Minggu, 31 Oktober 2010

Memprediksi Kematian Sendiri?

Seorang mahasiswa Amerika mati setelah memprediksi kematiannya sendiri. Setidaknya itulah judul yang diberikan mengenai kabar "keberhasilan" prediksi mahasiswa tersebut terhadap kelangsungan hidupnya, atau itulah yang dipercaya beberapa orang bahwa mahasiswa itu mampu dengan tepat memprediksi kematiannya hanya beberapa saat sebelum ajal menjemputnya. Apakah mahasiswa itu memang "sukses" memprediksi kematiannya sendiri?

Beberapa saat sebelum kematiannya, mahasiswa tersebut memposting dalam twitternya: "Hembusan angin hingga 60mph hari ini akan menyenangkan . . .  saya kira saya sudah hidup cukup lama." Tulisan inilah yang dijadikan orang sebagai patokan jika mahasiswa itu telah memperkirakan kematiannya sendiri, khususnya kalimat yang terakhir. Namun jika dibaca secara cermat kalimat terakhir itu sama sekali tidak menunjukkan jika mahasiswa itu telah memperkirakan hidupnya akan berakhir tidak lama setelah ia mempostingkan tulisan tersebut.

Kalimat, "saya kira saya sudah hidup cukup lama" malah bisa diartikan jika pada saat itu mahasiswa tersebut sedang menikmati hidupnya, khususnya jika kalimat tersebut dihubungkan dengan kalimat sebelumnya. Dengan demikian, kalimat kedua tersebut sama sekali, baik implisit terlebih eksplisit, tidak menunjukkan jika mahasiswa itu tengah memprediksi kematiannya. Orang saja yang gemar menghubung-hubungkan berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya ataupun yang dialaminya dirinya walaupun hal-hal tersebut sama sekali tidak berhubungan. Inilah yang juga terjadi ketika orang menghubungkan kalimat di twitter mahasiswa tersebut dengan akhir hidupnya sehingga orang pun mengatakan bahwa mahasiswa tersebut telah "berhasil" memprediksi kematiannya sendiri. 

Sabtu, 30 Oktober 2010

Tuyul Masuk Botol Aqua

Seorang warga Jalan Pulo Mawar, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengaku telah menangkap empat tuyul yang selama ini dianggap menjadi penyebab warga kehilangan uangnya. Warga yang mengklaim telah menangkap tuyul-tuyul itu pun mengaku keluarganya sering kehilangan uang. Sekitar seminggu lalu ia tidak sengaja melihat tuyul-tuyul itu lewat di depan rumahnya, dan ia pun langsung menangkap keempat tuyul tersebut yang kemudian dimasukkan ke dalam botol aqua ukuran tanggung. 

Berikut adalah beberapa kejanggalan yang bisa ditemukan dengan cukup mudah di dalam berita mengenai hal tersebut:

Pertama: di alinea pertama ditulis bahwa empat makhluk aneh (tuyul) ditangkap dalam waktu hampir bersamaan, namun di alinea ketiga dikatakan bahwa seorang warga menangkap keempat tuyul itu ketika keempatnya sedang lewat di depan rumahnya. "Kemudian tanpa pikir panjang dirinya langsung menangkap keempatnya" [tuyul-tuyul]. Berita di alinea ketiga tersebut bisa diartikan bahwa keempat tuyul itu ditangkap pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian, dari berita tersebut tidak terlihat adanya kesamaan waktu, di mana alinea pertama  mengatakan hampir bersamaan sedangkan alinea kedua bersamaan. Ini artinya, ada perbedaan waktu mengenai penangkapan tuyul-tuyul tersebut.

Kedua: di alinea kedua tertulis: "Warga curiga dengan keberadaan tuyul yang dipelihara oleh seseorang." Jika warga bisa mengatakan hal tersebut, ini artinya warga sudah menyimpulkan bahwa ada tuyul dipelihara manusia. Atau, ada orang yang memelihara tuyul. Pertanyaannya adalah: bagaimana warga bisa mengetahui bahwa ada orang memelihara tuyul sedangkan belum melihat keberadaan tuyul itu sendiri? Ini artinya warga sudah memiliki asumsi mengenai keberadaan tuyul dari cerita-cerita yang diperolehnya, baik melalui orang lain maupun bacaan-bacaan populer.

Ketiga: di aline ketiga dikatakan bahwa, Toto, seorang warga yang menangkap keempat tuyul itu "tidak sengaja melihat tuyul-tuyul itu lewat di depan rumahnya" (penekanan ditambahkan), sementara di alinea berikutnya dikatakan: "keempat tuyul yang tidak dapat dilihat secara jelas itu . . . ." Jika tuyul adalah makhluk yang tidak dapat dilihat secara jelas, maka bagaimana bisa seseorang melihatnya hanya dengan cara tidak sengaja? Bagaimana orang yang sama bisa mengatakan bahwa yang dilihatnya secara tidak sengaja itu adalah makhluk yang disebut, dikenal, atau dinamakan tuyul? Dengan demikian, ini pun bisa dikatakan bahwa orang yang bersangkutan sebelumnya telah memiliki "gambaran" tertentu mengenai tuyul yang diperolehnya, baik melalui cerita-cerita orang maupun berita-berita di media populer mengenai keberadaan tuyul tersebut.

Keempat: berdasarkan berita dikatakan bahwa peristiwa penangkapan tuyul itu terjadi seminggu lalu, dan sejak itu banyak warga berdatangan ke kediaman Toto karena hendak menyaksikan atau membuktikan adanya tuyul dalam botol aqua tersebut. Jika benar demikian, mengapa sampai saat ini belum ada satu pun foto yang mengabadikan keberadaan tuyul-tuyul dalam botol aqua itu? Setidaknya, ada bukti fisik yang menyatakan bahwa benar ada tuyul yang ditangkap manusia kemudian dimasukkan ke dalam botol aqua. Jika ada bukti fisik yang menyatakan hal tersebut barulah penyelidikan lanjutan bisa dilakukan. Jika tidak, berarti penyelidikan terhadap keberadaan tuyul dalam berita tersebut pun berhenti sampai di sini. 

Jadi, apakah memang ada yang namanya tuyul itu, bahkan orang bisa menangkap dan memasukkannya ke dalam botol aqua? Berdasarkan keempat poin di atas, maka bisa disimpulkan bahwa keberadaan tuyul-tuyul tersebut hanyalah milik orang-orang yang memang sebelumnya sudah memiliki asumsi mengenai adanya tuyul. Bahkan mungkin lebih dari itu, orang-orang sudah percaya terlebih dulu bahwa makhluk yang dinamakan tuyul itu memang ada, nyata, riil. "Kepercayaan" yang sudah dimiliki itulah yang mengendalikan kesimpulan banyak orang mengenai suatu hal karena mereka percaya dulu baru membuktikan. Atau lebih tepatnya, banyak orang langsung percaya tanpa mau membuktikannya. Inilah yang dinamakan dengan self-confirmation bias, di mana orang mempercayai sesuatu yang sudah diyakininya lebih dulu sehingga apa yang dilihatnya menegaskan "kepercayaan"-nya tersebut.

Jumat, 29 Oktober 2010

Kesurupan & "Kitab Suci"

Apakah seorang yang mengalami fenomena kesurupan bisa disembuhkan atau ditanggulangi dengan meningkatkan tradisi membaca "kitab suci?" Atau, apakah peristiwa kesurupan bisa ditekan atau diminimalisasi dengan cara mengadakan pembacaan "kitab suci?" Jawaban yang diberikan adalah positif, setidaknya inilah yang dipercaya Kepala Sekolah Menengah Kejuruan I Kota Bengkulu setelah beberapa siswanya kesurupan. Apakah dengan membaca "kitab suci" mampu menghindarkan seseorang dari kesurupan atau apakah kebiasaan membaca "kitab suci" bisa mempengaruhi emosi seseorang sehingga orang tersebut bisa terhindar dari kesurupan?

Pandangan yang mengatakan bahwa kegiatan beragama, seperti salah satunya, mengadakan pembacaan "kitab suci" dapat mempengaruhi emosi seseorang masih sangat kuat mempengaruhi pikiran masyarakat luas, khususnya di Indonesia. Dalam tingkatan tertentu, kegiatan beragama bisa saja membuat seseorang - tentunya yang beragama - merasa lebih tenang, terkendali, dan adem. Mereka yang percaya jika kegiatan beragama bisa mengendalikan emosinya mengatakan bahwa agama membawa dan melahirkan kebahagiaan  dan ketenangan batin. Bahkan tidak jarang juga jika hal tersebut "tertular" atau setidaknya, sampai dilihat oleh orang lain sehingga orang lain pun turut merasa tenang. Namun demikian, pandangan yang mengatakan bahwa kegiatan beragama bisa membuat orang beragama tenang amatlah lemah karena sekian kasus kesurupan yang terjadi di Indonesia malah dialami oleh orang-orang yang, setidaknya mengklaim diri sebagai orang beragama. Jika demikian adanya, maka klaim yang mengatakan bahwa kegiatan beragama bisa menenangkan bahkan mengendalikan emosi seseorang bersifat subjektif karena tidak terbukti pada orang lain.

Emosi yang dialami setiap orang tidak turun dari langit melainkan dibentuk, baik oleh bawaan gen yang dimiliki orang yang bersangkutan maupun lingkungan di mana orang itu hidup. Jika kegiatan beragama dianggap sebagai salah satu hal yang termasuk ke dalam unsur lingkungan/sosial, maka mungkin saja emosi seseorang bisa dipengaruhi oleh kegiatan beragama yang dilakukannya. Bagaimana dengan pembacaan "kitab suci?" Bukankah itu juga termasuk dengan kegiatan? Ya, dalam pengertian yang sangat sempit, namun tidak dalam pengertian yang lebih luas. Jika membaca "kitab suci" dilakukan secara pribadi aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang lebih mengarah pada diri sendiri. Jika aktivitas membaca "kitab suci" dilakukan secara berkelompok, maka sesungguhnya yang terjadi adalah sugesti yang diperoleh seseorang atau beberapa orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Jadi, bukan "kitab suci" yang mampu membuat seseorang merasa tenang atau mengendalikan emosinya melainkan "perasaan" subjektif yang dimiliki orang yang bersangkutan karena sejak awal sudah datang dengan membawa keyakinan bahwa dirinya akan merasa tenang karena membaca "kitab suci."

Apakah dengan demikian kegiatan membaca "kitab suci" bisa diperhitungkan sebagai aktivitas yang mampu menenangkan atau mengendalikan emosi seseorang? Jawabannya adalah: ya dan tidak. Ya, jika seseorang memiliki keyakinan yang begitu kuat bahwa hal yang dilakukannya bisa menenangkan dirinya. Ini artinya, bukan "kitab suci" yang mampu membuat "perasaan" orang tersebut tenang melainkan pikirannya sendiri. Tidak, jika orang menempatkan aktivitas membaca "kitab suci" dalam konteks lebih luas, di mana kegiatan tersebut melibatkan orang lain. Jadi, bukan kegiatan membaca "kitab suci" yang membuat seseorang menjadi tenang atau adem melainkan suasana tertentu yang dialami orang tersebut ketika ia berada dalam kegiatan membaca "kitab suci" secara berkelompok.

Dengan demikian, kegiatan membaca "kitab suci" tidak bisa mempengaruhi emosi seseorang atau tidak bisa membuat "perasaan" seseorang menjadi lebih tenang. Ini berarti bahwa tidak ditemukan hubungan antara "kitab suci" dan kesurupan yang bisa membuat orang berkesimpulan bahwa tindakan/aktivitas membaca "kitab suci" mampu menekan atau menghindari orang dari kesurupan karena kesurupan terjadi akibat lemahnya pengendalian emosi yang dilakukan seseorang yang berbenturan dengan fenomena sosial yang dihadapinya. Jika ini yang terjadi, maka rencana mengadakan kegiatan membaca "kitab suci" dalam upaya menanggulangi kesurupan merupakan tindakan yang menyederhanakan masalah karena kesurupan merupakan masalah psikologi sekaligus sosiologis, oleh karenanya tidak bisa ditanggulangi oleh kegiatan membaca "kitab suci."

Jumat, 15 Oktober 2010

Akibat Emosi

Inilah akibatnya ketika manusia tidak mampu berpikir jernih karena, entah sengaja ataupun tidak sengaja membiarkan dirinya dipengaruhi bahkan dikuasai sesuatu yang tidak "sehat" (dhi. emosi). Ketika manusia tidak mampu "mengambil jarak" dari sesuatu yang berada, baik di dalam maupun di luar dirinya, maka akibatnya manusia dikendalikan oleh hal tersebut. Emosi inilah yang menguasai dan mempengaruhi seorang pelatih sepakbola sehingga ia memaki pihak lain dengan sebutan yang sangat tajam. Jika manusia memang sepakat bahwa dirinya adalah makhluk yang memiliki rasio maka sudah sepatutnyalah setiap perkataan dan tingkah lakukan didasarkan pada rasio tersebut. 

Mengapa rasio? Jika rasio yang selalu digunakan sebagai dasar setiap perkataan dan tindakan manusia, maka nyaris bisa dipastikan manusia tidak mudah dan cepat marah yang diakibatkan oleh emosi yang menguasai dirinya. Apakah ini artinya emosi yang mengakibatkan kemarahan harus disingkirkan sama sekali dari hidup manusia? Mungkin tidak. Maksudnya adalah bahwa emosi yang mengakibatkan kemarahan harus dikendalikan/dikuasai sehingga tidak membuat manusia melakukan hal-hal konyol yang tidak mencerminkan manusia sebagai makhluk rasional.

Bagaimana "melatih" rasio tersebut? Melakukan meditasi-kah? Bisa ya, bagi banyak orang. Bisa juga dengan memikirkan dampak tertentu yang bisa terjadi terhadap orang lain jika emosi yang mengakibatkan kemarahan tersebut dibiarkan. Artinya, manusia harus mampu memikirkan secara jernih akibat yang akan terjadi jika perkataan dan/atau tindakan tertentu dialamatkan pada, baik dirinya maupun orang lain. Jika dampak yang dihasilkan negatif (membuat orang lain marah/kecewa), ini artinya orang yang mengakibatkan hal tersebut tidak menggunakan rasio yang dimilikinya karena telah membiarkan dirinya dikuasai dan dikendalikan oleh emosi. Pada saat itulah orang tersebut tidak layak disebut sebagai makhluk yang memiliki rasio.

Senin, 11 Oktober 2010

Sangat Mengerikan

Tidak berlebihan ketika para orangtua sangat melindungi anak-anaknya, khususnya ketika mereka mempercayakan anak-anaknya mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah tertentu. Bahkan tidak jarang orangtua yang bawel dengan mempertanyakan setiap fasilitas yang dimiliki di sekolah demi "kenyamanan" anak-anaknya. Namun demikian, ketika "kenyamanan" fisik bisa terjamin karena terlihat kasat mata, kualitas para guru tidak bisa dilihat sejak awal ketika orangtua hendak memasukkan anak-anaknya ke sekolah.

Institusi sekolah dan pendidikan (termasuk sarana fisik dan non-fisik) yang seharusnya sebagai sarana pencerdasan generasi yang lebih muda, ternyata tidak selamanya menjanjikan hal yang semestinya, baik bagi orangtua maupun mereka yang berhak mengenyam pendidikan tersebut. Apa yang terjadi di Kenya sungguh-sungguh menjadi salah satu contoh yang sangat mengerikan bagi setiap orang. Institusi sekolah, khususnya para guru, yang seharusnya menjadi salah satu kekuatan pencerdas (baca: mendorong murid-muridnya menjadi berwawasan) sekaligus pelindung dan teladan bagi para muridnya malah menjadi figur yang sangat mengerikan dan sama sekali tidak bisa dijadikan teladan. Tindakan para guru tersebut betul-betul tidak terpuji dan mengerikan, bukan saja bagi orangtua dan anak-anak, namun juga bagi setiap orang yang peduli terhadap pendidikan.

Di sisi lain, tindakan pemerintah Kenya terhadap guru-guru kejam itu perlu dipuji dan didukung karena dengan tegas telah mengambil sikap terhadap tragedi yang sangat tidak manusiawi itu. Lebih dari itu, sudah seharusnya komunikasi dan kerjasama antara institusi pendidikan, pemerintah, dan orangtua terjalin dengan sehat sehingga peristiwa yang serupa tidak terjadi lagi, bukan hanya di Kenya melainkan di seluruh dunia sehingga generasi yang lebih muda bisa mengenyam pendidikan yang selayaknya. Jika slogan "pendidikan adalah hak semua orang" memang benar, maka sudah seharusnya hal tersebut mewujud nyata dalam kehidupan setiap bangsa.

Minggu, 10 Oktober 2010

Apa Salah Mereka?!

Masyarakat yang simpatik dan mendukung kesetaraan hak yang patut diterima kaum minoritas (gay) memperoleh perlakuan yang sangat tidak terpuji dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa tidak manusiawi tersebut terjadi di ibukota Serbia, Belgrade, ketika kelompok Hak Gay mengadakan parade. Sekalipun acara tersebut berada di bawah pengawasan kepolisian, namun hal tersebut tidak menghambat para pemrotes menyerang kaum minoritas tersebut dengan bom minyak tanah dan batu. 

Peristiwa serupa di lokasi yang sama ternyata pernah terjadi beberapa tahun silam (2001) dan ketika itu kejadian yang mencoreng nilai-nilai kemanusiaan itu dipicu oleh kelompok "sayap kanan" (orang-orang beragama) di negeri itu.

Mengapa orang-orang yang tidak setuju terhadap gerakan penyetaraan hak gay menyerang kaum minoritas? Apakah yang telah dilakukan kaum gay Serbia sehingga orang-orang tidak menusiawi itu melakukan tindakan yang sama sekali tercela dan tidak terpuji? Apakah salah mereka sehingga para pemrotes dengan tega menyerang mereka dengan bom minyak tanah dan batu? Apalagi jika peristiwa yang merusak nilai-nilai kemanusiaan itu dilakukan oleh orang-orang yang mengaku bermoral karena beragama. Bukankah ironis ketika kaum yang selama ini mengagung-agungkan perbuatan baik dan cinta kasih malah menyerang dan menyakiti sesamanya?

10-10-10

Tidak sedikit orang menganggap bahwa tanda-tanda tertentu - seperti angka-angka - yang terdapat di sekitarnya memiliki sebuah makna. Orang-orang yang mempercayai hal tersebut juga yakin bahwa angka dapat menyingkapkan sesuatu yang dalam dan hal itu mempengaruhi hidup dan kehidupan di sekitarnya. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa angka pada dirinya sendiri sesungguhnya memiliki makna terselubung yang jika orang mampu memahaminya hal tersebut bisa bermanfaat baginya, seperti: menghindar dari kemalangan dan mencapai kesuksesan. Inilah sepertinya yang diyakini banyak warga Cina di seantero negeri itu ketika mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri dan pasangannya untuk menikah pada tanggal 10 bulan 10 (Oktober) tahun 2010

Kepercayaan 10-10-10 akan membawa berkah bagi warga Cina di negerinya berasal dari bahasa Mandarin angka 10-10-10 itu yang artinya "sempurna dalam semua sisi." Dengan berdasar pada permainan angka dan kata-kata itulah warga Cina percaya bahwa jika mereka mengadakan acara pada 10-10-10 maka hidup mereka selanjutnya akan mengalami keuntungan. Namun demikian, permainan angka yang dipadukan dengan kata-kata tersebut tidak menjelaskan apa dan bagaimana hubungan 10-10-10 dengan "keuntungan" dan "kesempurnaan" yang dimaksud. Jika 10-10-10 akan membawa keuntungan dan kesempurnaan, bagaimana orang menjelaskan hubungan semua kedua hal itu (angka dan keuntungan). Apakah hanya berdasar pada arti 10-10-10 dalam bahasa Mandarin yang maknanya "sempurna dalam semua sisi" tadi? Jika ya, maka penjelasan yang berdasar hanya pada makna angka-angka itu sangatlah lemah karena tidak didukung oleh fakta yang tengah terjadi saat ini di Cina, di mana bencana alam sedang melanda Cina.

Seperti telah diungkapkan dalam berita di atas, banyak warga Cina tidak mempedulikan bencana alam yang sedang menghantam negerinya demi "keuntungan" yang bisa diperoleh melalui 10-10-10 itu. Kenyataan bahwa banyak orang (warga Cina) tidak peduli pada sisi lain yang bisa muncul dari permainan angka yang dilakukannya menunjukkan dengan jelasa bahwa banyak orang cenderung memaknai dan mempercayai sesuatu yang sudahl lebih dulu dipercayainya. Maksudnya, orang-orang seperti itu tidak mau melihat apalagi memperhitungkan bahwa sesuatu yang dipercayainya itu tidak lebih dari sekadar hasrat dirinya yang ingin membenarkan keyakinannya yang  dibentuk dan dipengaruhi oleh sesuatu sehingga ketika ada hal lain yang bertentangan dengan kepercayaannya tersebut, maka mereka pun menolaknya. 

Inilah yang dinamakan dengan selective thinking. Artinya, orang-orang yang mengalami selective thinking hanya mau menerima atau mempercayai sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau kepercayaan yang sudah dimilikinya lebih dulu. Orang-orang yang mengidap hal ini tidak akan mau menerima kenyataan bahwa keyakinannya salah karena tidak didukung oleh bukti yang jelas. Orang yang mengalami selective thinking tidak akan pernah bisa mengubah keyakinannya sekalipun bukti yang ada sama sekali bertolak belakang dengan keyakinan yang dimilikinya. Oleh karena itulah tidak heran jika banyak warga Cina negerinya tersebut yang tidak peduli dengan kenyataan "negatif" yang muncul dari 10-10-10, tetapi percaya bahwa 10-10-10 hanya akan membawa keuntungan bagi mereka.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Daun Mangga Berdesah

Daun pohon mangga miliknya mengeluarkan suara desahan seperti orang bernafas, menurut pengakuan Hamran Datundugon. Karena pengakuannya tersebut banyak warga yang tinggal di sekitarnya berbondong-bondong mendatangi pohon itu untuk membuktikannya. Pengakuan pemilik pohon mangga tersebut diamini oleh tetangganya yang juga pernah mendengar suara yang sama, bahkan ia mengaku suara itu dapat terdengar sampai rumahnya meski samar-samar. Ia pun mengklaim bahwa pada saat itu tidak ada angin berhembus yang bisa menyebabkan daun-daun di pohon itu bergoyang sehingga dapat menghasilkan bunyi.  

Apakah pengakuan orang-orang yang mengatakan daun pohon mangga berdesah tanpa sama sekali ada angin bisa diterima dan dipercaya? Berikut adalah beberapa tanggapan dan pertanyaan yang mencoba menganalisis dan menguji keakuratan pengakuan dan keakuratan fenomena tersebut.

Pertama, pengakuan itu berasal hanya dari beberapa orang dan tidak didukung oleh pengakuan yang sama dari lebih banyak orang.

Kedua, sekalipun pengakuan itu berasal dari banyak orang, tidak serta-merta membuat pengakuan tersebut benar. Artinya, banyaknya orang tidak bisa dijadikan patokan untuk menyimpulkan bahwa sesuatu itu benar atau peristiwa tertentu sungguh-sungguh terjadi.

Ketiga, apa yang membuat daun pohon mangga milik Hamran Datundugon "istimewa" sehingga bisa mengeluarkan suara seperti orang berdesah sedangkan pohon mangga lainnya di seluruh dunia tidak bisa mengeluarkan suara seperti miliknya? Pertanyaan yang juga harus bisa dijawab adalah: mengapa daun pohon mangga tersebut mengeluarkan suara seperti desahan manusia?

Keempat, mengapa dikatakan ketika hari terang (bukan malam) daun pohon mangga itu tidak mengeluarkan suara? Mengapa ia hanya mengeluarkan desahan pada malam hari dan tidak pada siang hari?

Jika poin ketiga bisa dijawab, maka fenomena daun mangga yang berdesah itu bisa diperhitungkan sebagai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi dan bukan rekaan orang-orang yang sengaja melakukannya, entah awalnya berpikir pohon itu bisa mengeluarkan suara seperti desahan manusia ataupun sengaja mengarang cerita sehingga pohon dan dirinya menjadi tenar. Namun, jika poin ketiga tidak bisa dijawab, maka pengakuan mengenai daun mangga yang dianggap bisa berdesah itu tidak lebih dari kebohongan.

Jumat, 08 Oktober 2010

Lompat pada Kesimpulan

Begitu banyak orang, sengaja atau tidak sengaja, langsung lompat pada kesimpulan tanpa terlebih dulu menganalisis pendapat, penglihatan, atau pengetahuan yang ada. Beberapa hal bisa dianggap sebagai penyebab, seperti:

1. Tiadanya pengetahuan yang memadai untuk melakukan pertimbangan dan penilaian. Orang seperti ini nyaris tidak bisa melakukan pertimbangan dan penilaian karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki. Jika orang dalam kategori ini tidak mau memperluas wawasannya, maka orang-orang dalam kategori ini cenderung mengikuti pandangan orang-orang tertentu (otoritas) dan/atau pandangan umum yang berlaku di masyarakat.

2. Kemalasan yang dimiliki seseorang sehingga ia sengaja tidak mau melakukan pertimbangan dan penilaian. Orang-orang dalam kategori ini enggan memperkaya wawasan dan pengetahuannya sehingga mereka mendasarkan pendapatnya pada pandangan otoritas tertentu dan/atau suara terbanyak (popularitas) suatu hal. 

3. Takut pada otoritas tertentu. Orang dalam kategori ini bukannya hormat pada otoritas tertentu, tetapi takut pada otoritas karena mungkin, takut dikucilkan. Ia takut dianggap dianggap sebagai pemberontak/pengkhianat/musuh karena memiliki pandangan yang berbeda dari otoritas itu.

4. Pengetahuan yang tidak didasarkan pada pikiran kritis dan sikap skeptis. Berbeda dari poin no. 1, pada poin ini seseorang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai suatu hal namun hal itu tidak ditopang oleh pemikiran kritis dan sikap skeptis. Artinya, pengetahuan yang dimilikinya itu tidak ditunjang oleh berbagai bukti relevan dan argumen jernih. Orang dalam kategori ini menganggap langsung menganggap bahwa pengetahuan yang ada (yang dimilikinya) sebagai kebenaran tanpa berusaha mengujinya terlebih dulu dan berulang kali.


Beberapa fenomena unik yang muncul pada malam hari di langit Cina yang terjadi belakangan dan diyakini banyak warga Cina sebagai penampakan UFO merupakan salah satu contoh di mana orang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai suatu objek/fenomena (poin 1). Hal itu  diperparah oleh keengganan orang untuk memperkaya pengetahuan (poin 2) sehingga mereka pun mudah menyimpulkan sesuatu tanpa sebelumnya melakukan pertimbangan dan penilaian yang didasarkan pada berbagai bukti relevan dan argumen yang jernih. Akibatnya adalah kesimpulannya pun mudah ditebak dan sangat sederhana: fenomena unik yang terjadi di langit pada malam hari merupakan UFO. Itulah yang dinamakan dengan lompat pada kesimpulan tanpa sebelumnya melakukan pertimbangan dan peniliaian yang cermat.

Rabu, 06 Oktober 2010

Aksi Solidaritas

Beberapa Rabi dan warga Yahudi mendatangi desa Beit Fajjar setelah salah satu Masjid di wilayah Tepi Barat itu diserang dan dirusak sekelompok orang tidak dikenal, walaupun diduga kuat perbuatan keji tersebut dilakukan orang-orang Yahudi. Tindakan yang dilakukan oleh beberapa Rabi dan warga Yahudi yang mendatagi desa Beit Fajjar itu  dianggap sebagai gerakan solidaritas terhadap warga Muslim Palestina yang tinggal di desa itu secara khusus, dan wilayah Tepi Barat secara umum. Ketika melakukan aksi solidaritasnya tersebut mereka pun membawa selusin Al-Quran untuk disumbangkan bagi warga Muslim yang beribadat di Masjid yang mengalami serangan itu.

Di satu sisi aksi yang dilakukan beberapa Rabi dan warga Yahudi tersebut bisa dianggap sebagai tindakan solidaritas terhadap warga Muslim Palestina yang mengalami serangan. Setidaknya, tindakan mereka tersebut bisa memberikan gambaran kepada warga Muslim Palestina bahwa tidak semua orang Yahudi berlaku keras sehingga diharapkan warga Muslim Palestina tidak melakukan stereotipe dan takut, bahkan membenci semua orang Yahudi. Untuk hal ini tindakan beberapa Rabi dan warga Yahudi yang tinggal di sekitar desa Beit Fajjar tersebut perlu dijadikan teladan karena mereka berusaha menenangkan sesamanya yang mengalami tindak kekerasan.

Namun di sisi lain, aksi solidaritas yang dilakukan beberapa Rabi dan warga Yahudi tersebut sangat mungkin menjadi sia-sia jika di antara pihak-pihak (Yahudi dan Palestina) yang bertikai terus melakukan aksi terornya dengan berdasar pada agama yang dianutnya. Ketika suatu tindakan yang mengancam kesejahteraan dan keselamatan orang lain didasarkan pada tradisi agama ("kitab suci" merupakan salah satu tradisi dalam agama), maka sesungguhnya agama tersebut telah gagal menuntun para pengikutnya untuk bertindak manusiawi. Agama yang selama ini diagung-agungkan dapat membawa manusia (baca: pengikutnya) menjadi lebih baik (manusiawi) ternyata malah membawa manusia pada jalan kekerasan. Jika demikian, agama tidak mampu membawa manusia pada keadaan yang lebih baik, tetapi sebaliknya, malah mengakibatkan manusia menjadi tidak manusiawi.

Aksi solidaritas yang dilakukan beberapa Rabi dan warga Yahudi seperti dalam berita di atas akan sia-sia jika tidak didukung oleh pemerintah, baik pemerintah Israel maupun Palestina, yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Ketika berbagai aksi kekerasan yang dilakukan atas nama agama masih terus terjadi, maka sudah waktunya bagi manusia untuk meninjau kembali agama (-agama) yang ada, apakah masih relevan atau tidak. Jika ya, mengapa masih terjadi kekerasan yang dilakukan berdasarkan agama. Jika tidak, berarti agama sudah usang dan tidak perlu dijadikan dasar lagi sebagai kehidupan manusia, karena jika tetap dijadikan dasar, mau sampai kapan korban kekerasan akibat agama terus berjatuhan?

Selasa, 05 Oktober 2010

Ribuan Orang Menonton Kuntilanak Terbang

Warga kota Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat (Sulbar) geger karena menyaksikan kuntilanak yang melayang-layang di atas sebuah rumah kosong di Jalan Macciranae. Diakui warga setempat bahwa kuntilanak itu terbang dan menghilang di langit menjelang tengah malam. Para saksi mata mengaku jika peristiwa itu terjadi lebih dari satu kali alias berulang kali. Dikabarkan juga bahwa peristiwa tersebut disaksikan bukan oleh beberapa atau puluhan orang, bahkan disaksikan ribuan orang. Apakah peristiwa penampakan kuntilanak yang disaksikan ribuan orang terbang berulang kali menjelang tengah malam itu bisa diperhitungkan sebagai sesuatu yang nyata? Apakah pengakuan ribuan orang yang menyaksikan peristiwa yang sama bisa dianggap sebagai kebenaran? Apakah pengakuan ribuan orang itu bisa dipercaya?

Mari kita perhatikan dua pengakuan dalam berita di atas, yang pertama berasal dari Iccal (alinea kedua). Dia mengatakan bahwa sudah beberapa hari belakangan (hingga Sabtu minggu lalu) warga sekitar tempat kejadian muncul dan terbangnya kuntilanak itu geger karena peristiwa tersebut. Pengakuan Iccal tersebut sama sekali tidak menyebutkan apakah ia sendiri pernah menyaksikan peristiwa yang sama melainkan hanya melaporkan bahwa warga dihebohkan oleh kemunculan kuntilanak. Oleh karena itulah ia tidak bisa dianggap sebagai saksi mata. Artinya, Iccal hanya melaporkan pengakuan yang didengar dari orang lain. Ini artinya ia tidak menguji informasih yang diperolehnya dari orang lain. Tidak begitu jelas apakah Iccal sendiri mempercayai pengkuan orang lain atau tidak mempercayainya. Dengan demikian, pengakuan Iccal tersebut tidak bisa dijadikan pegangan, patokan, apalagi dipercaya sebagai kebenaran karena ia hanya melaporkan pengakuan yang diperolehnya dari orang lain dan sama sekali tidak jelas, entah ia percaya ataupun tidak percaya pada informasi yang telah diperolehnya.

Pengakuan kedua berasal dari Bambang (khususnya alinea ketujuh). Berbeda dari Iccal yang sama sekali tidak jelas, apakah ia percaya atau tidak percaya pada kuntilanak yang terbang itu, sementara Bambang, mengaku telah melihat sendiri keberadaan kuntilanak itu. Meski ia mengaku telah melihat sendiri dengan jelas kuntilanak itu, namun ia tidak menjelaskan bentuk/rupa kuntilanak yang dilihatnya, apakah persis sama dengan bentuk/rupa yang sebelumnya dilihat warga, yakni "kain putih yang mengepak-ngepak" (alinea kelima) atau "kain putih melayang di udara yang terbang ke sana kemari" (alinea keenam). Pengakuan Bambang sama sekali tidak berisi informasi mengenai bentuk/rupa makhluk yang dilihatnya melainkan ia hanya mengatakan telah melihat makhluk tersebut. Dengan demikian, pengakuan Bambang pun tidak bisa diperhitungkan sebagai laporan yang kuat karena sama sekali tidak menyediakan informasi yang jelas. Artinya, pengakuan Bambang sangatlah akibat tidak didukung oleh informasi yang relevan.

Hal berikut yang harus juga diperhatikan dari berita di atas adalah banyaknya orang (ribuan) yang mengaku telah melihat kuntilanak itu. Sebagian besar orang begitu mudah menerima/percaya pada pengakuan orang lain dan menganggap jika suatu peristiwa disaksikan orang banyak maka peristiwa tersebut benar atau sungguh-sungguh terjadi. Ini adalah salah satu kesesatan dalam berpikir karena mengandalkan banyaknya suara yang mengatakan hal yang sama mengenai fenomena tertentu. Mengapa sesat? Karena belum tentu banyaknya suara (popularitas) sesuatu menjadikan hal tersebut sebagai kebenaran. Belum tentu suara terbanyak itu yang benar karena bisa saja yang banyak itu telah keliru atau bahkan salah melihat, menganalisis, dan menyimpulkan suatu objek atau fenomena. Inilah yang dinamakan dengan halusinasi massa ketika banyak orang menganggap telah melihat sesuatu dan memperhitungkannya sebagai kebenaran. Contoh: fenomena crop circle yang awalnya dianggap dibuat oleh alien ternyata dibuat oleh orang-orang yang memang sengaja membuatnya, entah untuk menipu orang lain (membuat heboh) ataupun sebagai suatu karya seni.

Dengan demikian, meski suatu peristiwa/fenomena diakui telah disaksikan oleh begitu banyak orang, hal tersebut tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai dan menyimpulkan hal tersebut sebagai kebenaran karena seringkali emosi seseorang terlibat bahkan menguasai orang-orang yang bersangkutan. Artinya, orang-orang tersebut memang sudah datang dengan keinginan yang kuat untuk melihat sesuatu yang sebelumnya sudah dipercayainya, atau setidaknya, mereka datang dengan keinginan yang begitu kuat untuk melihat sesuatu yang memang ingin dilihatnya. Mereka datang karena ingin memuaskan kepercayaan/keyakinan yang sudah dimiliknya terlebih dulu. Oleh karena itulah ketika mereka melihat sesuatu yang unik, janggal, atau aneh mereka segera menafsirkan dan menyimpulkan hal tersebut sebagai sesuatu yang sudah diyakininya. Dengan berdasar pada penilaian seperti inilah, maka fenomena kuntilanak yang melayang seperti di dalam berita di atas dianggap sebagai kebenaran oleh ribuan warga.

Jadi, bagaimanakah sikap yang bijak dalam menanggapi berita-berita dan berbagai pengakuan orang khususnya yang berbau paranormal? Pertama, orang harus dengan sadar penuh mencurigai suara terbanyak karena hal tersebut bisa saja salah karena sesungguhnya yang dialami orang banyak itu adalah apa yang dinamakan dengan halusinasi. Kedua, orang harus mengawasi emosi yang seringkali mengendalikan dirinya. Artinya, seseorang harus sadar penuh bahwa ia tidak boleh melibatkan emosinya ketika menafsirkan, menilai, dan menyimpulkan suatu peristiwa/fenomena. Bagaimana cara mengawasi dan mengendalikan kedua hal tersebut? Gunakanlah ilmu pengetahuan untuk menilai setiap hal yang bernuansa paranormal dan supernatural, tentu, dengan ditopang oleh pikiran kritis dan sikap skeptis. Jika ini dilakukan maka tidak akan terjadi hal seperti yang dialami ribuan warga Sulbar yang menafsirkan dan menyimpulkan kain putih yang melayang di udara sebagai makhluk yang disebut dengan kuntilanak yang sampai beberapa hari membuat heboh warga.

Senin, 04 Oktober 2010

Hantu Pendendam

Ternyata kemunculan hantu pok-pok yang akhir pekan lalu meresahkan warga Kecamatan Sario, Kelurahan Titiwungen, sekitar Kompleks Rumah Makan Srisolo, Manado, Sulawesi Utara, masih berlanjut. Hal ini dikarenakan ia (hantu pok pok laki-laki) tersebut hendak membalaskan dendam kematian teman perempuannya karena dibunuh oleh tonaas. Berdasar berita tersebut baru diketahui, setidaknya oleh saya bahwa: pertama, hantu memiliki jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) seperti manusia dan, kedua, hantu memiliki "perasaan" balas dendam. Pertanyaan yang bisa diajukan berkaitan dengan pernyataan di atas adalah: bagaimana orang-orang yang mengaku melihat hantu pok pok itu bisa sampai pada kesimpulan bahwa ada hantu pok pok laki-laki dan perempuan? Bagaimana orang-orang itu bisa mengatakan jika hantu pok pok yang datang hendak membalaskan dendam kematian temannya?

Selain hal (baru) di atas, berita di atas juga mengandung kejanggalan atau keanehan, berkaitan dengan lamanya peristiwa itu. Peristiwa kemunculan/penampakan hantu pok pok tersebut sudah berlangsung sejak akhir pekan lalu dan peristiwa tersebut telah menarik perhatian banyak warga, bahkan dikabarkan puluhan kendaraan bermotor terlihat di sekitar lokasi peristiwa tersebut. Ini menandakan banyaknya orang yang mendatangi tempat tersebut karena sengaja hendak menyaksikan peristiwa itu. Jika demikian yang terjadi, masakan tidak ada seorang pun yang merekam peristiwa langka tersebut, entah dengan kamera ataupun telepon genggam. Tiadanya objek hasil rekaman - video dan/atau foto - bisa dianggap sangat janggal khususnya di era teknologi maju seperti sekarang ini, karena bertentangan dengan kebiasaan sebagian banyak orang yang berusaha mengabadikan sebanyak atau sesering mungkin, khususnya hal-hal yang dianggapnya unik. Dengan demikian, tidak adanya satu pun video dan/atau foto bisa dikatakan sebagai sesuatu yang janggal sekali bahkan tidak mungkin terjadi.

Hal aneh berikut yang sangat kentara mengenai adanya ketidakkonsistenan, setidaknya bisa dibaca melalui berita tersebut, di mana pada paragraf keempat dikatakan hantu pok pok tersebut berjenis kelamin perempuan, namun pada paragraf ketujuh diakui hantu pok pok itu berjenis kelamin laki-laki. Ketidakkonsistenan tersebut terjadi di antara orang-orang yang mengaku telah melihat keberadaan hantu tersebut. Jika demikian kenyataannya, maka pertanyaan yang segera mengemuka adalah: apakah di antara orang-orang itu melihat dua hantu yang berbeda? Jika ya, maka hal tersebut semakin menimbulkan keanehan karena sejak awal sepertinya warga hanya melihat atau merujuk pada hantu yang sama. Jika mereka sebenarnya melihat hantu yang sama, namun mengapa pengakuan di antara mereka tidak konsisten?

Dengan demikian, ada tiga kejanggalan/keanehan yang bisa ditemukan dalam berita di atas: 

1. Persoalan bagaimana mengenali, membedakan, dan menentukan mana jenis hantu laki-laki dan perempuan karena sama sekali tidak dijelaskan. Bahkan kalimat terakhir alinea keempat dikatakan "manusia jadi-jadian itu diperkirakan perempuan." Jelas, pernyataan tersebut sama sekali tidak bisa diperhitungkan sebagai kebenaran karena yang mengakuinya pun, entah sadar ataupun tidak sadar sesungguhnya tidak yakin pada jenis kelamin hantu pok pok yang telah dilihatnya.

2. Sama sekali tidak adanya hasil rekaman yang berupa, baik foto maupun video merupakan yang sangat janggal, khususnya di zaman yang perkembangan teknologinya sangat pesat, di mana kebanyakan orang memiliki hasrat yang cukup kuat untuk mengabadikan berbagai yang terjadi di sekitarnya, terlebih jika hal tersebut dianggapnya unik atau langka. Tentu, keberadaan hantu pok pok tergolong fenomena yang sangat unik dan langka, dan oleh karenanya bisa dipastikan banyak orang berusaha mengabadikannya. Namun kenyataannya, tidak ditemukan sebuah foto atau video yang jelas mengenai hantu tersebut.

3. Adanya ketidakkonsistenan di antara orang-orang yang mengaku melihat hantu itu karena ada yang mengatakan hantu tersebut berjenis kelamin laki-laki, namun ada juga yang mengatakan hantu yang sama berjenis kelamin perempuan. Ini merupakan hal yang sangat janggal karena ketidakkonsistenan di antara orang-orang yang melihat diperhitungkan sebagai kelemahan. Artinya, semakin sulit untuk mempercayai pengakuan/laporan siapa atau manakah yang bisa dipercaya karena adanya dua laporan yang berbeda.


Apakah memang ada yang dinamakan hantu pok pok seperti diakui oleh warga Kecamatan Sario, Kelurahan Titiwungen, Manado, Sulawesi Utara? Setelah memperhatikan ketiga kejanggalan di atas yang sangat vital, maka bisa dikatakan hantu pok pok hanyalah rekaan warga yang sejak semula memang sudah percaya dan/atau cenderung mau percaya pada sesuatu yang bernuansa paranormal. Dengan demikian, sama sekali tidak mengherankan jika banyak warga mudah percaya pada keberadaan hantu pok pok tersebut.

Hantu Pok Pok

Warga Kecamatan Sario, Kelurahan Titiwungen, Manado, Sulawesi Utara, belakangan ini tidak tenang karena dihantui oleh kehadiran hantu pok pok yang dipercaya suka menyantap bayi. Tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai bentuk atau ukuran hantu pok pok tersebut, namun warga yakin akan keberadaan makhluk tersebut. Tidak dijelaskan bentuk dan ukuran hantu pok pok merupakan hal yang lain dari kebiasaan selama ini, di mana warga yang percaya pada keberadaan "makhluk halus" seperti kuntilanak dan pocong selalu memberikan keterangan mengenai bentuk dan ukurannya, bahkan dengan cukup rinci. Artinya, baru kali ini warga yang percaya pada keberadaan "makhluk halus" tertentu tidak memberikan keterangan mengenai bentuk dan ukuran makhluk yang dimaksud.

Sementara salah satu sumber yang sepertinya dipercaya oleh warga adalah pengakuan seorang remaja yang pernah menyaksikan perkelahian antara pok pok dan tonaas. Remaja tersebut bahkan mengaku bahwa ia menyaksikan perkelahian antara kuasa jahat (pok pok) dan kuasa baik (tonaas) itu yang awalnya terjadi di lapangan kosong hingga mereka saling berkejaran ke sebuah pekuburan yang ada pohon besarnya. Berdasar pada pengakuan remaja tersebut, maka bisa diajukan beberapa tanggapan/pertanyaan: 

1. Jika peristiwa tersebut terjadi di lapangan kosong, apakah ada orang lain yang menyaksikan peristiwa tersebut?

2. Pada pukul berapakah peristiwa itu terjadi di lapangan kosong seperti pengakuan remaja tadi karena, entah terjadi pada waktu siang hari ataupun malam hari, masakan tidak ada orang lain yang menyaksikan peristiwa itu?

3. Sepertinya peristiwa tersebut juga tidak terjadi dalam waktu yang singkat, maka kemungkinan remaja tersebut histeris (berteriak-teriak) sehingga menarik perhatian orang banyak umumnya terjadi, namun berdasar pada pengakuannya, sepertinya hanya dia yang menyaksikan peristiwa tersebut. Bukankah ini merupakan hal yang janggal karena dalam waktu yang cukup lama tidak ada orang lain yang menyaksikan peristiwa itu?

Berita sangat pendek mengenai keberadaan hantu pok pok  yang dipercaya warga tersebut merupakan tipikal kisah-kisah "pertempuran" yang terjadi antara kuasa jahat dan kuasa baik, di mana kuasa jahat direpresentasikan melalui keberadaan hantu pok pok sedangkan kuasa baik diwakili melalui keberadaan figur tonaas. Hal ini bukanlah sesuatu yang janggal apalagi aneh karena pemikiran warga dan begitu banyak orang yang masih dikuasai oleh dualisme antara "baik" lawan "jahat," "dunia atas" dan "dunia bawah," dan "terang vs. "kegelapan." Sejauh kedua polarisasi tersebut dipahami secara metaforis, tidak terlalu bermasalah karena orang menganggap dan memahaminya sebagai gaya bercerita suatu tradisi di daerah tertentu. Namun, jika hal yang sama dipahami secara letterlijk (harfiah), maka kisah seperti berita di atas-lah yang terjadi.

Berita di atas bukan saja akibat pemahaman yang harfiah terhadap tradisi yang turun-temurun (perhatikan: yang mengaku pernah melihat wujud pok pok dan tonaas hanyalah seorang remaja), namun terlebih, merupakan upaya mewujudkan tradisi yang selama ini diturunkan melalui kisah-kisah serupa (tradisi lisan dan mungkin juga tradisi tulisan) ke dalam ke dalam bentuk yang lebih nyata dan hidup. Oleh karena itulah warga yang awalnya sudah pernah mendengar cerita yang serupa sejak kecil atau remaja dari orang-orang tua atau kakek dan nenek menjadi semakin tertarik dan mudah percaya ketika objek yang sama muncul secara nyata dan diyakini hidup di sekitar mereka. Jika ini yang terjadi, maka reaksi warga kompleks Titiwungen Manado, Sulawesi Utara, sama sekali tidak aneh apalagi mengangetkan karena sejak awal mereka sudah pernah mendengar kisah serupa yang kemudian dinyatakan "hidup" di sekitar mereka. Inilah yang dinamakan: awalnya hanya "hidup" dalam pikiran dan dunia imajinasi, namun kemudian menjadi nyata dalam kehidupan yang sesungguhnya.

Jumat, 01 Oktober 2010

Salah Panggil

Setelah "kasus" salah penanganan yang dilakukan sebuah sekolah dengan memanggil polisi untuk menangani masalah psikologis yang dialami murid-muridnya, sekarang kasus yang serupa dilakukan sekolah lainnya ketika berusaha menangani permasalahan yang sama. Peristiwanya adalah ketika belasan murid salah satu SD di Kota Jambi mengalami kesurupan. Seperti yang dipahami dan diyakini kebanyakan orang lainnya, di mana fenomena kesurupan diakibatkan oleh makhluk halus yang masuk dan mengganggu jasmani seseorang, dan karenanya sekolah tersebut memanggil "orang pintar" untuk mengusir makhluk halus tersebut.

Tindakan yang dilakukan sekolah tersebut sangatlah tidak bijak dan sama sekali tidak tepat karena menunjukkan bahwa sekolah sama sekali tidak mengetahui permasalahan sesungguhnya yang telah terjadi. Oleh karena itulah para guru bukan hanya perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan, seperti: mendidik anak-anak, bagaimana menangani anak-anak yang membutuhkan penanganan khusus, dan menyusun rencana pengajaran, namun para guru perlu bahkan sangat perlu (melihat banyaknya kasus "kesurupan" yang dialami anak-anak di lingkungan sekolah) dibekali dengan pengetahuan psikologi dasar khususnya psikologi anak dan remaja. Ini dilakukan dengan harapan agar pihak sekolah mampu memberikan penanganan yang bijak dan cermat setiap kali murid (-muridnya) mengalami gangguan, tekanan, atau masalah psikologis di sekolah. Tentu hal seperti ini perlu didukung oleh pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan untuk menjadi fasilitator, penyedia, atau  penyelenggara bagi pendidikan atau pelatihan bagi para guru terkait dengan psikologi dasar tersebut.

Jika setiap warga negara Indonesia termasuk pemerintah menganggap bahwa pendidikan adalah hal dasariah yang sangat penting bagi setiap warga (baca: anak), maka penanganan yang bijak dan tepat terhadap anak-anak merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk direalisasikan, terlebih ketika anak-anak mengalami peristiwa tertentu di lingkungan sekolah. Tentu, penanganan yang bijak dan tepat terhadap anak-anak yang dilakukan di sekolah sudah seharusnya dilakukan dengan berdasar pada pengetahuan relevan yang ditopang oleh pemikiran kritis yang memadai. Pengetahuan relevan yang dimaksud dalam konteks ini adalah dengan memperhatikan perkembangan psikologis anak/remaja dan konteks sosial di mana mereka hidup, baik di lingkungan sekolah bersama teman-temannya, hubungannya dengan para guru, dan tugas-tugas sekolah, maupun di rumah bersama keluarga, pergaulan di sekitar rumah, dan tugas-tugas yang dikerjakan di rumah. Ketika perkembangan psikologis anak/remaja diperhatikan dalam kaitannya dengan konteks sosial anak/remaja yang luas, maka diharapkan para guru mampu memahami sedikit-banyak murid-muridnya. Tentu tidak secara keseluruhan dan mendalam, namun setidaknya, para guru cukup bisa mengetahui ketika murid (-muridnya) mengalami masalah psikologis tertentu.

Tawaran atau saran di atas bukanlah suatu mission impossible atau sesuatu yang mengawang-awang, namun sebaliknya, suatu yang sangat masuk akal, realistis, dan tidak sulit untuk diejawantahkan. Hal yang dibutuhkan adalah kemauan dan komitmen untuk memperlakukan dan menangani anak-anak didik dengan bijak dan tepat yang semuanya dilandaskan pada pengetahuan yang relevan dan pemikiran kritis yang memadai. Jika ini bisa dilakukan maka niscaya pihak sekolah tidak perlu dan tidak akan memanggil "orang pintar" ke sekolah karena yang dialami anak-anak itu sesungguhnya adalah perihal psikologis bukannya sesuatu yang bernuansa paranormal.