Baru-baru ini pemimpin tertinggi Iran, Ahmadinejad, ketika berpidato di sidang tahunan Majelis Umum PBB membawa Al-Quran dan Alkitab. Hal ini dilakukannya untuk mengatakan bahwa seharusnya manusia menaruh hormat kepada semua "kitab suci" dan para pengikutnya. Dalam pidatonya tersebut Ahmadinejad juga menandaskan "bahwa para nabi ilahi memiliki misi bagi umat manusia untuk percaya pada satu Tuhan (monoteisme), cinta dan keadilan sekaligus menunjukkan belas kasih bagi kemakmuran serta menjauhi ateisme dan egoisme."
Di satu sisi tindakan Ahmadinejad membawa dua "kitab suci" milik umat Muslim dan Kristen ketika berpidato di sidang tahunan Majelis Umum PBB di New York - meski seperti pedagang yang membawa dan menjajakan barang dagangannya - bisa dianggap positif karena ia berusaha menunjukkan pada banyak orang bahwa dirinya menghormati, bukan saja Al-Quran tetapi juga Alkitab. Pernyataannya mengenai cinta, keadilan, dan belas kasih juga bernuansa positif karena sepertinya ia berusaha menekankan dan mengajak orang untuk mengutamakan ketiga hal tersebut. Namun kenyataannya - sepertinya Ahmadinejad tidak menyadari hal ini - kenyataan di dunia berbeda 180 derajat dari pernyataannya. Yang terjadi bukanlah cinta, keadilan, dan belas kasih seperti yang didengungkan Ahmadinejad melainkan kekerasan, peperangan, dan pembunuhan. Terlebih, berbagai tindakan yang sama sekali tidak manusiawi dan tidak terpuji itu malah dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama, bertuhan, dan memiliki moral yang berdasar pada kitab sucinya.
Ternyata pernyataan Ahmadinejad tersebut juga hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak jargon yang biasa dikumandangkan kaum beragama dan bertuhan, di mana kekerasan seharusnya tidak perlu terjadi jika umat beragama dan bertuhan sungguh-sungguh menaati dan mengimani "kitab suci"-nya. Ini dilakukan karena menurut umat beragama dan bertuhan kitab suci yang dimilikinya sesungguhnya mengajarkan moral yang baik, seperti: cinta, keadilan, dan belas kasih. Namun kenyataan yang terjadi hingga saat ini tidak demikian karena berbagai tindak kekerasan malah dilakukan orang-orang yang mengaku bermoral itu, bahkan tindakan yang mengatasnamakan "perintah Allah" semakin gencar dilakukan dilakukan kaum yang beragama dan bertuhan. Jika demikian, apakah masih tepat mengatakan jika "kitab suci" memang mengajarkan cinta, keadilan, dan belas kasih?
Ahmadinejad juga mengatakan agar manusia menjauhi ateisme dan egoisme. Egoisme memang harus dijauhi, namun ateisme? Menengok pada kenyataan yang terjadi di bumi dan membandingkannya dengan berbagai slogan yang selalu diumbar oleh kaum beragama dan bertuhan serta berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh kaum yang mengaku bermoral karena memiliki "kitab suci," apakah ada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum ateis? Atau, apakah seorang/kelompok ateis yang ketika melakukan tindakan yang keras (mengancam keberadaan orang banyak) berkata: "Saya/kami melakukan hal tersebut karena kami ateis!" atau "Saya/kami membunuh karena itu adalah perintah "kitab suci"!" atau saya/kami membakar bangunan itu karena tindakan itu merupakan ibadah dan perintah dari Tuhan kami!" Sama sekali tidak, bukan?
Dengan demikian, jelas, pernyataan Ahmadinejad yang menyinggung agar orang menjauhi ateisme sama sekali tidak relevan karena kaum ateis tidak melakukan tindak kekerasan yang mengancam makhluk hidup lainnya, setidaknya, tidak mengaku bahwa tindakannya tersebut dilandaskan pada "kitab suci" dan/atau perintah yang diperoleh dari sesembahan kaum ateis. Mengapa? karena kaum ateis tidak punya "kitab suci" seperti kaum beragama dan bertuhan percaya pada buku yang dipercaya mengajarkan moral tertentu. Kaum ateis juga tidak percaya dan menyembah pada sesembahan yang dianggap mengatur hidupnya seperti kaum beragama dan bertuhan yang percaya dan sembah sujud pada figur tertentu yang berada di luar dirinya, bahkan di luar dunia di mana mereka berada yang mengatur seluruh alam semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.