Minggu, 07 Agustus 2011

Opini atau Fakta?


Banyak orang setelah membaca berita, mendengar pandangan (orang lain), atau menyaksikan peristiwa sampai pada kesimpulan opini atau fakta. Artinya, orang menilai apakah sebuah berita, pandangan, atau peristiwa, entah opini atau fakta. Sesungguhnya ada pilihan ketiga, yakni penilaian kritis. Inilah penilaian yang paling penting, namun sayangnya luput dari pengamatan banyak orang. Apakah yang dimaksud dengan penilaian kritis? Apakah cirinya? Mengapa ia dikatakan paling penting? Bagaimana seseorang bisa tiba sampai pada penilaian yang masuk akal? Apakah contohnya?

Seorang hakim pengadilan diharapkan mampu memiliki penilaian kritis dalam menilai dan mengambi keputusan. Artinya, penilaian yang dilakukan dan keputusan yang diambilnya harus didasarkan pada berbagai data dan bukti yang relevan, argumen yang jernih dan lurus, serta sahih seturut konteks hukum. Dengan demikian, seorang hakim sepatutnya tidak mendasarkan penilaian dan keputusannya pada keinginan-keinginan pribadi atau kelompok tertentu, melainkan pada penilaian kritisnya.

Bukankah fakta sudah cukup mencerminkan penilaian yang baik dan kuat? Bukankah juga semua yang ada tidak lain merupakan opini? Fakta, walaupun merupakan unsur sangat penting dan bermanfaat dalam mengambil keputusan, namun fakta pada dirinya sendiri tidak lebih dari sederetan/sekumpulan data atau informasi yang jika tidak diolah melalui pemikiran jernih dan tidak memperlihatkan relevansi bisa menyesatkan. Sementara itu, suatu posisi yang didasarkan pada pemikiran yang dibangun oleh argumen yang masuk akal, lurus, dan mengikuti kaidah-kaidah yang sesuai dengan konteks yang berlaku tidak dapat dinyatakan sebagai “opini”, melainkan penilaian kritis. Dengan demikian, opini adalah pernyataan atau pendapat seseorang atau kelompok tertentu yang jelas, bukanlah merupakan penilaian kritis.

Untuk memperkuat pentingnya penilaian kritis sehingga orang tidak hanya berkutat dalam perdebatan antara opini atau fakta, berikut adalah tiga bentuk pertanyaan yang sekiranya memperjelas perbedaan antara opini, fakta, dan penilaian kritis:

  • Apakah kepemimpinan itu penting? Bentuk pertanyaan seperti ini hanya membutuhkan satu jawaban, ya atau tidak. Pertanyaan yang membutuhkan satu jawaban yang benar berarti tergolong ke dalam fakta. Apakah fakta itu relevan atau tidak relevan adalah urusan lain, yang penting ia membutuhkan satu jawaban.
  • Manakah yang lebih enak, sate bumbu kacang atau sate bumbu kecap? Jawaban terhadap jawaban ini adalah pendapat karena berdasar pada selera setiap orang yang beragam. Dengan demikian, jelas, jawaban terhadap bentuk pertanyaan seperti ini termasuk ke dalam opini. 
  • Bagaimanakah cara terbaik mengatasi krisis bangsa? Jawaban terhadap pertanyaan ini membutuhkan penilaian kritis agar setiap jawaban bisa diuji kekuatan dan kebenarannya menggunakan kaidah-kaidah intelektual, seperti: kejernihan, kedalaman, dan kelurusan argumen serta didukung oleh berbagai data dan fakta yang relevan.
Setelah memperhatikan ketiga bentuk pertanyaan di atas, maka kita dapat sampai pada kesimpulan bahwa sudah selayaknya orang tidak terjebak pada “pertengkaran” antara dua kutub, opini atau fakta, yang tidak kunjung berakhir, melainkan diharapkan mampu melampui kedua hal itu dengan tiba pada penilaian kritis. Mengapa penilaian kritis? Karena ia mengatasi dengan melampaui dikotomisasi opini atau fakta. Penilaian kritis menjadi begitu penting karena dengannya manusia dituntun untuk berpikir mendalam, lurus, hati-hati, dan bisa mempertanggungjawabkannya. Bagaimana kita bisa sampai pada penilaian kritis? Senantiasa mengawasi dan menyadari kelemahan pikiran kita, seperti: mudah jatuh pada delusi, rasionalisasi, dan terburu-buru mengambil kesimpulan. Selalu awas terhadap opini dan tidak segera puas terhadap fakta merupakan pintu gerbang yang membawa kita pada penilaian kritis. Dengan demikian, pilihannya bukan lagi opini atau fakta, melainkan penilaian kritis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.