adalah bahwa orangtua tersebut dapat dilihat secara kasat mata, sedangkan seseorang/zat/makhluk yang disebut allah atau tuhan itu tidak.

Apakah ketika seorang anak jatuh atau mengalami kesulitan hidup ia melihat ke arah tuhan atau allah? Tentu ia melihat ke arah orangtuanya agar orangtuanya segera menolongnya. Ketika anak itu beranjak dewasa, apakah ketika ia mengalami kesulitan dalam hidup melihat ke arah orangtuanya? Sepertinya tidak. Jika ia seorang yang beragama dan memiliki tuhan, tentu tidak diragukan lagi ia akan melihat ke arah tuhannya. Namun perbedaannya sekarang, tuhan itu tidak dapat dilihatnya secara kasat mata seperti orangtuanya ketika ia masih kecil dulu, melainkan tuhan dilihatnya dengan menggunakan "mata iman". "Mata iman" hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Artinya, ia hanya dimiliki oleh orang-orang yang beragama atau bertuhan.

Mengapa ketika seseorang yang beragama atau bertuhan mengalami kesulitan dalam hidup dan ketika kesulitan itu sepertinya tidak mampu lagi dihadapinya, ia mengarahkan pandangannya kepada tuhannya? Orang itu bagaikan seorang anak kecil yang melihat ke arah orangtuanya ketika jatuh. Tuhan seperti orangtua yang akan segera menolong anaknya ketika mengalami kesulitan atau kesakitan. Apakah tuhan bekerja seperti orangtua yang akan segera menolong anaknya ketika mengalami kesulitan atau kesakitan? Jika ya, apakah cara kerja tuhan itu selalu sama terhadap setiap orang yang mempercayainya? Artinya, tuhan akan segera memberikan pertolongan kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongannya?

Orang seringkali mengatakan, "Jika menghadapi masalah ubahlah cara pandang anda terhadap masalah itu". Cara pandang apa yang harus diubah? Masalah adalah masalah. Tidak perlu mengubah cara pandang atau definisi atau pengertian mengenai masalah melainkan hadapilah masalah itu dengan akal sehat dan kritis. Artinya, hadapilah masalah dengan realistis. Hadapilah masalah sebagai sesuatu yang nyata. Selalu mencoba mencari penyelesaiannya secara nyata dengan berdasarkan pada akal sehat dan pikiran yang kritis. Dengan demikian, mengubah atau mengalihkan cara pandang seseorang dari masalah merupakan hal yang tidak perlu dan tidak relevan karena sesungguhnya masalah itu tetaplah ada, hanya baju atau bentuknya saja yang berbeda. Mengubah atau mengalihkan cara pandang seseorang dari masalah merupakan hal yang sesat.

Banyak orang mengatakan, "Masalah berasal dari diri orang itu sendiri". Jika demikian, buat apa mengikutsertakan seseorang/zat/makhluk yang tidak dapat dilihat itu? Jika cara pandang seseorang terhadap masalah haruslah diubah demi penyelesaian masalah itu, lalu mengapa membawa-bawa tuhan? Toh, orang itu yang harus mengubah cara pandangnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Jika demikian, apa guna/fungsi/manfaat tuhan jika sebenarnya yang dibutuhkan orang yang sedang mengalami masalah hanyalah mengubah cara pandangnya terhadap masalah itu? Dengan demikian, tuhan tidak diperlukan lagi ketika orang mampu mengubah cara pandangnya terhadap masalah yang dihadapi.

Banyak orang juga mengatakan, "Selesaikanlah masalah dengan orang itu" (mengandaikan adanya masalah dengan orang lain, dan dalam istilah agama seseorang dituntut untuk, "mengampuni orang lain"). Ketika pernyataan seperti itu dianalisis menggunakan pisau Occam, maka upaya meminta pertolongan tuhan dan/atau upaya mengubah cara pandang seseorang terhadap masalah dengan orang lain menjadi sesuatu yang sangat tidak relevan. Mengapa demikian? Orang itu memiliki masalah dengan pihak/orang lain (satu atau beberapa orang), mengapa meminta pertolongan dari pihak lainnya (tuhan sebagai pihak ketiga atau kesekian). Mengapa tidak menyelesaikan masalah itu dengan orang lain, di mana ia mengalami masalah? Mengapa memunculkan atau menyertakan pihak lain (dhi. tuhan) untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan pihak/orang lain. Jika orang itu diharuskan mengubah cara pandangnya mengenai masalah yang dihadapinya dengan orang lain, berarti hal yang sama juga berlaku, yakni tidak perlu membawa-bawa tuhan untuk membantunya menyelesaikan masalahnya karena yang dibutuhkannya hanyalah mengubah cara pandangnya terhadap masalah itu.

Jadi sebenarnya, apakah yang seharusnya dilakukan seseorang ketika ia menghadapi masalah, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain? Apakah ia harus mengubah cara pandangnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya? Atau, ia harus mengalihkan pandangan kepada tuhannya? Ataukah ia harus melakukan keduanya, yakni mengalihkan pandangan kepada tuhannya untuk mengubah cara pandangnya terhadap masalah yang dihadapinya? Jika demikian adanya, manusia adalah sosok makhluk hidup yang tidak realistis, cengeng, dan kekanak-kanakan. Manusia adalah makhluk yang tidak realistis karena berupaya mengubah cara pandangnya terhadap masalah, padahal masalah adalah masalah. Masalah tetaplah merupakan masalah, tidak ada yang berubah sekalipun definisi atau cara pandang seseorang diubah. Manusia adalah makhluk hidup yang cengeng dan kekanak-kanakan karena mengalihkan pandangannya kepada tuhan ketika menghadapi masalah, seperti anak kecil yang melihat ke arah orangtuanya ketika jatuh.

Masalah hendaknya dihadapi dengan akal sehat dan ketenangan, bukannya dengan kepanikan. Ketika manusia menggunakan akal sehatnya, maka upaya atau anjuran untuk mengubah cara pandang terhadap masalah ketika masalah datang menjadi sesuatu yang tidak relevan karena masalah tetap merupakan masalah. Ketika manusia tenang dan tidak panik ketika menghadapi masalah, maka "melihat ke arah tuhan" merupakan yang tidak perlu karena hanya orang yang belum dewasa-lah yang mencari pertolongan kepada seseorang figur yang tidak dapat dilihat. Seorang anak kecil pun tidak "melihat ke arah tuhan" ketika ia jatuh melainkan ke orangtuanya, figur yang dapat dilihatnya secara kasat mata. Jadi, changing our perspective ketika menghadapi masalah membuat orang tidak realistis dan turn our eyes kepada tuhan ketika menghadapi masalah membuat orang menjadi cengeng dan kekanak-kanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.