"Sekumpulan gembala berjaga di padang; berkawan dengan alam, bertekad untuk bertarung demi hidup kawanan ternak. Tiba-tiba datang kabar kesukaan. Tak ada keraguan, tak ada rahasia. Warta kebenaran terlalu jelas di depan mata. Hanya satu pilihan: bergegas pergi, bersujud di dekat bayi mungil, menyentuh kebenaran. Tak ada tempat lain. Kebenaran dihirup bersama bau kandang dan bau peluh perjalanan. Tiga orang bijak menekuni tapak pencarian, menyuburkan benih harapan, menghadap penguasa, menerima titah untuk pergi: carilah raja itu! Adakah rasa curiga? Kilau bintang di langit menaklukkan rencana gelap. Terang itu begitu memukau". Demikian Deshi Ramadhani, SJ, seorang rohaniwan Katolik dan dosen tafsir kitab suci di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, mengawali tulisan Natalnya yang berjudul "Menghirup Bau Kandang" (Kompas, Kamis, 24 Desember 2009, hlm. 2).
Kisah kelahiran Yesus terdapat di dalam dua Injil kanonik, yakni Injil Matius dan Lukas dan masing-masing penulis Injil menampilkan kisah kelahiran Yesus secara sangat berbeda. Mari kita perhatikan kisah kelahiran Yesus versi Injil Matius dan Lukas untuk menemukan perbedaan-perbedaannya. Pertama-tama mari kita perhatikan Injil Matius. Penulis Injil Matius menceritakan bahwa seorang malaikat Tuhan berkata kepada Yusuf, bapak Yesus, dalam mimpi agar ia (Yusuf) tidak takut. Injil Matius pun mengisahkan bahwa orang-orang majus dari Timur (Deshi menyebut ketiga orang tersebut "tiga orang bijak") datang menyembah bayi Yesus dengan melihat bintang Timur. Dalam Injil Matius diceritakan bahwa Yesus dilahirkan di sebuah rumah (tanpa keterangan rinci jika ia dilahirkan di sebuah palungan). Dan bayi Yesus yang lahir di sebuah rumah itu akan dinamakan Imanuel yang berarti Allah menyertai kita. Raja Yahudi di masa itu, Herodes, yang mengetahui kelahiran Yesus konon cemburu karena telah lahir seorang "raja" lain sehingga ia pun memerintahkan pembunuhan terhadap semua anak di Betlehem dan sekitarnya yang berumur di bawah dua tahun. Untuk mencegah agar Yesus tidak dibunuh maka malaikat Tuhan mendatangi Yusuf dalam sebuah mimpi dan memerintahkan agar mereka (Yusuf, Maria, dan Yesus) mengungsi ke Mesir.
Sekarang kita perhatikan kisah serupa dalam Injil Lukas. Dikisahkan bahwa seorang malaikat bernama Gabriel mendatangi langsung Maria untuk memberitakan kabar kesukaan. Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Yesus akan disebut kudus, Anak Allah. Sesaat sebelum Maria melahirkan, Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk sehingga semua orang mendaftarkan diri ke kota asalnya masing-masing. Maria dan Yusuf pergi dari Nazaret ke Betlehem karena keluarga berasal dari Betlehem. Saat dalam perjalanan (sudah tiba di Betlehem) Maria pun melahirkan di sebuah palungan akibat tidak ada tempat lagi bagi mereka di rumah penginapan. Dikisahkan, di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Saat itu muncul kawanan malaikat di hadapan para gembala itu seraya memuji Allah dan memberitakan mengenai kelahiran Yesus. Segera setelah para malaikat pergi para gembala pun mendatangi bayi Yesus.
Setelah membaca sekaligus membandingkan kedua kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius dan Lukas, segera orang dapat melihat perbedaannya. Perbedaan yang bukan lagi implisit, samar-samar, melainkan eksplisit, jelas, gamblang. Namun, perbedaan-perbedaan yang nampak tidak disadari bahkan tidak diketahui oleh sebagian besar orang Kristen. Ketidaksadaran dan ketidaktahuan inilah yang menyebabkan ketika orang merayakan Natal dengan segala atribut dan acara pendukungnya, seperti drama atau operet Natal, maka ceritanya pun diambil/didasarkan pada kedua Injil. Artinya, kisah Natal yang ditampilkan merupakan gabungan dari dua versi kisah menurut Injil Matius dan Lukas. Hal inilah yang juga kita temukan dalam tulisan Deshi Ramadhani, SJ., di mana ia terlebih dahulu menampilkan gembala-gembala (Injil Lukas) yang disusul oleh tiga orang orang bijak (Injil Matius). Hal yang dilakukan Deshi dan kebanyakan orang Kristen itu dinamakan dengan harmonisasi.
Harmonisasi terjadi bukan hanya pada kisah Natal tetapi juga misalnya, pada kisah-kisah di seputar kematian atau kebangkitan Yesus. Harmonisasi dapat ditemukan secara nyata saat orang menyaksikan film-film yang berkisah tentang Yesus. Jadi jelas, harmonisasi bisa terjadi di saat orang mengisahkan seluruh kehidupan Yesus. Jangan lupa, kisah Yesus terdapat dalam empat Injil berbeda. Masing-masing penulis Injil menceritakan Yesus dengan keunikannya masing-masing. Penulis Injil Matius dan penulis Injil Lukas berbeda ketika menceritakan figur Yesus, demikian juga penulis Injil Markus dan penulis Injil Yohanes memiliki penekanannya masing-masing ketika menceritakan Yesus.
Oleh karena itu, pemahaman memadai terhadap jenis sastra sebuah tulisan adalah hal mutlak yang perlu dimiliki setiap orang. Hal ini dilakukan bukan saja terhadap teks-teks kitab suci melainkan semua teks. Jika pemahaman sastra yang memadai ini tidak dimiliki maka orang pun akan keliru bahkan tersesat ketika mencoba memahami sebuah teks. Akan berakibat sangat fatal ketika kisah fabel dibaca sebagai kisah sejarah. Akan berantakan jika kabar kematian dipahami secara metafor. Dan masih banyak contoh lainnya.
Harmonisasi menyingkirkan keunikan masing-masing Injil. Harmonisasi membuang ciri khas sastra masing-masing Injil. Harmonisasi memperkosa teks demi keindahan atau keharmonisan sebuah cerita. Dengan demikian, merupakan hal yang bijak ketika setiap kali orang menulis atau menampilkan pertunjukkan drama/operet, baik mengenai kisah kelahiran maupun kematian, bahkan sekalipun kisah kehidupan Yesus, maka dijelaskan terlebih dahulu bahwa yang hendak ditampilkan berdasar pada Injil apa dan apa alasannya. Memang mungkin akan terdengar begitu lucu karena selama ini sangat sedikit - jika tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali - orang yang pernah melakukan hal tersebut. Lucu karena dianggap aneh dan remeh, tetapi bijak karena menghargai kekayaan teks yang menjadi dasar ceritanya.
Kisah kelahiran Yesus terdapat di dalam dua Injil kanonik, yakni Injil Matius dan Lukas dan masing-masing penulis Injil menampilkan kisah kelahiran Yesus secara sangat berbeda. Mari kita perhatikan kisah kelahiran Yesus versi Injil Matius dan Lukas untuk menemukan perbedaan-perbedaannya. Pertama-tama mari kita perhatikan Injil Matius. Penulis Injil Matius menceritakan bahwa seorang malaikat Tuhan berkata kepada Yusuf, bapak Yesus, dalam mimpi agar ia (Yusuf) tidak takut. Injil Matius pun mengisahkan bahwa orang-orang majus dari Timur (Deshi menyebut ketiga orang tersebut "tiga orang bijak") datang menyembah bayi Yesus dengan melihat bintang Timur. Dalam Injil Matius diceritakan bahwa Yesus dilahirkan di sebuah rumah (tanpa keterangan rinci jika ia dilahirkan di sebuah palungan). Dan bayi Yesus yang lahir di sebuah rumah itu akan dinamakan Imanuel yang berarti Allah menyertai kita. Raja Yahudi di masa itu, Herodes, yang mengetahui kelahiran Yesus konon cemburu karena telah lahir seorang "raja" lain sehingga ia pun memerintahkan pembunuhan terhadap semua anak di Betlehem dan sekitarnya yang berumur di bawah dua tahun. Untuk mencegah agar Yesus tidak dibunuh maka malaikat Tuhan mendatangi Yusuf dalam sebuah mimpi dan memerintahkan agar mereka (Yusuf, Maria, dan Yesus) mengungsi ke Mesir.
Sekarang kita perhatikan kisah serupa dalam Injil Lukas. Dikisahkan bahwa seorang malaikat bernama Gabriel mendatangi langsung Maria untuk memberitakan kabar kesukaan. Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Yesus akan disebut kudus, Anak Allah. Sesaat sebelum Maria melahirkan, Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk sehingga semua orang mendaftarkan diri ke kota asalnya masing-masing. Maria dan Yusuf pergi dari Nazaret ke Betlehem karena keluarga berasal dari Betlehem. Saat dalam perjalanan (sudah tiba di Betlehem) Maria pun melahirkan di sebuah palungan akibat tidak ada tempat lagi bagi mereka di rumah penginapan. Dikisahkan, di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Saat itu muncul kawanan malaikat di hadapan para gembala itu seraya memuji Allah dan memberitakan mengenai kelahiran Yesus. Segera setelah para malaikat pergi para gembala pun mendatangi bayi Yesus.
Setelah membaca sekaligus membandingkan kedua kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius dan Lukas, segera orang dapat melihat perbedaannya. Perbedaan yang bukan lagi implisit, samar-samar, melainkan eksplisit, jelas, gamblang. Namun, perbedaan-perbedaan yang nampak tidak disadari bahkan tidak diketahui oleh sebagian besar orang Kristen. Ketidaksadaran dan ketidaktahuan inilah yang menyebabkan ketika orang merayakan Natal dengan segala atribut dan acara pendukungnya, seperti drama atau operet Natal, maka ceritanya pun diambil/didasarkan pada kedua Injil. Artinya, kisah Natal yang ditampilkan merupakan gabungan dari dua versi kisah menurut Injil Matius dan Lukas. Hal inilah yang juga kita temukan dalam tulisan Deshi Ramadhani, SJ., di mana ia terlebih dahulu menampilkan gembala-gembala (Injil Lukas) yang disusul oleh tiga orang orang bijak (Injil Matius). Hal yang dilakukan Deshi dan kebanyakan orang Kristen itu dinamakan dengan harmonisasi.
Harmonisasi terjadi bukan hanya pada kisah Natal tetapi juga misalnya, pada kisah-kisah di seputar kematian atau kebangkitan Yesus. Harmonisasi dapat ditemukan secara nyata saat orang menyaksikan film-film yang berkisah tentang Yesus. Jadi jelas, harmonisasi bisa terjadi di saat orang mengisahkan seluruh kehidupan Yesus. Jangan lupa, kisah Yesus terdapat dalam empat Injil berbeda. Masing-masing penulis Injil menceritakan Yesus dengan keunikannya masing-masing. Penulis Injil Matius dan penulis Injil Lukas berbeda ketika menceritakan figur Yesus, demikian juga penulis Injil Markus dan penulis Injil Yohanes memiliki penekanannya masing-masing ketika menceritakan Yesus.
Oleh karena itu, pemahaman memadai terhadap jenis sastra sebuah tulisan adalah hal mutlak yang perlu dimiliki setiap orang. Hal ini dilakukan bukan saja terhadap teks-teks kitab suci melainkan semua teks. Jika pemahaman sastra yang memadai ini tidak dimiliki maka orang pun akan keliru bahkan tersesat ketika mencoba memahami sebuah teks. Akan berakibat sangat fatal ketika kisah fabel dibaca sebagai kisah sejarah. Akan berantakan jika kabar kematian dipahami secara metafor. Dan masih banyak contoh lainnya.
Harmonisasi menyingkirkan keunikan masing-masing Injil. Harmonisasi membuang ciri khas sastra masing-masing Injil. Harmonisasi memperkosa teks demi keindahan atau keharmonisan sebuah cerita. Dengan demikian, merupakan hal yang bijak ketika setiap kali orang menulis atau menampilkan pertunjukkan drama/operet, baik mengenai kisah kelahiran maupun kematian, bahkan sekalipun kisah kehidupan Yesus, maka dijelaskan terlebih dahulu bahwa yang hendak ditampilkan berdasar pada Injil apa dan apa alasannya. Memang mungkin akan terdengar begitu lucu karena selama ini sangat sedikit - jika tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali - orang yang pernah melakukan hal tersebut. Lucu karena dianggap aneh dan remeh, tetapi bijak karena menghargai kekayaan teks yang menjadi dasar ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak setuju dengan pandangan saya? Silahkan mendebatnya.